25 February 2007

Bila santri Ponpes Lirboyo melawan wabah penyakit dengan doa

Banyak jalan menuju Roma. Ungkapan itu tepat untuk menggambarkan upaya Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, Jawa Timur. Untuk mengalahkan serbuan berbagai penyakit yang mewabah di Pondok Pesantren asuhan KH. Idris Maszuki itu, para santri melakukan doa dan ritual keliling desa. Sebuah ritual langka yang dilakukan hanya bila pondok pesantren merasa dalam bahaya.

Ritual itu berawal dari sakitnya ratusan santri secara bersamaan dalam kurun waktu seminggu ini. Sakitnya pun sangat beragam, mulai demam tinggi, kapala pusing hingga gatal-gatal. Santri dan santriwati yang terkena penyakit itu biasanya tidak bisa melaksanakan kegiatan belajar mengajar. "Santri yang terkena penyakit langsung lemas, dan tidak bisa ikut pelajaran di kelas, ada tiga teman dekat saya yang terkena penyakit itu," kata Nurul Fuad, santri asal Kendal Jawa Tengah.

Dokter pondok tidak mampu berbuat banyak. Segala tindakan medis yang diberikan dokter pada santri pun tidak membuahkan hasil memadai. Jumlah santri yang terkena penyakit terus bertambah. Dalam tujuh hari terakhir, tercatat ada sekitar 500 santri dan santriwati dari total 10 ribu santri pondok pesantren Lirboyo yang terkena penyakit. Semuanya memutuskan untuk beristirahat dan tidak mengikuti kegiatan belajar mengajar. "Sampai saat ini masih banyak teman-teman saya yang sakit," ungkap Nurul Fuad pada The Jakarta Post.

Para pengajar pondok pesantren pun gerah, dan melaporkan kejadian langka itu kepada Kyai pengasuh pondok pesantren. Salah satu kyai yang yang mendapatkan laporan itu segera memerintahkan santri untuk melakukan ritual doa dengan berjalan keliling desa yang berjarak sekitar lima KM. "Bagi Pondok Pesantren Lirboyo, kejadian ini tergolong langka, meskipun

kejadian serupa pernah terjadi pada tahun 2004, namun ini wabah penyakit yang terbesar," kata Kyai Athoilllah, salah satu kyai pengasuh pondok pesantren Lirboyo, Minggu (25/02). Karenanya, semua santri diharapkan terlibat aktif dalam ritual ini. Tidak tanggung-tanggung ritual itu dilakuan oleh tujuh ribu santri putra selama seminggu penuh. Dengan diawali pembacaan doa yang dipimpin oleh Kyai Athoillah, para santri diminta membaca Ayat Kursi dan doa-doa dari kitab Kuning Tibun Nabawi selama 1.217 ribu kali.

Setelah itu, di tengah gelapnya malam para santri berjalan menyusuri jalan pondok pesantren dan bergerak menuju jalan kota Kediri. Ritual dilanjutkan menuju ke batas-batas desa, menyusuri pematang sawah. Doa-doa dari Kitab Kuning yang khusus dipelajari di pondokan pun menggema. "Li Qomsatun upfibiha haralwaba il hatima,.." doa itu menggema di sepanjang jalan.

"Doa-doa itu juga dilafalkan oleh kyai sepuh ketika melakukan ritual yang sama pada tahun 1960-an," kata Kyai Athoillah. Arti dari doa itu kurang lebih adalah permohonan kepada Tuhan agar para santri dan penduduk desa sekitar bisa diberi kekuatan untuk melawan wabah penyakit.

Ritual itu berakhir sekitar pukul 03.00 dini hari. Dilanjutkan dengan sholat Subuh yang dilaksanakan secara bersama-sama di masjid pondok pesantren. "Kita akan melihat hasilnya, semoga doa kita bisa dikabulkan,..insya Allah (kalau Tuhan mengijinkan)" kata Kyai Athoillah.

No comments:

Post a Comment