Iddaily Mobile | Dari Anda Untuk Publik
Youtube Pilihan Iddaily: Pramoedya Ananta Toer
       

26 Februari 2010

Up In The Air: Cerita tentang Kesepian dalam Keramaian

Jojo Raharjo

Kita ngomongin film lagi. Kali ini tentang “Up In The Air” film yang dibintangi aktor kawakan George Clooney dan meraih enam nominasi Oscar tahun ini. Film yang diputar di jaringan 21 dan XXI mulai 25 Februari ini Saya sendiri menyaksikan premiere film berdurasi 109 menit ini di Djakarta Theater sepekan lalu.

Namanya, Ryan Bingham yang diperankan George Clooney, memiliki riwayat pekerjaan unik karena 322 hari dalam setahun menghabiskan hidupnya di udara alias terus bepergian dari satu tempat ke tempat lain. Sebagai seorang eksekutif lajang, Ryan seperti hidup di antara awan, di atas kursi kelas bisnis pesawat, dan hotel mewah dan sesekali menyentuh bumi untuk memecat karyawan perusahaan orang lain.

Pilihan hidupnya adalah tidak menikah, tidak punya pacar tetap; tidak punya rumah, tidak punya komitmen apa pun dalam hidup kecuali terbang dari satu kota ke kota lain untuk memecat dan pergi.

Di antara perburuan menuju target ribuan kilometer di udara, Ryan bertemu dengan dua perempuan yang kemudian mengubah gaya hidup dan pilihannya. Satu bernama Alex (Vera Fermiga), sesama eksekutif dengan jadwal terbang tinggi yang kemudian menjadi teman dekatnya tanpa status, dan juga Natalie (Anna Kendrick), rekan kerjanya yang begitu muda namun memiliki posisi

Film ini disutradarai Sutradara Jason Reitman, yang namanya langsung melejit setelah film pertamanya, Juno. Jason Reitman mendapat pujian karena mengemas fakta menarik tentang bagian yang paling ditakuti manusia yakni hidup sendirian tanpa kepastian. Film ini memiliki pesan moral yang menarik untuk direnungkan.

Pertemuan Ryan dengan Alex membuat dia menyadari bahwa ternyata rasa keterikatan bukan sesuatu yang bisa dihalangi. Di sinilah dia menyadari betapa pentingnya arti rumah dan keluarga. Nah, saat Ryan memutuskan meninggalkan pekerjaannya sebagai sebuah pembicara seminar dan langsung terbang ke Chicago menemui Alex, ternyata dia baru tahu bahwa selingkuhannya itu sudah berkeluarga.

Dalam ulasan tentang film ini, Leila Chudori, penulis film di Majalah Tempo berpendapat, film Up in the Air adalah perjalanan seseorang yang selama ini mengira kakinya dijejakkan di udara. Tapi ternyata selama ini, dia tahu, rumah yang sesungguhnya adalah di bumi.

Selepas pemutaran film khusus untuk kalangan terbatas ini, saya berbincang dengan Anggara Diah Lusi, wartawati majalah Cita Cinta. Lusi memuji nilai nilai filosofi yang ditampilkan dalam Up In The Air. “Film ini bercerita bahwa sesuatu yang sudah kita dapat dan kita agung-agungkan ternyata bisa berbalik, dan kemudian kita melakukan kita melakukan hal yang berbeda dari sebelumnya. Dalam hal ini kalau kita membicarakan antara karir dan keluarga,” katanya.

Terus terang, Lusi mengaku ia bukan penggemar George Clooney. ”Tapi untuk film ini, aktingnya pas banget. Ia bisa dapat, terutama mimik-mimiknya saat kecewa atau adegan-adegan lain,” ungkapnya.

Lusi juga berpendapat, dalam skala berbeda, warga Jakarta atau kota kota besar lain di Indonesia dapat terjebak pada masalah serupa, sibuk di jalan untuk bekerja dan lupa berkeluarga. ”Jangan sampai hidup kita yang begitu sibuk dengan pekerjaan bisa seperti nasib Ryan Bingham. Untungnya, di Indonesia, masih ada nilai-nilai kekeluargaan tinggi. Masih ada teman atau kerabat yang menyentuh kekosongan dalam hidup ini,” katanya.

