27 April 2008

Istana Gebang Dijual Sayang, Tapi Diabaikan

Iman D. Nugroho

Rencana keluarga Proklamator RI Ir. Soekarno menjual Istana Gebang di Blitar, Jawa Timur, menuai reaksi. Bahkan, Presiden SBY pun secara khusus meminta Menpora Adyaksa Dault turun gunung untuk menyelesaikannya. Padahal sebelumnya, tidak ada secuil pun perhatian diberikan pemerintah kepada kediaman Soekarno semasa kecil itu.


Seminggu ini, Istana Gebang di Kota Blitar, Jawa Timur banyak dibicarakan. Bukan karena nilai sejarah yang melekat pada bangunan tempat Proklamator Ir. Soekarno dilahirkan itu, namun terpicu rencana keluarga besar Proklamator RI yang akan menjual bangunan dan tanah seluas 1,5 Ha di Jl. Sultan Agung 59 ini. "Saya memang bukan anak biologis Soekarno, tapi saya anak ideologis Soekarno, dan saya keberatan dengan rencana penjualan itu," kata Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) RI Adhyaksa Dault.

SEJARAH ISTANA GEBANG

Istana Gebang adalah sebutan untuk rumah tempat kelahiran Proklamator RI Ir.Soekarno 6 Juni 1901 di Blitar, Jawa Timur. Di rumah inilah, Raden Soekemi Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman Rai membesarkan Kusno Sosrodihardjo atau Soekarno hingga remaja. Sampai kemudian, tokoh yang akrab dipanggil Bung Karno itu pindah ke rumah Haji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto di Surabaya untuk sekolah di Hoogere Burger School (H.B.S.).

Sejak Bung Karno pergi, rumah itu didiami oleh Raden Soekemi Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman Rai, kakak perempuan Soekamini bersama suaminya Puguh. Beserta empat orang anaknya, Sukoyono, Soeyoso, Sukartini dan Hari. Hampir setiap ada waktu luang, Soekarno yang sudah menjadi tokoh nasional, mengunjungi keluarganya di Blitar. "Seperti yang tampak dalam foto ini, Bung Karno mengunjungi ibunya," kata Dhimas Aryo Putro, cicit Soekamini yang kini menjadi penjaga Istana Gebang. Dalam foto itu, Bung Karno berpose dengan ibunya Ida Ayu Nyoman Rai dan Soekamini.

Selama Bung Karno berkuasa menjadi presiden, Istana Gebang menjadi salah satu tempat konsolidasi politik. Sudah tidak terhitung, berapa kali pertemuan politik digelar di tempat ini. Selain itu, Balai Kesenian yang terletak di samping bangunan utama Istana Gebang menjadi tempat berkesenian warga sekitar. "Istana Gebang adalah rumah rakyat, semua orang bisa masuk ke sini," kata Dhimas.

Kondisi mulai berubah ketika iklim politik nasional memanas pada tahun 1965. dan memposisikan Bung Karno sebagai salah "tokoh kunci". Istana Gebang pun sepi. Hanya keluarga dan kerabat saja yang "berani" menginjakkan kaki di sana. Hingga akhirnya Bung Karno menutup mata diusia 69 tahun pada 21 Juni 1970. Istana Gebang hanya menjadi tempat wisata sejarah.

Waktu berjalan. Meski tidak lagi ada aktivitas politik, namun aura Istana Gebang belum hilang. Setiap Juni, selain Makam Soekarno, tempat ini menjadi salah satu lokasi perayaan Hari Ulang tahun (Haul) Soekarno. Aura politik itu juga yang membuat Islan, salah satu abdi dalem penjaga Istana Gebang terpilih menjadi Wakil Rakyat di DPRD Jawa Timur dari PDI Perjuangan pada Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif 2004.

RENCANA PENJUALAN

Rencana penjualan Istana Gebang mulai mencuat pertengahan April 2008 lalu. Ketika itu, sebuah situs internet memuat rencana keluarga menjual Istana Gebang. "Iklan di internet itu dibuat oleh salah satu cucu ibu Soekarmini," kata sumber The Post dari kalangan kerabat Bung Karno. Awalnya, berita itu hanya dianggap angin lalu, sampai akhirnya dua cucu Soekarmini, Retno Triani dan Bambang Sukaputra mengirim surat ke Walikota Blitar Djarot Syaiful Hidayat perihal penjualan Istana Gebang.

