Iddaily Mobile | Dari Anda Untuk Publik
Youtube Pilihan Iddaily: Pramoedya Ananta Toer
       

12 Maret 2010

[ Cerita Pendek ] Ibu

Senja Madinah | Bagian I

Di sinilah aku sekarang. Di pantai sebelah selatan, koordinat 0º5' Lintang Utara dan 104º27' Bujur Timur. Tanjung Pinang. Kota pelabuhan yang terletak di pulau Bintan, kepulauan Riau. Di temani rintik hujan yang turun satu-satu. Di langit, awan begitu pekat, berwarna kelabu. Hampir hitam. Meskipun tak mengurangi kecantikan kota ini.

Kota yang elok. Seharusnya aku bisa menikmati kota yang memiliki pesona eksotis ini. Dengan bahasa yang unik, bahasa Melayu yang masih tergolong klasik. Sedikit aneh terdengar di telinga. Namun memiliki daya tarik tersendiri.

Tapi, itu seharusnya. Karena pada kenyataannya, aku justru ikut menangis, seperti langit itu. Aku baru saja lari. Lari dari, aduh! Akan sangat panjang kalau diceritakan. Karena aku telah melakukan pelarian empat kali!

Pelarian ketiga ke Surabaya. Aku lari ke ibu kota propinsi, untuk menemui Yaris, lelakiku. Dia sakit. Jantung. Dan saat itu sedang dirawat di RSUD dr Soetomo. Kedatanganku ternyata hanya untuk menyambut kematiannya. Mengantarnya ke peristirahatan terakhir. Hatiku luruh bersama tanah yang menutup jasadnya.

Ya, pelarian keduaku karena pacar yang ku kenal melalui teman main karibku. Tapi, tak pernah mendapatkan restu dari orang tuaku. Dari Bapak tiriku, tepatnya. Di depan ibu, dia selalu mencibir, pergaulan di luar sangat tidak baik untuk perawan sepertiku. Aku hanya bisa menelan ludah. Karena kalau saja aku punya sedikit keberanian, pasti ludah itu ku cipratkan ke mukanya.

Aku tak pernah percaya padanya. Pada laki-laki ketiga yang mengisi hidup ibu. Aku tak pernah percaya, karena lelaki yang tak sudi ku panggil bapak itu, pernah mencoba mengangkangi ku, saat ibuku sedang menstruasi. Atau saat ibuku sedang pergi ke pasar untuk berdagang ikan.

Karena itu, aku tak pernah betah tinggal di rumah. Sebab di tempat itu, aku seperti berada di sebuah ngarai di lereng tebing dengan dinding-dinding terjal yang menjulang menembus tajuk terburai menjadi jarum, sirip, serta menara. Bak tsingy di Madagaskar. Hingga aku nyaris tak mungkin memanjat dinding-dinding runcing itu.

Tapi, aku tak pernah bisa meninggalkan rumah itu. Atau setidaknya, tidak bisa jauh dari rumah itu. Sebab bapak tiriku acap kali memukul ibu dengan alasan yang tak jelas. Sialnya, ibu selalu marah jika aku mengangkat pisau atau timba untuk ku lempar kepadanya. Seperti malam itu, ketika bapak memukulinya karena kepergok mengobrol dengan Suami kedua ibu. Aku yang tak tahan dengan perlakukan bapak melemparnya dengan timba berisi penuh cucian.

“Nyapo koen nduk? Menengo, ojo melu-melu urusane wong tua! (Ngapain kamu nak? Diamlah, tak usah ikut urusan orang tua!)” Katanya sambil balik memukulku, dan mengusirku.

Ah, aku tak pernah mengerti tentang cinta yang sedang bersemi dan mereka bangun itu. Cinta yang begitu banyak kemarahan di dalamnya. Begitu banyak cemburu. Bahkan, ibu tak jarang ke orang pintar meminta syarat agar bapak tak melirik ke perempuan lain. Banyak uang yang terbuang sia-sia pada kyai atau orang pintar sebangsa dukun itu. Padahal kami bukan orang berkecukupan. Hmm,… Aku jadi begidik sendiri, kalau saja ibu tahu orang yang begitu dipujanya itu pernah mencoba memerawaniku.

