Iddaily Mobile | Dari Anda Untuk Publik
Youtube Pilihan Iddaily: Pramoedya Ananta Toer
       

22 Agustus 2010

Kontributor SUN TV Maluku Dibunuh!


Iman D. Nugroho

Wartawan Maluku yang tergabung dalam Maluku Media Center (MMC) dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Maluku menuntut polisi segera mengusut tuntas pembunuhan kontributor SUNTV, Ridwan Salamun dalam bentrok antar warga di Desa Fiditan, Kota Tual, Sabtu (21/8) ini. Bekas luka di tubuh Ridwan menjadi indikasi kekejaman proses pembunuhan itu. Seperti luka di kepala bagian belakang, mata, mulut, paha dan tulang kering
.


Dalam siaran pers yang diterima Mediaindependen.com, terbunuhnya Ridwan Salamun menambah jejak panjang kekerasan yang dialami wartawan, baik di Maluku maupun di Indonesia. Peristiwa kekerasan terhadap wartawan yang terus berulang-ulang terjadi di Maluku, menunjukkan bahwa pers sebagai pilar keempat demokrasi masih mengalami kendala di daerah ini.

“Masyarakat maupun penyelenggara negara masih banyak yang belum memahami esensi dari tugas jurnalistik,” demikian siaran pers itu. MMC dan IJTI mengecam keras tindakan kekerasan hingga mengakibatkan terbunuhnya Ridwan dan mendesak Kapolda Maluku untuk mengusut tuntas dan menangkap dan menindak tegas pelaku pembunuhan.

MMC dan IJTI Maluku mengutuk segala bentuk tindakan kekerasan hingga kasus terbunuhnya wartawan Ridwan Salamun yang sedang bertugas sebagai mana diatur dala UUD 1945 dan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. “Pembunuhan ini bukan saja merupakan pebuatan keji yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang, namun juga melanggar hak jurnalis melakukan tugas liputan,” demikian siaran pers itu.

MMC dan IJTI Maluku meminta perusahaan media di Maluku maupun di daerah lain, untuk melakukan perlindungan terhadap para pekerja media khususnya wartawan saat dalam menjalankan tugas profesi. Sebab Maluku yang seringkali terjadi bentrok antar warga, membuat profesi wartawan kerap berhadapan dengan tindak kekerasan.

Kronologi:

1. Buntut bentrokan antar kampung dusun Mangon Fiditan Kampung Baru dengan dusun Banda Ely Fiditan kecamatan Dulla Utara, Kota Tual yang hanya dibatasi seruas jalan raya selebar 500 meter. Sebelumnya pada tgl 18 Agustus 2010, seorang pemuda dusun Mangon lewat depan masjid dusun Banda Ely mengendarai motor dengan suara nyaring menyebabkan seorang pemuda Banda Ely menegur karena warga lagi melakukan ibadah tarawih.

Akibat teguran itu warga Mangon tidak terima dan terjadi bentrokan, pengerusakan rumah dan pembakaran speedboad, namun kemudian terjadi kesepakatan damai dan berhasil diatasi polisi. Polisi kemudian menempatkan pos penjagaan di perbatasan kedua desa. Pada Sabtu pagi tgl 21 Agustus 2010, pemilik speedboad yang baru pulang melaut tidak mengetahui adanya kesepakatan damai mengamuk karena speedboadnya dibakar. Akibatnya terjadi konsentrasi massa dan aksi pengerusakan rumah di dusun Banda Ely peristiwa terjadi pukul 06.30 WIT.

2. Ridwan Salamun yang tinggal tak jauh dari tempat kejadian, mendatangi TKP dan mengambil gambar konsentrasi massa serta rumah keluarga Rumra yang terbakar pada pukul 07.30, namun langsung diserang massa dari dusun Mangon dan terjatuh karena dipukul dengan pipa besi. Ridwan sempat melompat berusaha menyelamatkan diri. Massa menyerang dengan parang di bagian belakang kepala, paha, dan mulut. Saat kejadian hanya ada empat anggota polisi yang juga diserang.

3. Ridwan kemudian dibiarkan terkapar bersimbah darah selama kurang lebih 2 jam di atas jalan raya. Pada pukul 08.45 wit Ridwan yang masih mampu bertahan hidup baru berhasil dievakuasi Jhon Tamher, salah satu tokoh masyarakat yang membawa polisi menggunakan truk dan mengevakuasi korban ke RSU Karel Satsuitubun. Tiba di rumah sakit pukul 09.00 wit, Ridwan menghembuskan nafas terakhirnya pukul 09.25 wit. Dokter Dani Salim Direktur RSU sempat menangani langsung otopsi luar kondisi jenazah Ridwan sebelum dikafankan namun tidak dimandikan terlebih dahulu.

