Iddaily Mobile | Dari Anda Untuk Publik
Youtube Pilihan Iddaily: Pramoedya Ananta Toer
       

03 November 2010

Football Evangelist: Maksimalkan Maximu…

Jojo Raharjo

Mengawali catatan football evangelist hari ini, saya tak bisa mengelak untuk mengabarkan euphoria kemenangan Liverpool di Reebok Stadium, kandang Bolton Wanderers, Ahad malam kemarin.


Kemenangan itu menjadi catatan penting karena mengembalikan kepercayaan diri Liverpool yang sempat terperosok ke posisi dua dari dasar klasemen.

Kredit besar patut ditujukan kepada Maxi Rodriguez sang penceplos gol tunggal ke gawang Jussi Jaaskelainen di menit ke-86, saat pemain, pelatih, dan penonton pasrah menerima hasil imbang di laga pekan kesepuluh Liga Primer 2010/2011.

"Lovely ball from Lucas, brilliant backheel from Torres, good goal by Maxi…” teriakan komentator ESPN itu serasa memecahkan kebuntuan tengah malam. Sebuah kemenangan berarti, karena menjadi pemecah telur sebagai kemenangan tandang pertama Liverpool di Liga Inggris sepanjang 2010, dan yang pertama dalam 32 pertandingan Roy Hodgson, termasuk saat pelatih gaek masih membesut Fulham.

Maximiliano Rubén "Maxi" Rodríguez, kelahiran 2 Januari 1981, datang sebagai pemain Liverpool pada 13 Januari tahun ini. Tanpa ada biaya pembelian alias free transfer dari Atletico Madrid, klub Liga Spanyol yang dikapteninya semenjak Atleti ditinggal maskotnya yang terlebih dulu bergabung ke Anfield, Fernando Torres. Maxi pun menandatangani kontrak 3,5 tahun, dan mendapat nomer punggung 17, dengan tugas menyediakan pasokan bola sedap bagi kawannya selama dua musim di Vicente Calderon itu.

Lahir di Rosario, kota terbesar di provinsi Santa Fe, Argentina, Maxi punya nama panggilan ‘La Fiera’ atau “The Fierce”, kira-kira artinya binatang liar yang ganas. Empat tahun silam, di Piala Dunia 2006 Jerman, Maxi mencetak gol spektakuler yang meloloskan Argentina dari babak enam belas besar, menyudahi perlawanan Mexico 2-1 lewat babak perpanjangan waktu.

Saat itu menit ke-98, menerima umpan dari Juan Pablo Sorin, Maxi mengontrol bola dengan dada, sebelum kaki kirinya menghujamkan tendangan voli keras dari luar kotak penalti… wuuusss… bola bersarang di pojok atas gawang Oswaldo Sanchez.

Meski tak secemerlang Piala Dunia 2006 yang melesakkan 3 gol, Maxi selalu tampil dalam 5 kali pertandingan di putaran final Piala Dunia 2010, sebelum anak-anak didik Diego Maradona itu dipulangkan Jerman lewat kekalahan 0-4 di perempatfinal.

Di usia hampir kepala tiga, pria yang juga memiliki kewarganegaraan Italia ini membuktikan dirinya belum habis. Terus menyerang seperti layaknya buasnya hewan di alas, Maxi Rodriguez meninggalkan pesan berarti bagi kehidupan. Kalau bisa menang, mengapa seri? Selama peluit akhir belum ditiup, kenapa tidak mencoba bikin gol?

Jawabannya memang tergantung konsistensi kita dalam kehidupan yang kadang tampak ganas ini. Konsistensi untuk terus tidak menyerah. Konsistensi untuk bernafsu membuat hasil positif. Jadi, sudah “maxi”-kah kita memaksimalkan kemampuan kita?

*Teks foto: Maxi Rodriquez, saat direkrut pelatih Liverpool saat itu, Rafael Benitez
*Tulisan di juga dipublikasikan di http://jojoraharjourney.wordpress.com

Analisa Olahraga lain, klik di sini.

Intervensi adalah kemunduran

Iman D. Nugroho

Kebebasan pers adalah barang "mahal". Itu pasti. Karena itu, mau tidak mau, harus dijaga dan tidak selayaknya dijual murah. Sedikit saja intervensi mempengaruhi media, maka itu merupakan kemunduran.

Tidak dipungkiri, setiap media pasti memiliki keterkaitan dengan kelompok tertentu. Entah itu berdimensi ekonomi, politik, sosial, budaya atau apalah! Tidak ada yang benar-benar independen.

Namun, terminologi fire wall (dinding api) untuk membatasi ruang redaksi (yang berpihak pada publik) dan kepentingan lain, hendaknya terus diingat. Ketika fire wall itu redup bahkan mati, maka, independensi pun hilang.

Pembaca dan nara sumber hendaknya juga memahami hal ini. Sehingga tidak perlu merasa aneh, bila dalam perjalanannya menemukan kondisi dimana seorang kawan yang kebetulan jurnalis, justru mengkritik dirinya atau kelompok di mana dia dekat atau bahkan tergabung di dalamnya.

Bila belum cukup "memuaskan", tengoklah UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ), dua "kitab suci" jurnalis. Pelajari, dan gunakan mekanisme penyelesaian sengketanya.
Sent trough BlackBerry®

Butuh avatar untuk mulai melawan,..