Sepulang dari Surabaya, aku mendapati tulang pipi ibuku lebam. Belum lagi lengan dan mungkin di beberapa bagian yang terselip di balik daster yang dikenakannya. Dia pasti dipukuli karena kenekatanku kabur melalui jendela kamar atas, tempat anak kost. Ia terkejut melihatku. Buru-buru mencari celah, untuk menyembunyikanku. Tapi terlambat.

“Ngapain kamu pulang, anak binal? Sudah ketemu dengan kontol Surabaya itu? Kenapa tidak sekalian ngecer di gang Dolly?” Suaranya kasar, menukik-nukik di telinga. Membuatku geram. Lebih geram lagi, karena usahaku untuk menjaga keperempuananku diejek begitu hina bahkan oleh orang yang pernah ingin merenggutnya.

Belum sempat aku menoleh untuk membalas umpatan, kedua tangannya ku rasa menjambak rambutku yang keriting. Jambakan itu dihentakkan ke belakang, hingga membuatku terjengkang. Dari arah depan, ku lihat ibu berusaha meraih kaki laki-laki itu. Memohon-mohon agar tak lagi memukulku. Hidungnya menyentuh jempol kaki bapak. Air matanya bercucuran, seiring suaranya yang parau merintih.

“Sudah, tak perlu membela anak tak tahu diuntung ini. dieman, ora ngerti (disayang kok nggak ngerti)!” Tukasnya sambil berusaha melepaskan kakinya dari cengkraman ibu.

“Mas, wes to mas,… isin dirungoke tonggo, (mas, sudahlah mas, malu didengar tentangga)” Suara sengau ibu termakan isak tangisnya. Ku lihat para tetangga mulai berdatangan melihat dari ujung pintu yang menganga.

“Awakmu mbelani? Mbelani bocah ra kena dieman iki? (kau membelanya? Membela anak yang tidak tahu diuntung ini?)” Satu tangan terlepas dari kepalaku. Sedikit lega, merasakan aliran darah sedikit normal. Tapi ternyata, tangan kanan itu justru mengambil rotan dan mengayuhkannya ke tubuh ibu. Rasa sakit di hatiku lebih meleleh daripada kepalaku yang mulai berdenyut-denyut.

Aku berusaha meraih botol topi miring yang terletak di sudut ruang tamu. Tarikan tangannya yang berusaha memburu ibu menguntungkan posisiku. Selain luput dari pandangannya, tarikan itu membuatku bisa berdiri. Saat itulah ku arahkan botol kosong itu ke tengkuknya, sekuat tenaga. tetesan darah mengucur dari tempat bersembunyinya otak kecil.

Aku terkesiap. Ia menolehku. Sedikit meringis, sebelum akhirnya amarah itu kembali memenuhi matanya yang semakin membesar dan memerah. (bersambung)

*Ibu Bagian II, klik di sini.

*Ibu Bagian III, klik di sini.


| republish | Please Send Email to: [email protected] |

Shutter Island, Tegang, Rumit, tapi Asyik

Jojo Raharjo

Leonardo di Caprio is back. Itulah topik rubrik film ID Daily kali ini membahas lakon aktor ganteng itu yang kembali berduet dengan sutradara Martin Scorsese. Saat ini, Shutter Island” masih tayang di gedung-gedung bioskop di Jakarta maupun kota besar lainnya.

Shutter Island mengambil setting seorang pria yang diduga menghabisi isteri dan ketiga anaknya, diadaptasi dari novel tahun 2003 dengan judul sama karangan Dennis Lehane. Film ini menampilkan kisah Teddy Daniels yang diperankan oleh Leo Di Caprio dan partnernya Chuck Aule yang dimainkan Mark Ruffalo. Dua anggota U.S. Marshal itu menyelidiki hilangnya seorang pembunuh, Pada 1954, setelah kabur dari rumah sakit dan diduga bersembunyi di sebuah pulau terpencil. Mereka mengalami masalah ketika angin topan menghantam tempat itu dan kemudian terjebak dalam kerusuhan yang dilakukan oleh para narapidana.

