29 March 2008

Jalur Money Politics Begitu Rapi dan Cerdas

Wawancara Dengan Operator Lapangan

Sama seperti Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) langsung, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) langsung pun membawa dampak yang luar biasa di masyarakat. Yakni anggapan bahwa saat itulah uang dibagi-bagi secara merata (akrab disebut money politics-RED). Ironisnya, justru masyarakat menunggu-nunggu kedatangan money politics itu.


Bagi masyarakat bawah, money politics itu adalah satu-satunya dampak riil yang dirasakan bila Pemilu, Pilpres, Pilkada atau pil-pil lainnya datang. Karena saat itulah, mesin politik tiap-tiap calon mendatangi masyarakat dengan "gaya" yang beragam, namun pesannya tetap sama. "Pilih calon saya ya!" kata sumber IDDaily yang tidak lain adalah salah satu operator lapangan di daerah Karesidenan Kediri, Jawa Timur dan sekitarnya. Dan masyarakat, baik yang sudah melek politik atau tidak, selalu merespon sama, mengangguk tanda mengiyakan.

Anggukan itu tentu saja ada harganya. Dalam Pemilu 2004 dan Pilpres, anggukan itu berharga Rp.10 ribu/suara. Atau, seharga satu paket sembako yang bila dirupiahkan kurang lebih memiliki nilai yang sama. "Masyarakat tinggal menunggu saja, pasti ada salah satu operator yang mendatangi mereka, dan ketika saat itu tiba, pasti semua permintaan diiyakan," kata sumber ini.

Siapa operator lapangan yang dimaksud? Sumber ID Daily menjelaskan, organ-organ partai, organisasi masyarakat (ormas) pendukung hingga perseorangan bisa tergabung menjadi operator lapangan. Masing-masing kelompok operator lapangan memiliki cara yang berbeda-beda. Yang paling efektif, adalah memanfaatkan jalur distribusi barang-barang dari toko ke toko. "Salesman, adalah jalur operator lapangan favorit, dengan menggunakan para sales, maka kantong-kantong keramaian bisa dengan mudah dibentuk," kata sumber ini.

Bahkan, jalur salesman terbukti lebih efektif dibandingkan dengan sosialisasi dengan baliho atau poster berukuran besar yang terpampang di sudut-sudut jalan. Masyarakat, kata sumber ini, malah muak dengan tokoh-tokoh yang terpajang fotonya di pinggir-pinggir jalan. Selain diabaikan, tokoh yang memajang gambarnya membuktikan bahwa tokoh yang dimaksud tidak "pede" bila rakyat sudah mengenalnya. "Dengan cara menggunakan salesman, maka ibu-ibu, anak muda yang berinteraksi di toko atau tempat keramaian, akan mendapat gambaran pasti tentang seorang calon yang maju dalam pilkada," katanya.

Bagaimana cara membangun salesman menjadi operator lapangan? Salah satu caranya dengan menggunakan bos-bos grosir yang memiliki salesman. Deal antara bos grosir dengan salah satu tim sukses, akan membuahkan "perintah" langsung kepada salesmannya, untuk sekaligus "menawarkan" kandidat yang bersangkutan. Saat ini, lokasi petemuan strategis untuk pada tim sukses adalah di lokasi-lokasi yang juga tempat berkumpul pada bos grosir.

Cara selanjutnya, dengan "kontra intelijen". Memang namanya tidak segarang itu, hanya saja, cara kerjanya memang mirip dengan pekerjaan "kontra intelijen". Menjadi operator lapangan dari dua kandidat. Cara ini paling rapi, efektif, rumit dan mahal. Kandidat yang ingin menggunakan cara "kontra intelijen" harus berani memasang "harga" lebih mahal dari harga kandidat lain (yang terlebih dulu sudah deal).

"Gapangnya begini, saya adalah operator lapangan untuk kandidat A, tugas saya membagikan sembako ke masyarakat, nah,..saat membagikan itu, saya katakan, ini sembako dari kandidat A, tapi nanti kalau coblosnya, kandidat B ya,...sembari menunjukkan foto kandidat B kepada orang yang bersangkutan," jelas sumber ID Daily. Biasanya, masyarakat akan menuruti untuk mencoblos kandidat B, tanpa menolak pemberian dari kandidat A. Keuntungannya jelas ada pada operator lapangan. Kerja sekali, untuk dua kandidat.

Satu hal patut dicermati adalah kerjasama dengan bandar toto gelap (togel). Kok? Karena memang seperti itu yang terjadi di lapangan. Seperti diketahui, togel adalah salah satu cara masyarakat untuk mendapatkan uang cash, meski secara ilegal. Nah, ketika pemilu, pilpres dan pilkada tiba, para bos togel akan berhenti beroperasi. Tujuannya, memberi kesempatan operator lapangan untuk dengan leluasa "memainkan" kebutuhan keuangan masyarakat lewat money politics. Lagi pula, masyarakat yang lagi banyak uang, bisa dipastikan akan acuh tak acuh pada togel. Ketika moment coblosan berlalu, saat itulah togel kembali beroperasi.

Jadi, masih menganggap pemilu, pilpres atau pilkada sebagai proses yang jujur, adil dan transparan?

No comments:

Post a Comment