29 August 2006

Terdakwa Anak Kasus Perkosaan Divonis Bebas

 
Salah satu anak di Lapas Blitar, Jawa Timur (kiri) Empat terdakwa anak kasus perkosaan anak divonis bebas bersyarat dan dikembalikan ke orang tua masing-masing oleh Pengadilan Negeri (PN) Trenggalek, Selasa (29/08) ini. 

Pengadilan juga meminta Badan Pemasyarakatan Kediri dan Kejaksaan Trenggalek mengawadi keempat terdakwa hingga umur mereka 18 tahun. Majelis hakim menjadikan UU Perlindungan Anak no. 23 tahun 2003 sebagai dasar keputusan itu. Selain itu,perilaku terdakwa yang sopan dan berstatus siswa sekolah serta kemampuan orang tua yang sanggup untuk membina terdakwa selama penangguhan penahanan juga menjadi pertimbangan dijatuhkannya vonis. Seperti diberitakan The Jakarta Post, kasus itu berawal dari diperkosanya Kuntum (bukan nama sebenarnya) oleh teman sekelasnya, DMS (12), SND (11), PTT (11) dan KKH (11). Kejadian itu berlangsung pada petengahan Mei 2006 dan terjadi beberapa kali di ruang kelas, perpustakaan dan kamar mandi di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Gandusari II Trenggalek, Jawa Timur. Kejaksaan Negeri Trenggalek yang menangani kasus ini meminta keempat tersangka untuk ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Trenggalek. Keempatnya dijerat dengan dakwaan berlapis, melakukan perbuatan cabul secara bersama-sama dan berlanjut, sesuai pasal 82 KUHP tentang asusila. Meskipun dalam tuntutan yang dibacakan sebelum vonis Jaksa Penuntut Umum menuntut pengadilan mengembalikan keempat terdakwa ke orang tuanya dangan pengawasan penuh dari majelis hakim. Atas vonis itu, Koordinator Surabaya Children Crisis Center (SCCC) Plan Surabaya Indonesia, Nonot Soeryono mengatakan seharusnya vonis itu terlebih dahulu didahului oleh pembatalan dakwaan. Karena dalam persidangan, pihak jaksa penuntut umum tidak bisa membuktikan bahwa kejadian itu memang benar-benar terjadi. "Harusnya dakwaan itu dibatalkan, dan keempat terdakwa dibebaskan sepenuhnya, karena semua tidak terbukti," katanya. Kalau pembatalan dakwaan itu tidak dilakukan, Nonot khawatir empat terdakwa anak-anak itu akan mengalami trauma atas proses pengadilan dari perlakukan yang tidak dilakukannya. Proses rehabilitasi atas itu, sangat lama dan memunculkan traumatik atas terdakwa, pada itu yang diinginkan pengadilan," katanya pada The Post. Karena itu, Surabaya Children Crisis Center (SCCC) mengaku masih pikir-pikir atas vonis itu. Suratman dari Chindren In Need Special Protection (CNSP) Project Officer PLAN Surabaya Indonesia mengatakan, meskipun vonis bebas itu tergolong ringan, namun prespektif pengadilan itu pantas untuk ditentang. Karena pengadilan itu tidak memiliki prespektif anak. Seharusnya, anak tetap harus diprioritaskan dan dibela dalam kasus anak. "Kalau statusnya anak-anak, maka negara harusnya meminta pertanggungjawaban pada orang tua, kalau orang tua dianggap tidak mampu membina, maka dia yang harus bertanggungjawab," katanya.

No comments:

Post a Comment