23 June 2009

Greenpeace Melawan Nuklir Dengan Lembaran Komik

Iman D. Nugroho

Zzzaappp!
Sebuah reaksi dahsyat terjadi. Dua mesin waktu yang ada di depan Profesor Bayu pun memendarkan sinar terang menyilaukan. Sejurus kemudian, kedua mesin waktu berbentuk kapsul itu pun lenyap. Sementara di tempat yang sama namun pada waktu yang berbeda, Profesor Surya menerima sinyal aneh. Zzaaap!! Dua cahaya memendar mengawali datangnya dua kapsul mesin waktu itu. Asap mengepul, ketika pintu di kedua kapsul itu terbuka. "Selamat datang di tahun 2009," kata Profesor Surya pada Hidam dan Jaumai.


Adegan perjalanan menembus waktu Hidam dan Jaumai itu mengawali petualangan dua remaja dari masa depan dalam komik berjudul Nuclear Meltdown Pesan Dari Kegelapan. Diceritakan, jaman di mana Hidam dan Jumai- dua tokoh utama dalam komik- hidup merupakan jaman saat Indonesia porak poranda akibat dihajar ledakan reaktor-reaktor nuklir. Kedatangan mereka kembali ke Indonesia pada tahun 2009 adalah upaya menyelamatkan negeri ini dari kehancuran akibat nuklir. “Kalian tidak sekedar piknik ke bumi yang masih indah, tapi juga punya misi menjaga keindahan itu,” kata Profesor Bayu, salah satu karakter di komik itu.

Seperti judulnya, Komik Nuclear Meltdown Pesan Dari Kegelapan bercerita tentang nuklir. Komik ini adalah salah satu bentuk perlawanan kelompok kontra pembangunan reaktor nuklir yang diprakarsai NGO lingkungan Greenpeace dan Muria Institute. Dua NGO yang sejak awal menentang pembangunan reaktor nuklir ini ingin meningkatkan kesadaran resiko bahaya kemanusiaan, lingkungan dan ekonomi dari pengembangan nuklir melalui media komik. Di Indonesia, rencananya reaktor nuklir dalam Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) akan dibangun di Jawa Tengah.

Mengapa komik? Juru kampanye Nuklir regional Asia Tenggara Tessa de Ryck mengatakan komik adalah salah satu langkah untuk mempopulerkan isu-isu anti nuklir pada generasi muda. Diharapkan, generasi muda yang membaca komik ini akan memahami pentingnya menolak kehadiran nuklir di Indonesia. Utamanya, anak muda di Jawa Tengah dan Pulau Madura, dua tempat yang rencananya akan dibangun PLTN. “Anak muda Indonesia lebih pintar dari yang dikira para pelaku industri nuklir,” jelas Tessa. Anak muda di masa depan jugalah yang menjadi penentu dibangun atau tidaknya PLTN.

Dalam komik setebal 22 halaman dan bisa didownload secara gratis di www.greenpeace.or.id/komiknuklir itu secara garis besar berisi perbandingan kondisi Indonesia setelah dan sebelum menggunakan reaktor nuklir. Indonesia yang indah dengan alam yang asri, menjadi hancur karena keputusan Badan Nasional untuk Pemakaian Tenaga Atom Indonesia (Banaspati) membangun reaktor nuklir. Padahal, Indonesia masih memiliki pilihan untuk mengembangkan sumber energi lain yang lebih ramah lingkungan. Seperti energi geothermal, energi angin, energi matahari dan mikro hidro.

Greenpeace memandang penting kampanye anti nuklir untuk dilakukan terus menerus, mengingat sosialisasi “keliru” soal nuklir dari pihak pro nuklir juga terus terjadi sampai saat ini. Para pihak pro nuklir selalu mengatakan bahwa nuklir adalah hal yang aman. Padahal tidak seperti itu. Contoh yang paling mudah bisa dilihat dalam kasus kecelakaan Chernobyl Rusia. Dua tahun lalu, pada tahun 2007, sebuah PLTN di Kashiwazaki-Kariwa, Jepang juga mengalami kecelakaan dan terbakar. “Langkah pembohongan (mistifikasi) informasi itu juga yang terjadi dalam rencana pembangunan PLTN di Gunung Muria, Jawa Tengah,” tulis Nuruddin Amin pendiri Muria Institute, Jepara dalam kata pengantar di komik itu.

Marto, penulis cerita dalam komik ini mengemas sesederhana mungkin “isu berat” ini ke dalam “isu sederhana” dan mudah dicerna remaja. Dan itu bukan hal yang mudah, mengingat begitu banyaknya hal yang harus dijelaskan. “Karena itu, saya menyampaikan tiga bentuk komik kepada Greenpeace, dan mereka memilih karakter Hidam dan Jaumai,” kata Marto pada The Jakarta Post. Untuk menciptakan karakter komik yang kental dengan nuansa komik gaya Amerika ini, Marto mempercayakan kepada dua komikus Imbong Hadisoebroto dan Gerry Obadiah Salam.

Komikus Beng Rahardian justru mengingatkan beberapa hal tentang menjadikannya komik sebagai sarana sosialisasi sebuah isu. Dalam komik, perlu juga dilihat kelengkapan content agar tidak memunculkan salah persepsi dari pembaca. Beng mencatat, di Indonesia pernah muncul dua persoalan pelik yang disebabkan oleh komik. Yakni komik persoalan konflik di Kalimantan antara Suku Dayak dan Suku Madura dan komik hukum adat. “Karena penjelasan di kedua komik itu tidak tuntas, mana justru persoalan baru muncul,” kata Beng Rahardian pada The Jakarta Post.

Untuk itu, Beng mengusulkan Greenpeace dan Muria Institute untuk tidak hanya membuat komik, melainkan juga melakukan riset pasca komik disebarkan di masyatakan. “Apakah masyarakat justru lebih paham akan tema yang diusung di komik itu, ataukah tidak,” kata pendiri sekolah Komik Akademi Samali, Jakarta ini. Khusus untuk Nuclear Meltdown Pesan Dari Kegelapan, Beng melihat unsur “drama” yang kurang dimunculkan. “Kalau dramanya dikuatkan, mungkin akan lebih baik,” katanya.

Hal itu juga yang dirasakan Lieke Annisa, siswa SMA Negeri 112 Jakarta. Gadis yang hadir dalam peluncuran komik Nuclear Meltdown Pesan Dari Kegelapan di Komunitas Salihara, Jakarta ini mengatakan dirinya merasakan ada yang belum tuntas di komik itu. Terutama pada ending cerita yang menurut Lieke, masih menggantung. “Coba dibaca deh, dalam komik ini endingnya nggak enak banget,” katanya. Meski demikian, gadis berkacamata ini mengaku mendapatkan banyak informasi tentang nuklir di komik ini. “Pokoknya, nuklir berbahaya deh untuk masa depan kita,” katanya mengutip kata karekter Hidam dan Jumai.

No comments:

Post a Comment