13 July 2006

Majelis Hakim Abaikan Permohonan Penangguhan Penahanan

Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Trenggalek yang mengadili kasus perkosaan siswa SDN Gandusari II Trenggalek, Jawa Timur dengan terdakwa empat anak dari sekolah yang sama, mengabaikan permohonan penangguhan penahanan yang diajukan orang tua keempat terdakwa. Akibatnya, hingga saat ini keempat terdakwa berusia 11 tahun itu masih ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Trenggalek, satu area dengan narapidana dewasa.

Hal itu terungkap dalam persidangan Kamis (13/07) ini di PN Trenggalek. Dalam persidangan yang berlangsung tertutup itu, Majelis Hakim yang dipimpin oleh Lilik Nuraeni menyatakan belum mengambil keputusan soal permohonan penangguhan penahanan orang tua keempat terdakwa itu. "Sampai hari ini (Kamis-RED) Majelis Hakim belum memutuskan untuk mengabulkan atau menyetujui permohonan penangguhan," kata salah satu Anggota Majelis Hakim, Didi Ismiatun usai persidangan tanpa menyebutkan alasan yang pasti.

Sejak kasus perkosaan yang didakwakan kepada empat bocah SDN Gandusari II Trenggalek ini bergulir, keempat terdakwa sudah ditahan di LP Trenggalek. Penahanan atas perintah Kejaksaan Negeri itu berdasar pada pasal 44 UU no.3 tahun 97 tentang Pengadilan Anak. Awalnya, kejaksaan hanya akan menahan mereka mulai 20 Mei hingga 30 Juni lalu. Namun ketika masa penahanan Kejaksaan sudah berakhir, proses menahanan diperpanjang atas permintaan Hakim yang mengadili kasus itu, mulai 30 Juni hingga berakhir Jumat 14 Juli ini. Hampir pasti, Setelah Jumat ini, penahanan akan diperpanjang.

Majelis Hakim berdalih, penahanan perlu dilakukan agar terdakwa tidak mengganggu proses persidangan yang akan berlangsung selama 45 hari. LP Trenggalek dipilih karena selama ini Kabupaten Trenggalek tidak memiliki LP khusus anak. Di LP Trenggalek, sel keempat terdakwa dipisah dari narapidana dewasa yang lain. Hal itu dipandang lebih efisien, dari pada menempatkan keempat terdakwa di Kabupaten Blitar, daerah terdekat yang memiliki LP khusus anak.

Penasehat Hukum keempat terdakwa dari Surabaya Children Crisis Center (SCCC) Nonot Soeryono yang bersama Hari Supriadi mendampingi terdakwa di persidangan Kamis ini menilai, keputusan untuk tetap menahan keempat terdakwa dan pengabaian permohonan penangguhan penahanan itu, jelas melanggar berbagai aturan tentang anak. Seperti UU no.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, UU No.12 tahun 1996 tentang Penempatan Narapidana Wanita dan Anak Didik Pemasyarakatan serta Konvensi PBB soal Hak Anak yang sudah diratifikasi Pemerintah Indonesia.

"Terdakwa ini masuk dalam kategori children need a special protection, karena itu penanganannya harus berprespektif melindungi anak-anak," kata Nonot. Dengan menempatkan anak-anak satu area dengan narapidana dewasa, masa depan terdakwa anak-anak pun tidak akan jauh dunia kriminalitas.

Apalagi, dalam aturan perundangan sudah diatur mekanisme hukum penangguhan penahanan yang diajukan oleh orang tua. "Tapi hal itu malah belum diputuskan oleh Majelis Hakim," kata Nonot. Karena itu, Nonot dan Tim SCCC akan menempuh jalur lain untuk segera mengeluarkan anak-anak dari LP Trenggalek.

Pengabaian permohonan penanggugan penahanan atas keempat terdakwa yang masih anak-anak itu juga mengecewakan PRY, 47 orang tua salah satu terdakwa, PTT, 11. "Jelas saya sangat kecewa, mengingat bagaimana tindakan yang dirasakan anak saya sejak pertama kali kasus ini bergulir," kata PRY usai menyaksikan persidangan anaknya. PRY menceritakan, sejak awal anak keduanya ini merasakan perlakukan kasar dari kepolisian.

Seperti pemeriksaan yang dilakukan dalam waktu berjam-jam tanpa didampingi pengacara. Informasi yang diterima The Post, dalam penyidikan itu polisi melakukan bentakan dan ancaman kepada keempat anak itu untuk mengakui semua perbuatan yang dituduhnya.

"Hal yang sama juga terjadi di Kejaksaan, anak saya sampai menangis karena takut dipenjara, meskipun akhirnya tetap mau setelah dibujuk penahanan hanya akan berlangsung selama 10 hari," kenang PRY. Kini, setelah permohonan penangguhan penahanan diabaikan, PRY dan orang tua keempat terdakwa lain berupaya memohon bantuan Kepala Bagian Hukum Pemerintah Propinsi Jawa Timur melalui surat.

Selain itu, PRY juga akan memenuhi semua keinginan sang anak, agar merasa tidak tertekan di LP Trenggalek. "Selama ini saya sudah membawa gitar dan bola sepak, agar anak saya tetap bisa bermain meski ada di dalam penjara," katanya.***

No comments:

Post a Comment