Film Up In The Air menyadarkan kita betapa karir, pekerjaan, penghasilan dan apapun pencapain lain, tidak lebih penting dari rumah dan keluarga yang kita miliki.

| republish | Please Send Email to: [email protected] |

25 Februari 2010

Repot-repot di Airport

Maya Mandley | photo by scrapetv.com

Kalau ingat bertahun lalu, aku bukanlah seoarang traveller alias tukang jalan-jalan. Apalagi naik pesawat terbang. Bisa dihitung dengan jari. Maklum gak sanggup beli tiketnya. Kalau ingin keluar kota, either drive atau naik kereta api. Murah meriah.

Karena jarang sekali naik pesawat, otomatis aku gak begitu memperhatikan keadaan airport alias bandara, meski di Surabaya rumah ayah dekat dengan Juandra airport.

Selama berada di Amerika pun sama. Pasca 911 dan kejadian-kejadian lain yang menyertainya, pengamanan airport bisa dibilang sangat ketat. Setiap penumpang harus menunjukkan photo ID selain boarding pass tiap kali akan naik pesawat.

Tak cuma itu, dulu sebelum menuju gate, pengamanan tak begitu ketat. Tapi sejak peristiwa 911, setiap calon penumpang dianjurkan ke bandara, paling gak 2 jam sebelum boarding time. TSA (Transportation Security Agency) akan mengecek boarding pass dan photo ID sebelum menuju gate.

Setelah lolos pemeriksaan TSA, calon penumpang harus memasukkan bawaannya ke mesin X Ray. Sejak ada percobaan bom cair di London, airport di Amerika juga melarang penumpang membawa apapun yang berbentuk cair ke kabin, termasuk air putih dalam botol.

Aku sendiri pernah ngalami di bandara Newark New Jersei. Air mineral dalam botol yang aku bawa dari rumah diambil petugas dan dibuang. Sementara saat di airport di Hawaii, lotion produk lokal yang masih gress, diambil petugas karena aku taruh di koper yang tidak aku check ini. Bahan-bahan liquid alias cair, sebenarnya masih diperbolehkan, tapi jangan disimpan dalam carry-on cabin. Tapi disimpan dalam koper yang di check-in (masuk bagasi pesawat).

Dua Menit yang Sial

Kembali soal security, adalah wajar kalo di setiap bandara, semua penumpang harus melepas sepatu, topi atau barang-barang metal lainnya saat melewati metal detector. Dan barang-barang itu diletakkan dalam wadah khusus dan harus melewati seperti mesin X ray yang dipantau petugas. Makanya saranku, saat berada di airport Amerika, jangan pakai kaos kaki bolong. Malu kan kalo jempol kaki keliatan karena sepatu harus dilepas sebelem menuju metal detector. Hehehe.....

Biarpun menurutku sudah ketat, namun petugas TSA di Newark NJ Airport pernah kecolongan. Penyebabnya sepele saja, namun akibatnya bisa merugikan ribuan penumpang dan di-suspend nya seorang petugas TSA karena dianggap lalai.

Ceritanya begini, setiap penumpang harus melewati satu pintu untuk masuk. Sementara penumpang yang baru turun pesawat dan akan keluar dari airport, harus melewati pintu lain (exit) yang 'hanya' dijaga satu petugas. Aku tak tahu persisnya, tapi dari pantauan kamera, diketahui ada seorang masuk ke screening area (daerah yang hanya boleh dimasuki orang yang sudah melalui pemeriksaan) lewat pintu exit, saat si petugas tak ada.

Meski kesalahan sepele, tindakan ini sempat melumpuhkan airport selama hampir 6 jam. Sebab mereka yang saat itu sudah melewati security harus melewati prosedur ulang. Otomatis akibat peristiwa ini banyak pesawat delay karena penumpangnya harus lewat security lagi.

Dari hasil pemeriksaan diketahu, orang yang masuk ke screening area lewat pintu exit itu adalah seorang mahasiswa S2 asal Chinese yang sedang kuliah di Rutgers University. Pria berusia 28 tahun itu masuk ke screening area lewat pintu exit untuk say goodbye pada pacarnya yang akan kembali ke California.

Pria yang baru ditemukan 3 hari kemudian itu terlihat dari pantauan kamera masuk lewat pintu exit dan mencium kening kekasihnya, dan meninggalkan bandara tanpa merasa bersalah. Sementara petugas TSA yang seharusnya harus selalu stand by di desknya, dari pantauan kamera diketahui sedang menerima telpon lewat handphonenya dan meninggalkan desknya, meski cuma sekitar 2 menit saja.