4. Pukul 12.00 Wit Jenazah dibawa ke Bandara dan diterbangkan ke Ambon

5. Pukul 14.30 jenazah tiba di Ambon dan pukul 15.11, disemayamkan di rumah duka BatuMerah Puncak Ambon, hingga pukul 17.00 Jenazah di kebumikan.

*Tulisan dimuat juga di Mediaindependen.com
*foto dokumentasi MMC/IJTI Maluku

17 Agustus 2010

Tidak perlu sok merdeka,..


Iman D. Nugroho

Meski mensyukuri Proklamasi Kemerdekaan RI yang dibacakan Soekarno, dan ditandatangani Soekarno dan M. Hatta pada 17 Agustus 1945 lampau, tapi saya termasuk orang yang memilih untuk menganggap Indonesia belum merdeka. Dan, tidak perlu bagi warga negara Indonesia untuk sok merdeka,..


Kemerdekaan (independence-Ing), bila diartikan kebebasan dari penjajahan secara militer, seperti yang terjadi pada Perang Dunia I dan II, mungkin membuat Indonesia layak disebut "merdeka". Namun, apakah kemerdekaan itu hanya sebatas pada definisi tunggal semacam itu? Normalnya tidak. Karena ada definisi lain, tentang cita-cita kemerdekaan yang seutuhnya, atau berarti pula kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia.

Seluruh rakyat. Itu menjadi kata kuncinya. Dari Sabang sampai Merauke. Dari Miagas, sampai Pulau Rote. Semua adalah masyarakat Indonesia yang harus disejahterakan dan diangkat harkat dan derajatnya. Dihormati hak-haknya, dijunjung tinggi keberadaannya sebagai manusia. Nah, dengan ukuran semacam itu, apakah kita (sebagai bangsa) sudah merdeka?

Pergilah ke Nusa Tenggara Timur (NTT). Lihatlah bagaimana masyarakat di sana hidup miskin dalam semua hal. Jauh dari akses kesehatan dan sekolahan. Atau ke Waena, Papua. Dan lihatlah orang-orang yang masih bisa tersenyum meski hanya menikmati sagu. Jangan bicara lagi soal pendidikan dan kesehatan (layak) dengan saudara-saudara kita di "pinggiran" Indonesia itu.

Lalu, di mana merdekanya? Apakah hanya di kota-kota besar seperti di Jakarta? Lebih baik tidak terlalu buru-buru menjawabnya. Karena di Jakarta pun, yang namanya kemerdekaan juga masih bisa diperdebatkan. Di kota dengan penduduk 13 juta lebih ini, 312 ribu orang di dalamnya merupakan penduduk miskin.

Dan di Ibu Kota Indonesia inilah, orang-orang yang merasa dirampas hak-haknya tak letih menuntut keadilan. Ada acara demonstrasi Kamisan, yang dilakukan keluarga orang hilang, termasuk Suciwati, istri almarhum Munir. Belum lagi kasus kasus-kasus kemanusiaan yang belum terungkap, atau sengaja dilupakan. Kasus Kerusuhan Mei misalnya. Bagaimana sisi keadilan dalam kasus itu? Nol besar.

Juga kasus-kasus "kerah putih" yang belakangan semakin banyak mencuat: Korupsi! Jelas, bukan korupsinya yang menjadi tolok ukur, tapi bagaimana pengusutan kasus korupsi yang letoy, lemas! Lihat kasus Bank Century yang merugikan negara dan masyarakat trilyunan rupiah. Rekomendasi Rapat Paripurna DPR kepada pemerintah untuk mengusut kasus itu, tidak berarti apa-apa. Tidak dilaksanakan, dan cenderung diabaikan.

Sayangnya, DPR pun terpatri dengan kepentingannya sendiri. Partai-partai di parlemen yang seharusnya menjadi kelompok penyeimbang secara politik, memilih tunduk dan patuh dengan koalisi yang berorientasi kekuasaan itu. Semua pembicaraan hal sensitif yang bisa "mengancam" pemerintah, "selesai" di luar sidang.

Lalu di mana kemerdekaan itu? Bila kemerdekaan untuk Indonesia secara utuh, negeri ini sama sekali belum merdeka. Dan tentu saja, masyarakat harus didorong untuk tidak berhenti berjuang untuk kemerdekaan yang utuh.

Selama itu belum terwujud, tidak perlu kita sok merdeka!