Mengapa Istana Gebang dijual? Sumber The Jakarta Post menyebutkan, penjualan Istana Gebang dipicu oleh beberapa hal. Diantaranya, tidak adanya kepeduian pemerintah atas bangunan sejarah itu. Sejak Istana Gebang dianggap memiliki nilai sejarah, baru tahun 2001 Pemerintah Kota Blitar mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Walikota tentang Istana Gebang sebagai Cagar Budaya. "Selama ini, Istana Gebang dianggap tidak ada, tidak pernah diurus oleh pemerintah," kata sumber The Post.

Tidak ada sepeser pun bantuan pemerintah kepada pemeliharaan Istana Gebang. Selama ini, uang pemeliharaan berasal dari dana sukarela pengunjung Istana Gebang. Setiap bulan, rata-rata uang yang didapat sebesar Rp.2 juta. Setelah dibagi masing-masing Rp.300 ribu pada abdi dalem, baru sisanya, Rp.800 ribu digunakan untuk membayar semua kebutuhan Istana Gebang.

"Uang hanya diberikan pemerintah ketika ada acara Haul Bung Karno, itupun uang kegiatan, bukan uang pemeliharaan," kata sumber The Post. Tak heran, bila Istana Gebang tidak terurus. Banyak kerusakan di sana-sini karena tidak adanya dana. Sebuah lukisan Bung Karno berukuran besar pun harus ditambal dengan isolasi karena sobek di beberapa bagian. Karena tidak adanya perhatian itu juga, Istana Gebang pun berubah menjadi lokasi berpacaran muda-mudi kasmaran dan mabuk-mabukan di malam hari.

Persoalan lain adalah adanya empat Abdi Dalem yang mendiami lokasi Istana Gebang. Abdi Dalem yang menurut sumber The Post tidak membawa "nilai lebih" bagi Istana Gebang itu cenderung membuat keluarga Soekarno sebagai pengelola terpaksa mengeluarkan biaya ekstra untuk membayar mereka. "Karena Istana Gebang dikelola dengan biaya pribadi, hal itu memberatkan, apalagi pemerintah tidak mengurusnya, muncul ide dari keluarga untuk menjual bangunan ini," kata sumber The Post.

PEMERINTAH TERSENGAT

Kabar penjualan Istana Gebang menyengat Pemerintah SBY di Jakarta. Apalagi, ketika sebuah media massa di Jakarta memberitakan rencana seorang pengusaha asal Malaysia siap membeli istana dengan sembilan ruangan itu dengan harga Rp. 50 miliar. Sumber The Post menyebutkan Presiden SBY sempat meminta Menpora Adhyaksa Dault untuk pergi menemui Walikota Blitar Djarot Syaiful Hidayat untuk menyerahkan surat keberatan atas penjualan Istana Gebang. Meski informasi itu dibantah Adhyaksa. "Tidak ada surat itu, saya belum berkomunikasi dengan Presiden SBY," kata Adhyaksa pada The Post.

Meski demikian, Adhyaksa menyatakan dirinya dan seluruh anak bangsa Indonesia memiliki perasaan yang sama, yakni keberatan atas rencana dijualnya Istana Gebang. Mantan Ketua KNPI ini berencana menggelar aksi penggalangan dana bersama artis sinetron. Dana yang terkumpul akan dibuat membeli Istana Gebang, dan kemudian menyerahkannya ke pemerintah untuk dikelola. "Hanya pemerintah yang berhak mengelola, karena nilai sejarah yang dimiliki Istana Gebang," katanya.

Walikota Blitar Djarot Syaiful HIdayat mengungkapkan, rencana penjualan Istana Gebang hanya disetujui oleh dua dari 11 cucu Soekarmini. Dua cucu yang dimaksud adalah Retno Triani dan Bambang Sukaputra. Keputusan Retno yang merupakan Dosen di Universitas Tujuh Belas Agustus (Untag) Jakarta dan Bambang yang dokter di Surabaya itu, menurut Djarot, hanya keputusan sepihak. "Saya sudah bertemu dengan cucu tertua (Satria Sukananda, anak dari Sukoyono), dan saya tahu, hal itu cuma keinginan dua orang saja," kata Jarot pada The Post.

Masyarakat Blitar, kata Djarot pun akan bersama-sama "menggagalkan" proses jual beli Istana Gebang dengan membentuk Yayasan Penyelamat Istana Gebang di Blitar. Rencananya, yayasan ini akan membuka rekening untuk sumbangan uang yang digunakan untuk membeli Istana Gebang. Tidak hanya itu, Djarot akan meminta Departemen Agraria untuk tidak mengeluarkan surat pengalihan kepemilikan Istana Gebang kepada siapapun.

No comments:

Post a Comment