Namun 2 menit itu adalah 2 menit tersial dalam hidupnya. Karena waktu 2 menit itulah yang dimanfaatkan mahasiswa dari Rutgers itu untuk say good bye pada kekasihnya. Sementara pasca peristiwa itu, menurut berita yang aku dengar, si petugas kena suspend without pay. Alias di score tanpa dibayar gajinya.

Kasihaaaannnnn deh lu !!!

| republish | Please Send Email to: [email protected] |

22 Februari 2010

Panggung Bagi Komik Indonesia

Press Release

Selama seminggu penuh, dari tanggal 22 Februari hingga 28 Februari, akan dilangsungkan Festival Komik Indonesia di Pasar Festival, Kuningan Jakarta. Acara ini akan dibuka secara resmi pada tanggal 23 Februari 2010 pk 14.00 oleh Fabianus Koesoemadinata (pengamat komik) dan Gerdi Wiratakusuma (komikus senior, pencipta tokoh Gina) di panggung area foodcourt Pasar Festival.

Di Festival Komik Indonesia ini, kami akan menyajikan arena bagi komik-komik Indonesia untuk tampil dan menjadi tuan rumah di negaranya sendiri, tidak lagi hanya sekedar pemanis belaka, atau berada di pinggir panggung, tidak lagi tenggelam atau ditenggelamkan di dunia perkomikan.

Masyarakat Indonesia banyak yang belum mengenal sejarah bangsanya sendiri, atau budaya dan alamnya sendiri. Begitu pula dengan komik dari negerinya sendiri. Padahal banyak sekali komikus dan illustrator Indonesia yang sangat berbakat akan tetapi lebih dikenal di luar negeri ketimbang di Indonesia.

Festival Komik Indonesia hadir untuk memberi ruang dan waktu lebih banyak bagi komik-komik Indonesia untuk dapat dikenal, sekaligus sebagai wujud apresiasi kami terhadap komik Indonesia yang tidak pernah lelah berkarya di negerinya sendiri mulai dari Si buta dari Goa Hantu, Panji Tengkorak, Mahabrata, Bharatayuda, hingga generasi baru seperti Benny-Mice, Mat Jagung, Lotif, dan lain sebagainya. Semua akan mendapat tempat di acara ini. Bahkan Hans Jaladara, komikus Panji Tengkorak, secara khusus hadir dan membuka stand di acara ini!

Selain pameran dan diskon buku komik, berbagai acara akan ikut meramaikan festival ini seperti temu komikus, bagi-bagi mobile comic gratis, talkshow, lomba menggambar dan mewarnai, kuis dan games komik, juga dimeriahkan dengan tampilnya band-band lokal seperti Original, Plug n Play, The En7oy, Anak Mamih, dll.

Acara ini diselenggarakan oleh Komunitas Penerbit Komik Indonesia (KPKI) dengan didukung oleh Pasar Festival, Perpustakaan Departemen Pendidikan Nasional, Museum Bank Mandiri, Erlangga for Kids, dan oleh komunitas-komunitas komik di Indonesia . Juga ada dukungan media partner dari Animonster, Women Radio dan Global Radio.

Kini saatnya pesta besar komik Indonesia dimulai!

| republish | Please Send Email to: [email protected] |

20 Februari 2010

Lagu "Terima Kasih" Jamrud untuk Gus Dur

Iman D. Nugroho | Youtube



Grup musik Jamrud menyuguhkan lagu "Terima Kasih" -new version- untuk Almarhum KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang meninggal dunia di penghujung tahun 2009 lalu. Dalam video klip lagu itu, Jamrud memasukkan penggalan-penggalan peristiwa hiruk pikuk meninggalnya Gus Dur di RSCM Jakarta.

| republish | Please Send Email to: [email protected] |

[ Think Sport ] Awasi Polisi Ini,..

Jojo Raharjo

Semakin ruwet saja dunia sepakbola Indonesia. Dan keruwetan itu semakin bertambah dengan kasus di Stadion Jatidiri, Semarang, Jum’at (19/2) kemarin. Seperti baru saya baca beritanya di Jawa Pos online, usai pertandingan Divisi Utama antara tuan rumah PSIS menjamu Mitra Kutai Kartanegara, seluruh perangkat pertandingan dibawa ke Poltabes Semarang atas perintah Kapolda Jateng Irjen Pol Alex Bambang Riatmodjo.