Film ini cukup menegangkan dan bisa membuat kamu tidak berkedip dari awal sampai akhir. Hanya saja, memang butuh ketelitian dan kecermatan untuk memahami alur ceritanya yang berliku. Sebagaimana duet Leo dan sutradara Martin Scorsese sebelumnya, Shutter Island juga diharapkan meraup sukses.

Shutter Island merupakan film keempat hasil kolaborasi sutradara Martin Scorsese dan artis Leonardo Di Caprio yang sukses meluncur mulus ke puncak box office Maret ini. Sebelumnya, Martin dan Leo sudah merilis Gangs of New York, The Aviator , dan The Departed. Film-film itu pun sukses secara prestasi maupun komersil. “Shutter Island", film yang dirilis Paramount untuk musim gugur sampai musim dingin ini, memuncaki tangga film Amerika Serikat dengan meraih keuntungan 40,2 juta dollar AS.

Setelah pemutaran perdana Shutter Island di Djakarta Theater beberapa waktu lalu, saya berbincang dengan Muti Siahaan, pengamat film yang juga wartawati majalah Kawanku Muti mengakui, butuh konsentrasi tersendiri untuk mengikuti alur cerita film Shutter Island. “Ceritanya seperti main game ya. Tergantung otak kita menginterpretasikannya seperti apa, ya itulah yang terjadi. Seperti tokoh utama yang diperankan Leo ini, sebenarnya dia punya pikiran dan dunia sendiri yang berbeda dengan dunia yang dilihat orang lain,” kata Muti.

Muti Siahaan mengakui, kekompakan antara sutradara dan seorang aktor utama memegang kunci sukses film ini. ”Mungkin karena mereka pernah bekerjasama beberapa kali jadi klik nya ketemu. Leo pun jadi tahu bagaimana karakter yang diinginkan Martin Scorsese, yang memang terkenal kuat kalau bikin karakter,” ungkapnya.

Itulah, kisah film “Shutter Island”.yang menyadarkan kita betapa pentingnya keluarga dan kasih sayang di antara hidup yang kadang terasa begitu keras. Masih penasaran? Tonton saja langsung filmnya di bioskop kesayangan kamu.

| republish | Please Send Email to: [email protected] |

Langkah Andi-Velix Temui Megawati

Press Release

Langkah politik dua staf khusus presiden.

Dua staf khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yakni, Staf Khusus Bidang Bencana Alam dan Bantuan Sosial Andi Arief dan Staf Khusus Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah Velix Wanggai, berencana menemui Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.

Rencana pertemuan itu digagas untuk memberi paparan tentang berbagai kasus dugaan kejahatan yang dilakukan sejumlah pihak terkait L/C fiktif atau bodong di Bank Century.

"Ibu Megawati adalah tokoh yang selalu mengedepankan supremasi hukum. Karena itu, kami ingin memaparkan apa yang terjadi terkait dengan dugaan kejahatan perbankan yang dilakukan sejumlah orang di Bank Century, khususnya terkait masalah LC bodong," ujarnya Ak Supriyanto, Asisten Staf Khusus Presiden.

Supriyanto menuturkan, Andi Arief dan Velix Wanggai masih berkomunikasi dengan tokoh-tokoh PDI Perjuangan, untuk mencari momen terbaik untuk pertemuan tersebut. Sebab, saat ini Ibu Mega masih sibuk menghadiri berbagai konferensi daerah menjelang Kongres PDI Perjuangan di Bali.

“Rencana pertemuan sama sekali tidak dimaksudkan untuk mempolitisasi isu Century, dan tidak ada agenda lain kecuali memaparkan kasus-kasus dugaan kejahatan L/C bodong yang terjadi di Bank Century. Sehingga, Ibu Mega mendapatkan perimbangan informasi dalam kaitan kasus Bank Century," katanya.

| republish | Please Send Email to: [email protected] |

11 Maret 2010

Ketua SP Suara Pembaruan Menang di PHI.

