01 September 2006

Gresik dan Mojokerto Ditarget Menjadi Tempat Pembuangan Lumpur

Meski menyadari langkah membuang air lumpur ke laut tidak akan menjadi solusi signifikan karena jumlah lumpur yang tersembur tidak sebanding dengan kemampuan pembuangan air ke laut, namun PT. Lapindo Brantas Inc akan tetap melakukan hal itu. Apalagi hasil penelitian baku mutu air hasil oleh water treatment menunjukkan tidak terlanggarnya batu mutu yang ditetapkan Kementrian Lingkungan Hidup (KLH). 

Persoalannya, lumpur padat sisa water treatment tetap menjadi problem selanjutnya. Hal itu dikatakan Johanes Sudarsono, Project Manager Health Savety Environment (HSE) PT. Lapindo Brantas Inc. "Secara total jumlah lumpur memang jauh lebih banyak, saat ini sedang dipikirkan bagaimana cara membuang lumpur padat yang tidak bisa diolah dengan water treatment itu," kata Johanes Sudarsono. Salah satu cara yang akan dilakukan untuk mengatasi lumpur yang tidak bisa diolah dengan water treatment itu adalah dengan membuangnya ke Mojokerto dan Gresik. Di Mojokerto, lumpur sisa water treatment itu akan digunakan untuk proses reklamasi lubang-lubang hasil pengerukan tanah. Sementara di Gresik, lumpur itu akan digunakan untk menutup lubang-lubang tanah areal penambangan milik PT. Semen Gresik. Untuk rencana pembuangan lumpur yang sempat mendapat tentangan dari masyarakat itu, saat ini Lapindo Brantas Inc tengah meminta persetujuan KLH. "Namun sekali lagi, hal itu masih berupa rencana, Lapindo akan terus mengkaji apakah semua rencana kita workable, termasuk persoalan jarak dan waktu pembuangan," kata Johanes Sudarsono. Untuk sekali angkut, satu truk berkapasitas 25m3 memerlukan waktu selama 4 jam. Hingga saat ini, jumlah lumpur panas yang tersembur di Kecamatan Porong, Sidoarjo sudah mencapai 6,1 juta m3. Untuk menampung lumpur panas itu, disiapkan waduk-waduk penampungan (pond) seluas 340 ha. Dari keseluruhan jumlah lumpur itu, 70 persen di antaranya adalah lumpur padat sementara sisanya adalah cairan. Kehadiran water treatment salah satunya untuk mengurai kembali 30 persen cairan itu. "Hasil penelitian sementara, dari hasil pengolahan water treatment menunjukkan bahwa air yang akan dibuang ke laut itu sama sekali tidak mengandung minyak dan lemak dengan PH antara 7,3-7,65," kata Johanes Sudarsono. Hasil itu sesuai dengan Surat Kementerian Lingkungan Hidup no.B-537/Dep.II/LH/8/2006 yang menyatakan batas baku mutu air yang akan dibuang ke laut yang ditandatangani Deputi Menteri LH Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan Mochamad Gempur Adnan. Dalam surat itu disebutkan, kadar maksimul air yang akan dibuang ke laut harusnya memiliki kandungan minyak dan lemak sebanyak 50 mg/l, sementara PH yang diperbolehkan 6,0-9,0 mg/lt. Meski begitu, secara teknis masih ditemukan kendala pengolahan air. Kendala paling besar adalah jumlah lumpur dan air yang sangat banyak. Apalagi, lumpur yang terkandung berupa lumpur harus yang susah dipisahkan. "Yang bisa dilakukan hanya mendiamkan lumpur di pond selama beberapa hari sampai satu minggu, lumpur akan mengendap," katanya. Untuk mempercepat proses pemisahan lumpur dan air, akan dilakukan pencampuran polimer dengan lumpur yang kini dalam proses pengendapan di pond, menggunakan water treatment milik Kaltim Primer Coal (KCP). Alat inilah akan mencampur bahan kimia coagulant. Selain KCP, Lapindo Brantas Inc juga mendatangkan water treatment berkapasitas 3000m3/hari yang dirancang oleh ilmuan dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, dan sebuah water treatment lain berkapasitas 1250m3/hari. Selain itu, infrastruktur pipa pembuangan ke arah laut sepanjang 17 KM juga sudah disiapkan. Ujung pipa itu terendam di bawah laut. "Pipa akan terendam, untuk menghindari kucuran saat laut surut, meskipun lokasi pastinya belum diputuskan," katanya. Langkah Lapindo Brantas Inc untuk membuang jutaan m3 air ke laut dan lumpur padat ke Mojokerto dan Gresik itu ditentang oleh Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur. Divisi Informasi Kampanye dan Database Walhi Jatim, Yuliani mengatakan, dalam skala kecil, mungkin tidak berbahaya. Namun bila jumlahnya sangat banyak, jelas hal itu memunculkan persoalan lingkungan sendiri. "Masyarakat benar-benar dalam kondisi yang serba sulit, di satu sisi lumpur harus diatasi, namun di sisi lain ada ancaman lingkungan yang sangat berbahaya," kata Yuliani pada The Jakarta Post. Untuk itu, Yuliani meminta Lapindo Brantas Inc untuk benar-benar maksimal dalam mengatasi persoalan lumpur, dengan mengerahkan semua ahli yang dimiliki. Sekaligus memberi informasi yang jujur pada masyarakat. "Kalau ada ahli yang tidak becus, silahkan mundur saja, juga pihak-pihak yang mengambil keuntungan pribadi dalam kasus ini," tegas Yuliani.

No comments:

Post a Comment