Setelah wasit Dedy Wahyudi dari Denpasar meniup peluit panjang tanda pertandingan berakhir, belasan aparat berpakaian preman menguntit wasit dan dua asistennya serta pengawas pertandingan ke ruang ganti. Usai berganti pakaian, keempatnya diangkut dengan mobil polisi ke Polwiltabes Semarang untuk menjalani pemeriksaan. Selain wasit Dedy Wahyudi, ikut pula diciduk asisten wasit I Fajar Riyadi (Yogya), asisten wasit II Sutopo (Surabaya), dan Penagwas Pertandngan Khairul Agil.

Kapolda mencurigai wasit bertindak tidak adil saat memimpin laga yang dimenangkan PSIS 2-0 itu. "Mereka akan saya periksa, banyak keputusan yang tidak adil selama babak pertama. Ini bisa membuat pemain berkelahi di lapangan dan berpotensi rusuh. Setelah pertandingan, mereka diperiksa," ujar Kapolda dengan raut muka marah.

Kapolres Semarang Selatan AKBP Nurcholis saat dihubungi Jawa Pos mengatakan, wasit diperiksa karena dicurigai menerima suap sehingga keputusannya banyak menguntungkan PSIS. "Kami sedang interogasi, kenapa kok mudah sekali dia mencabut kartu merah dan banyak keputusan lain yang tidak adil. Barangkali saja dia menerima suap, kami akan dalami itu," papar Nurcholis.

Untuk Anda yang sedang terheran-heran dengan kasus ini, jangan dulu terlalu kaget. Mari kita buka kembali rekam jejak Alex Bambang Riatmodjo yang menjadi orang nomer satu di Mapolda Jateng sejak November 2008. Pada 12 Februari 2009, pemain Persis Solo Nova Zaenal dan pemain asing Gresik United Bernard Momadao ditahan di rumah tahanan Poltabes Surakarta setelah ditetapkan sebagai tersangka melanggar pasal 351 ayat (1) jo pasal 352 KUHP.

Keduanya ditangkap di lapangan saat berkelahi dalam pertandingan Divisi Utama di Stadion R Maladi, Solo yang disaksikan Kapolda Jawa Tengah Irjen Alex Bambang Riatmodjo. Setelah menjalani serangkaian sidang melelahkan hampir setahun, Nova Zaenal dan Bernard Mamadou akhirnya dijatuhi hukuman enam bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun.

Weeeiittss.. bisakah Anda bayangkan dua kejadian itu? Wasit yang dianggap tidak fair memimpin pertandingan diciduk ke kantor polisi, demikian pula dua pemain bola yang berkelahi di lapangan harus diproses Berita Acara Pemeriksaan (BAP) polisi dan menjadi pesakitan di pengadilan. Ingatan saya tiba-tiba melayang pada peristiwa 25 Juni 1997 saat Mike Tyson dua kali menggigit kuping Evander Holyfield di ronde ketiga dalam perebutan sabuk juara dunia tinju kelas berat dunia.

Saya membayangkan, seandainya pertarungan Tyson dan Holyfield digelar di Stadion Manahan Solo atau di Lapangan Simpang Lima Semarang dan disaksikan Kapolda Jateng Alex Bambang Riatmodjo, bisa jadi setelah menciak telinga lawannya, Mike Tyson segera menjalani proses verbal di polsek terdekat.

Bukan dua kejadian itu saja Kapolda Alex bertindak terlalu jauh dalam pertandingan sepakbola Liga Indonesia. Ketua Komisi Disiplin PSSI, Hinca Panjaitan, sewot bukan kepalang saat ada intervensi pihak luar di sela-sela pentas Liga Super antara PSIS menjamu Persijap Jepara pada 15 Februari 2009. Komdis menilai hukum pertandingan sepakbola bersifat universal, memiliki aturan tersendiri yang tidak bisa dicampuri pihak luar.