15 Agustus 2010

Selamat datang hiburan rakyat…



Jojo Raharjo

Partai tanpa gol di White Hart Lane antara Totenham Hotspurs menjamu Manchester City pada Sabtu (14/8) menandai bergulirnya Barclays Premier League 2010/2011.


Sampai saat ini, Liga Inggris, -selanjutnya kita sebut dengan BPL- masih dipandang sebagai liga yang paling ditunggu di seluruh dunia, termasuk di antara jutaan penggila bola di Indonesia. Mengapa? Entahlah. Sudah 44 tahun Inggris tak mampu mencapai final Piala Dunia sejak mereka juara saat menjadi tuan rumah 1966.

Ini liga paling bergengsi sedunia? Ah, masak.. Bintang Liga Inggris asal Portugal Cristiano Ronaldo dos Santos Aveiro, kini memegang rekor sebagai pemain termahal dunia dengan rekor transfer 80 juta poundsterling justru saat pindah ke Liga Spanyol pada musim 2009/2010. Rekor-rekor dunia sebelumnya juga bukan dipegang pemain yang pindah ke BPL, yakni Luis Figo (dari Barcelona ke Real Madrid, 2000) dan Zinedine Zidane (dari Juventus ke Madrid , 2001).

Mengapa BPL menjadi idola tak lepas dari sisi komersialisme dan tingginya terpaan media itu sendiri. Akuntan publik Deloitte mencatat BPL berada di posisi teratas liga paling menguntungkan sedunia dengan pendapatan rata-rata 700 juta dolar per tahun. Urutan berikutnya dalam 5 besar yakni Seri A Italia, La Liga Spanyol, Bundesliga Jerman, dan Major League Soccer AS.

Di Indonesia, berputarnya BPL tahun ini disambut harap-harap cemas karena sampai hari H peluit berbunyi belum ada kepastian televisi mana yang akan menayangkannya. Dalam sejarahnya, BPL –sejak masih bernama Liga Utama Inggris, pernah ditayangkan langsung di SCTV, Trans 7 dan kemudian sejak tiga tahun lalu dipegang oleh televisi berbayar. Awalnya hak siar BPL dipegang teve kabel Astro (2007), Aora (2008), dan menyusul Indovision (2009).

Sampai Sabu (14/8) sore, belum ada kepastian teve mana yang akan mengambil. Pemberitaan di berbagai media pun tak menunjukkan jawaban pasti, termasuk telpon langsung ke customer service maupun pesan facebook ke pejabat public relations Indovision yang terus saya lakukan.

Satu-satunya berita agak melegakan datang saat Jum’at petang, wartawan Bola Darojatoen menampilkan pesan twitter bahwa BPL selama 3 musim ke depan bakal ditayangkan Indovision bersama dua teve gratisan di bawah bendera Media Nusantara Citra (MNC) yakni TPI dan Global TV. Pesan itu sempat teragukan saat pertandingan pertama –partai kacamata antara Spurs vs City tadi- ternyata tak muncul di layar kaca. Saya telpon ke layanan pelanggan Indovision, Sabtu (14/8) jam 19.00 WIB, jawabannya, “Maaf, setahun ke depan Indovision tak dapat hak siar BPL. Saat ini ESPN sedang menayangkan pertandingan softball.”

Syukurlah, akhirnya kejelasan datang di jam 21.00 WIB. Baik ESPN, Starsports (versi Indovision) maupun TPI dan Global TV menayangkan partai Blackburn vs Everton, dan Aston Villa vs West Ham, dilanjut Chelsea vs Albion dan Liverpool vs Arsenal pada Minggu (15/8).

Keputusan MNC mengambil hak siar BPL, yang konon tarifnya mencapai Rp 150 miliar rupiah, patut disyukuri. Peduli amat keputusan itu terjadi di antara kemelut bisnis kubu Hary Tanoesoedibjo versus mbak Tutut dan Yapto Suryosumarno. Rakyat kecil tak peduli soal hubungan pencitraan dan perang bisnis. Yang penting, setelah tiga musim jadi tontonan elit, kini Liga Inggris kembali hadir prodeo.

Buah manggis, enak sekali
Dibeli mahal di Pasar Ciamis
Liga Inggris paling dinanti
TPI dan Global tayangkan gratis…

*Analisa olahraga lain, klik di sini

12 Agustus 2010

Menyeret "Slash kembali" dalam foto

Fully Syafi

Menyajikan dedengkot musik rock Slash dalam sebuah foto, bisa jadi sebuah pekerjaan yang mudah. Sosoknya yang khas dengan topi tinggi dan rambutnya kribo yang menutupi wajahnya, sudah cukup unik dalam sebuah foto. Tapi foto ini sedikit berbeda, dengan nuansa lampu panggung di sisi kiri atas foto. "Well, Slash kembali bersinar," kata Fully Syafi, sang fotografer.