Press Release

Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta memutuskan kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) PT Media Interaksi Utama terhadap Ketua Serikat Pekerja Suara Pembaruan, Budi Laksono, tidak sah dan batal demi hukum.

Hubungan kerja antara PT MIU dengan Budi Laksono dinyatakan belum putus, sehingga yang bersangkutan harus dipekerjakan kembali seperti semula sebagai wartawan Pembaruan.

“Tindakan PHK tidak sah secara hukum,” ungkap Ketua Majelis Hakim Sapawi SH didampingi dua hakim anggota dalam putusan yang dibacakan dalam persidangan di Jakarta, Kamis (11/3).

Sapawi menyebutkan, PHK yang diajukan bertentangan dengan Pasal 168 Ayat (1) Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Ia menilai, undangan pertemuan yang dilayangkan oleh PT MIU dan dihadiri oleh Budi Laksono pada 24 Februari 2009 tidak dapat dikatakan sebagai pelaksanaan Pasal 168 Ayat (1) UU No.13 Tahun 2003. Sebab, pada waktu yang bersamaan, PT MIU justru memberikan surat PHK yang telah dipersiapkan sejak 23 Februari 2009.

“Pertemuan tanggal 24 Februari baru bisa disebut sebagai pelaksanaan Pasal 168 Ayat (1) UU No.13 Tahun 2003 apabila pada saat itu tergugat rekonvensi (PT MIU) memerintahkan penggugat rekonvensi (Budi Laksono) untuk bekerja sebagaimana mestinya,” ungkap Sapawi.

Mengingat tindakan PHK tidak sah secara hukum, maka mengacu Pasal 151 Ayat (3) jo Pasal 155 Ayat (1) UU No.13 Tahun 2003, surat PHK No.01/Kpts/Dir/SDM/PHK/MIU/09 Tanggal 23 Februari 2009 dinyatakan batal demi hukum. Atas keputusan ini, Majelis Hakim menghukum PT MIU agar mempekerjakan kembali Budi Laksono sebagai wartawan.

“Hubungan kerja antara penggugat (Budi Laksono) dan tergugat (PT MIU) belum putus. Maka, PT MIU harus memanggil dan mempekerjakan kembali Budi Laksono seperti semula sebagai wartawan Suara Pembaruan,” tegas Sapawi.

Selain itu, Majelis Hakim juga menghukum PT MIU agar membayar gaji Budi Laksono sejak bulan Maret 2009 disertai membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 200.000 per hari terhitung sejak putusan berkekuatan hukum tetap.

“Upah penggugat (Budi Laksono) harus dibayar sejak bulan Maret 2009 sampai keputusan ini berkekuatan hukum tetap. PT MIU juga harus membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 200.000 per hari untuk setiap kelalaiannya sejak keputusan hukum tersebut berkekuatan hukum tetap,” kata Sapawi menandaskan.

Ketua Divisi Litigasi Lembaga Bantuan Hukum Pers, Sholeh Ali, sebagai kuasa hokum Budi menyambut baik putusan Majelis Hakim. Ia juga berharap putusan ini dapat menjadi pelajaran bagi perusahaan media massa agar tidak sewenang-wenang memecat karyawannya. “Apalagi karyawan tersebut aktif di Serikat Pekerja,” kata Ali.

Menanggapi putusan Majelis Hakim, Budi Laksono mengaku lega. Selama ini, pimpinan PT MIU selalu sesumbar bahwa perusahaan tidak bisa dikalahkan karena memiliki banyak uang. “Ternyata masih ada keadilan di negeri ini yang tidak bisa dibeli. Putusan ini mematahkan arogansi perusahaan,” ujar Budi.

Demonstrasi Sekar Kembali Mekar,..

Sekar Indosiar Bergerak

Serikat Karyawan (Sekar) Indosiar menggelar demonstrasi di depan kantor Indosiar di Jl. Daan Mogot Jakarta, Kamis (11/03) ini. Dalam demonstrasi yang sempat dibayang-bayangi oleh kehadiran beberapa orang berwajah sangar itu tidak menciutkan niatan aktivis Sekar Indosiar. Apalagi, dengan hadirnya Anggota Komisi IX DPR yang dimotori oleh Ribka Tjiptaning yang melakukan dialog dengan manajemen Indosiar. Sayangnya, manajemen tetap tidak terbuka hatinya. Untuk itu, hanya satu kata: lawan!