Sebelum pertandingan antara PSIS melawan Persijap Kapolda Jawa Tengah, Irjen Pol. Alex Bambang Riatmodjo berdiri di lapangan dan berbicara di hadapan penonton, wasit, ofisial pertandingan, dan pemain dengan mikrofon. Ia mengingatkan kepada pemain, ofisial tim, dan penonton supaya jangan melakukan tindakan kekerasan di lapangan,..next click here.

| republish | Please Send Email to: [email protected] |

[ Book for Good ] Lasmi

Diana A.V. Sasa

Judul : Lasmi
Penulis : Nusya Kuswantin
Penerbit : Kaki Langit Kencana, Prenada Media Group
Cetakan : 1, November 2009
Tebal : viii+232hlm; 11,5 x 19 cm
ISBSN : 978-602-8556-19-4

Lasmi, perempuan desa itu membaca Di Bawah Bendera Revolusi-nya Bung Karno, Habis Gelap Terbitlah Terang-nya Kartini, juga novel-novel Pujangga Baru. Ia terpesona gagasan Bung Hatta tentang koperasi dan menyukai gagasan Bung Karno tentang negeri ini. Sutikno terpesona Lasmi pada aktivitasnya, pikirannya yang progresif, dan caranya berargumentasi. Meraka kemudian menjalani kehidupan sebagai dua orang berpikiran terbuka, progresif, maju dan membangun rumah tangga ideal a la aktivis pergerakan masa itu.


Lasmi adalah seorang pecinta buku. Ia merintis Kerukunan Belajar Bersama hingga memiliki semacam perpustakaan yang antara lain diisi dengan buku-buku hasil karya warga desa sendiri. Yang ditulis dengan tangan dan berisi tentang apapun. Mulai dari seluk beluk bercocok tanam, hingga dongeng pengantar tidur. Untuk anak-anak, ia dirikan TK Tunas. Disana ia mengajar dengan semangat perubahan paradigma warga desa sedari usia dini.

Sayang, novel ini miskin dialog. Sosok Lasmi tak tergambar melalui percakapan maliankan tuturan Sutikno. Akhirnya, pembaca seakan digiring untuk melihat dan berpendapat seperti kacamata Sutikno. Lasmi menurut Sutikno, bukan Lasmi menurut bacaan pembaca. Hingga di akhir novel pun, konflik batin Lasmi hanya tergambar dalam surat yang ditulisnya untuk Sutikno.

Sekira tahun 1963, ketika Presdien Soekarno sedang getol menyerukan permusuhan dengan Negara tetangga, Malaysia, Lasmi mengambil keputusan penting: Menggabungkan Taman Kanak-kanaknya ke dalam Yayasan Melati dan sebagai konsekuensinya, Lasmi resmi mejadi anggota Gerakan WanitaIndonesia (Gerwani).

Di depan Taman Kanak-kanaknya kini ada tiga papan nama berjajar: TK Melati, Gerwani, dan Barisan Tani Indonesia (BTI). Aktivitas Lasmi pun berkembang. Ia tak hanya mengajar anak-anak, tapi mulai menggalang petani dan warga kampung untuk bergabung dalam BTI dan Gerwani. Ia membuat terobosan-terobosan pemikiran diantara masalah-masalah warga. Ia membuka ruang-ruang dialog antar warga. Ia mengikuti pelatihan dan pengkaderan. Hingga ia memiliki 5 anggota andalan yang suka membaca, bisa menulis, mampu menyusun surat, mengetik, berani bicara, dan tak segan menjadi ujung tombak; Sarip, Darsiyem, Jum, Bakir, dan Kamidi.

Lasmi berhasil. Warga tersadar akan pentingnya organisasi buruh tani dan petani penggarap. Mereka ingin memperoleh bagi hasil secara dil dengan pemilik tanah. Dengan payung BTI, warga bertekad melakukan demonstrasi melawan kekuasaan 7 setan desa: tuan tanah penghisap, tengkulak jahat, tukang ijon, lintah darat, kapitalis birokrat alias kabir, bandit desa, dan penguasa jahat.

Dan hari pertama Oktober 1965 pun tiba. Tersiar berita di radio bahwa Pasukan cakrabirawa menangkap sejumlah jenderal. Keesokan harinya tersiar lagi kabar bahwa gerakan penculikan jenderal-jenderal adalah upaya kodeta yang dipelopori oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) dan ormas-ormasnya. Berita itu mneyebutkan bahwa pembunuhan terhadap para jenderal dilakukan di daerah Lubang Buaya oleh Pemuda Rakyat dan Gerwani....Next click here.

| republish | Please Send Email to: [email protected] |