10 April 2008

Perlawanan Nelayan Pancer (Bagian ke-4)

Iman D. Nugroho

Pencemaran di laut itu juga yang membuat masyarakat sekitar lokasi penambangan emas bersepakat untuk melawan aktivitas penambangan. Dimotori oleh penduduk Dusun Pancer, yang mayoritas adalah nelayan tradisional, perlawanan itu diawali dengan upaya mengirim surat keberatan kepada Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dan DPRD Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2007. Namun, hal itu tidak berefek apa-apa. Rencana penambangan pun terus dilakukan hingga masuk ke tahap eksplorasi pada tahun 2008. “Kami tidak tahu, apa yang salah dengan surat itu, yang pasti surat itu diabaikan,” kata Mudasar, Kepala Dusun Pancer pada The Post.


Puncaknya adalah Selasa (08/04/08) kemarin, ketika kemarahan warga Pancer tidak bisa lagi dibendung. Warga yang mendengar akan adanya kunjungan perwakilan Pemerintah Provinsi Jawa Timur ke Pantai Pancer, memblokade jalan. Tuntutan mereka hanya satu, yakni kemauan pemerintah untuk mendengar aspirasi mereka. “Kami tidak pernah minta macam-macam, tolong dengarkan aspirasi kami,” ungkap Mudasar yang pada tahun 1994 menjadi korban gelombang tsunami di Banyuwangi ini.

Mudasar menceritakan, beberapa minggu sebelum eksplorasi akan dilakukan, perwakilan PT. IMN menggelar petemuan dengan perwakilan warga. Dalam pertemuan itu, PT. IMN meminta izin akan melakukan kegiatan pertambangan di Gunung Tumpang Pitu dan Pulau Merah. “Saat itu mereka menjanjikan, proses penambangan akan dilakukan secara tertutup, dan limbahnya akan dikelola sehingga tidak mencemari laut,” kata Mudasar.

Bahkan, PT. IMN juga akan membangun masjid, jalan dan rumah sakit yang Dusun Pancer sebagai bukti keberpihakan perusahaan kepada masyarakat sekitar. Namun, semuanya seakan berbalik ketika masyarakat mengetahui pernambangan tertutup sudah lama tidak digunakan. “Bahkan melalui VCD yang dibawa oleh teman-teman LSM, kami mengetahui aktivitas penambangan bisa berdampak sangat buruk, tidak hanya bagi lingkungan, tapi juga bagi manusia, karena itu kami sepakat menolak,” katanya.

Meskipun perlawanan itu begitu keras, namun faktanya, penduduk Pancer tidak memiliki posisi tawar yang kuat. Mengingat tanah di Dusun Pancer berstatus tanah negara milik Kabupaten Banyuwangi. Artinya, negara berhak menggunakan tanah itu untuk kepentingan apapun. “Kami sadar bila posisi kami lemah, namun bukan berarti keberadaan warga Dusun Pancer diabaikan begitu saja kan,” katanya. Hal itu juga yang sepertinya membuat Pemerintah Kabupaten Banyuwangi mengabaikan aspirasi warga Dusun Pancer.

Mudasar mengingatkan, nelayan yang mencari ikan di Laut Selatan, khususnya di kawasan Pantai Pancer, bukan hanya nelayan Banyuwangi saja. Melainkan, nelayan daerah lain pun melakukan hal yang sama. “Ada ribuan nelayan yang mencari ikan di kawasan laut ini,” katanya. Mudasar tidak bisa membayangkan, bila akhirnya limbah penambangan akan mencemari laut dan membuat ikan-ikan di kawasan itu tercemari logam berat.

Jadi, apakah penambangan emas Banyuwangi masih bisa diteruskan?


No comments:

Post a Comment