Foto lain di Photo Corner


Ramadhan dan beban peribadahan

Iman Dwi Nugroho

Tulisan tentang Bulan Ramadhan kali ini sedikit berbeda. Yakni, tentang sebuah beban peribadahan yang dirasakan umat Islam-penulis sebagai contoh- yang tidak seberapa "islam".



"Janji", sebut saja begitu, Allah SWT untuk orang-orang yang senang saat Ramadhan datang, sepertinya menjadi semangat tersendiri bagi umat Islam dalam menyambut datangnya bulan suci ini. "Barang siapa yang dengan senang hati menyambut kehadiran bulan Ramadan, Allah mengharamkan tubuhnya dari jilatan api neraka (man faraha bi dukhul ramadan harrama Allah jasadah ala al-niran)".

Apalagi, Rasulullah Muhammad SAW juga mengatakan, bila umat Muslim mengetahui keunggulan Ramadhan, pastilah mereka akan berharap semua bulan adalah Ramadhan. Cukup sudah, bulan Ramadhan, memang bulan yang istimewa bagi umat Islam.

Kejujuran

Jelas. Tidak akan ada keberanian bagi penulis untuk melawan apa yang sudah dikatakan Muhammad, apalagi Allah SWT. Tidak pernah ada keraguan untuk mengikuti petunjuk keduanya, tentang Ramadhan yang luar biasa. Namun, di sisi lain, juga tidak ada keinginan untuk tidak jujur dalam mengarungi bulan yang di dalamnya terdapat Malam 1000 bulan, atau Lailatul Qadhar ini. Karena tanpa dikatakan pun, Allah SWT akan mengetahui, apa yang terlintas di dalam hari. Termasuk, di hati orang-orang yang tidak seberapa "islam" seperti penulis.

Ramadhan, adalah sebuah beban peribadahan. Terutama dalam soal puasa. Puasa yang berarti tidak makan dan tidak minum di siang hari, sejak Subuh hingga Maghrib tiba, adalah sebuah beban peribadahan. Beban ini, harus dilakukan, karena muslim memang tidak memiliki tawar menawar dalam peribadahan. Take it! Tidak ada keberanian untuk menolak, apalagi menentang. Namun kejujuran, bagaimana pun harus muncul kepermukaan. Jujur ini, adalah upaya membuka diri. Lalu mengakui kelemahan, dan berusaha memenej-nya dengan kecerdasan.

Sederhananya, bila sudah ada kesadaran puasa menjadi beban, maka hendaknya tidak menambahinya dengan beban lain. Misalnya, mengurangi "beban" di siang hari. Bila biasanya bisa dengan gagah berani menantang matahari di terik siang, saat Ramadhan, mending tidur, atau mengatur semua aktivitas di malam hari. (Percaya atau tidak, tulisan ini ditulis jam 02.20 wib, dini hari menunggu sahur).

Dosa

Soal dosa? Entahlah. Apalah arti peribadahan bila dibayangi dengan ketakutan atas dosa. Atau harapan mendapatkan pahala. Bila keikhlasan itu ada, maka ukuran dosa, pahala atau apapun namanya, harus disingkirkan jauh-jauh dalam peribadahan. Atau, malahan dalam seluruh sendi kehidupan. Berganti dengan keikhlasan. Melalui keikhlasan, maka kejujuran akan terbentuk.

Seorang kawan bertanya melalui pesan pendek,"Puasa?" Kujawab,"Yang aku tahu, aku tidak makan tidak minum, itu saja."

grafis oleh radenbeletz.com

11 Agustus 2010

Guci kosong menunggu diisi

Syarif Wadja Bae

Guci kosong menunggu diisi.
setelah diisi menunggu ditimbang.
lalu ditumpahkan ke dalam bilik putih.
Kemudian guci kosong lagi.

Selalu begitu.
Berulang-ulang.
Sebaiknya aku hancurkan saja guci itu.
bukan karena tak mau ditimbang.


Tapi aku ingin jadi guci untuk apa yang terisi dalam diri ini.
Agar aku tau pasti, tentang apa yang ditumpahkan kedalam bilik putih.
Karena bilik hitam beserta isinya telah menamparku.


11 Agustus 2010 – 1 Ramadhan 1431 H