Iman D. Nugroho

Ada perasaan berbeda ketika melihat film kartun Avatar, the Legend of Aang di Global TV, Rabu ini. Ketika para 'pengendali tanah' melakukan perlawanan pada 'pengendali api', setelah bertahun-tahun ditindas.

Pengendali Tanah adalah komunitas orang yang punya keahlian mengendalikan tanah. Gumpalan tanah itu, bisa dimanfaatkan dengan 'tenaga dalam' para Pengendali Tanah.

Namun, keahlian itu dianggap berbahaya oleh 'Pengendali Api', kerajaan yang berkuasa. Para pengendali tanah pun ditahan, dimatikan mentalnya, hingga tak punya kemampuan melawan.

Tibalah Sang Avatar Aang dkk datang, memberikan semangat dan mampu kembeli memunculkan perlawanan. Pengendali Tanah melawan! Pengendali Api yang awalnya hebat, bertekuk lutut. Pengendali Tanah pun kembali mendapatkan haknya.

Sebuah perlawanan untuk merebut kembali hak dan menumpas penguasa yang menindas, selalu memunculkan semangat. Sialnya, tak selalu mudah menemukan Avatar. :(
Sent trough BlackBerry®

01 November 2010

Siapa anggota DPR yang selingkuh?

Iman D. Nugroho

"Siapa yang selingkuh di DPR?" Tiba-tiba kalimat tanya itu menyeruak dari mantan anggota DPR pada jurnalis. Ha! Memang ada? "Ada kok, saya dengar malah ada pimpinan partai politik yang melakukan pembelaan atas hal itu."


Berita perselingkungan memang selalu menarik untuk menjadi bahan pembicaraan. Seperti kata orang-orang bule, sex and conflict adalah dua hal yang memancing rasa penasaran. Tapi, bukan untuk diberitakan.

Bagi pers, hal yang menyangkut pribadi, jelas tidak layak diberitakan. Kecuali (dengan bold dan italic), bila proses perselingkungan itu dilakukan dengan menggunakan properti milik rakyat.

Misalnya, perselingkungan itu dilakukan di kantor DPR, saat jam kerja. Wajib hukumnya untuk diberitakan. Atau, perselingkungan itu membuat rapat DPR jadi terbengkalai dan porak-porandalah jadwal kerja yang sudah diagendakan. Nah! Seret pelakunya ke pemberitaan.

Tapi,sejauh itu dilakukan dengan biaya sendiri, tidak mengganggu kepentingan publik dan jauh dari hal-hal lain yang merugikan negara, tidak layak untuk dijadikan berita. Tapikan dosa? Sorry, dosa atau tidak dosa, bukan urusan media massa.

Dari lokalisasi untuk Mentawai-Merapi

Daniel L. Rorong

Kepedulian pada bencana bisa datang di mana saja. Yang terjadi pekan lalu, di lokalisasi Kremil, Surabaya, adalah salah satunya. Mereka mengumpulkan dana untuk korban tsunami di Mentawai dari Merapi. Tampak pada gambar, salah satu anak yang memerankan korban letusan Gunung Merapi beradegan memakan roti di “tempat pengungsian”, sebagai bentuk solidaritas.

Persembahan seniman Surabaya untuk Si Burung Merak

Diana AV Sasa

Kepergian WS Rendra, tidak membuat seniman lupa. Seniman Surabaya misalnya, memilih Kompetisi Teater Indonesia 2010 dengan tema Tribute to WS Rendra, untuk mengenang Si Burung Merak itu.

Acara mulai digelar Senin ini (1/11) di Taman Budaya Jawa Timur, Genteng Kali 85, Surabaya. Acara yang diselenggarakan Lintas Masyarakat Teater Jawa Timur dan Dewan Kesenian Surabaya itu akan dibuka oleh Gubernur Jawa Timur Soekarwo dan dimeriahkan oleh permainan musik Bambu Wukir, Angin Timur, serta penampilan khusus repertoar puisi dari Bengkel Teater Rendra.

Bengkel Teater merupakan akar Rendra berteater sejak kembali dari Amerika pada tahun 1967. Ken Zuraida, istri almarhum, mengaku bahwa penyelenggaraan kegiatan ini adalah penghormatan bagi Rendra dan keluarga besar Bengkel Teater.

Nantinya dapat dilihat sejauh mana Rendra sebagai tonggak teater modern di Indonesia dimaknai oleh masing-masing peserta melalui karya-karyanya.

Kelompok music jazzrock Angin Timur yang sebagain personilnya adalah anak didik seniman jebolan Bengkel Teater, Sawung Jabo, mengaku bahwa metode proses berkesenian yang mereka jalani bersama Jabo sebagian besar menerapkan prinsip-prinsip pengajaran di Bengkel Teater.

Kompetisi yang diikuti oleh 44 kelompok teater dari seluruh Indonesia ini akan menjadi tonggak pertama penyelenggaraan kompetisi teater di Indonesia dalam skala nasional.

Untuk memperkuat visi kompetisi, dihadirkan 5 orang juri yang masing-masing masih berproses dalam kelompok teater masing-masing. Mereka adalah Rahman Sabur (Payung Hitam Bandung), Dindon WS (Teater Kubur, Jakarta), Joko Bibit Santoso (Teater Ruang), (Afrizal Malna, pengamat) dan Rusdi Zaki (pengamat, akademisi).
Sent trough BlackBerry®