Demonstrasi Sekar Indosiar digelar di depan kantor Indosiar di Daan Mogot Jakarta.

| republish | Please Send Email to: [email protected] |

09 Maret 2010

LBH Pers Ajukan Somasi Terbuka pada Indosiar

Press Release

LBH Pers melayangkan somasi terbuka kepada PT. Indosiar Visual Mandiri atas dugaan anti serikat yang dilakukan. Salah satunya, dengan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK), memberhentikan sementara dengan dan atau mengintimidasi serta melakukan kampanye anti kegiatan Serikat dan atau menghalang-halangi kegiatan atau bergabung serikat pekerja/serikat buruh di PT Indosiar Visual Mandiri terhadap anggota kepada pengurus Sekar Indosiar.

Sekar Indosiar melalui ketuanya, Dicky Irawan telah melihat keberlangsungan sistim pemberian hak-hak normatif karyawan seperti pengupahan, pengangkatan karyawan dan status pekerjaan. Juga koperasi yang masih di bawah standar aturan yang berlaku. Karena itu, selaku ketua serikat bersama anggota serikat yang tergabung dalam Sekar Indosiar melakukan negosiasi dan menyampaikan aspirasinya dengan pertemuan dengan manajemen , serta dan melakukan aksi damai.

Sekar juga melakukan aksi damai menuntut agar pihak managemen dan pimpinan Indosiar menaikkan upah terhadap karyawan dan hak-hak lainnya. Aksi tersebut diminta kebeberapa institusi untuk menjadi mediator, termasuk menteri Ketenagakerjaan (Depnaker) dan pihak kepolisian serta DPR RI guna mencari titik temu. Perampasan formulir saat pekerja mendaftar menjadi anggota serikat (Sekar Indosiar) oleh manajemen Indosiar juga adalah bentuk perbuatan nyata hanya untuk melemahkan solidaritas antar Serikat, sehingga upaya Serikat Pekerja yang sedang berjuang mempertahankan haknya tidak tercapai dan nyatanya telah melumpuhkan keberadaan Serikat Pekerja Indosiar.

LBH Pers meminta dengan somasi terbuka ini agar pihak manajemen PT. Indosiar untuk segera menghentikan seluruh tindakan menghalang-halangi, melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan, atau melakukan mutasi, mengintimidasi serta melakukan kampanye anti pembentukan serikat pekerja/serikat buruh, dan perbuatan anti serikat lain terhadap anggota Sekar.

Somasi ini kami buat bersifat terbuka kepada para pihak untuk peduli terhadap keadaan ketenaga kerjaan di PT. Indosiar yang penuh dengan pelanggaran apalagi pelanggaran atas hak normatif yang dimiliki oleh karyawan, khususnya karyawan PT. Indosiar dan khususnya lagi karyawan yang menjadi anggota dan pengurus Serikat Pekerja Sekar Indosiar.

Dengan somasi ini terhitung 3 hari sejak ditandatanganinya surat somasi (peringatan keras) agar mencabut surat skorsing terhadap seluruh pengurus Serikat pekerja Sekar Indosiar, dan mempekerjakan kembali seperti semula dengan menerima hak dan yang biasa diberikan kepada pengurus tersebut. Sekar juga meminta Indosiar meminta maaf kepada klien kami secara terbuka.

”Kami sebagai Direktur Utama PT. Indosiar Mandiri untuk atas nama jajaran managemen PT. Indosiar Visual Mandiri dengan resmi meminta maaf atas kesalahan kami terhadap Semua pengurus dan anggota Serikat Pekerja SEKAR Indosiar. Kami berjanji tidak akan mengulangi perbuatan serupa yang tergolong perbuatan anti serikat (union busting), dan akan menghargai hak karyawan berserikat”

| republish | Please Send Email to: [email protected] |