Iddaily Mobile | Dari Anda Untuk Publik
Youtube Pilihan Iddaily: Pramoedya Ananta Toer
       

02 Februari 2010

Siswa Lokalisasi Galang Koin Cinta untuk Bilqis

Press Release

Penderitaan yang dialami oleh Bilqis Anindya Passa, bayi berusia 17 bulan penderita Atresia Billier alias saluran empedu tidak terbentuk ini disikapi oleh para siswa TK-SD-SMP Bina Karya, Surabaya. Selasa (2/2) pagi, 700an siswa yang bersekolah di tengah-tengah kompleks lokalisasi Tambak Asri ini menggelar aksi solidaritas bertajuk “Koin Cinta untuk Bilqis”.

Sebagai bentuk solidaritas, perwakilan siswa menggalang dana dengan memasuki satu persatu ruang kelas. Sebelum mengedarkan kotak sumbangan, Kepala Sekolah TK-SD Bina Karya, Dra. Sudarwati Rorong, MM, menjelaskan tentang pentingnya arti berbagi.
“Kalian sudah tahu kan berita tentang adik Bilqis? Nah, saat ini, kita akan membantu adik Bilqis dengan cara menyumbang koin yang kalian miliki. Untuk itu, tolong sisihkan sedikit uang saku kalian untuk membantu adik Bilqis,” kata Sudarwati dihadapan anak didiknya.

“Berapa pun jumlah yang kalian sumbang, dapat sedikit membantu penderitaan adik Bilqis. Apalagi biaya yang diperlukan adik Bilqis untuk operasi sangat besar lo, anak-anak, yakni Rp.1 milyard,” seru Sudarwati, yang juga anggota DPRD Surabaya dari Fraksi Partai Damai Sejahtera ini. Usai memberikan penjelasan, doa bersama untuk kesembuhan Bilqis pun dipanjatkan. Setelah itu, baru kotak sumbangan diedarkan keliling ke masing-masing siswa. “Saya nyumbang seluruh uang saku saya hari ini,” kata Wati, siswa kelas 5 SD.

Hal senada juga diungkapkan Iwan. Bahkan siswa kelas 6 ini rela tidak jajan pada waktu jam istirahat. “Semua demi adik Bilqis. Karena saya teringat adik saya yang juga seumuran dengan Bilqis,” katanya terisak.

Sementara itu, Daniel Lukas Rorong, humas dan koordinator aksi, mengatakan, selain doa untuk kesembuhan Bilqis serta penggalangan dana, siswa TK Bina Karya juga punya aksi solidaritas yang unik. Mereka mewarnai gambar Bilqis yang sedang tergolek lemah saat perawatan di salah satu rumah sakit di Jakarta.

“Ini sebagai bentuk cinta para siswa TK kami terhadap penderitaan adik Bilqis. Dan semoga dengan hasil karya dari para siswa TK kami ini, dapat menjadi obat tersendiri buat kesembuhan adik Bilqis,” ujar Daniel. Dikatakan Daniel, selanjutnya hasil dari penggalangan dana yang terkumpul sebesar Rp.505.500,- akan dikirimkan langsung (ditransfer) ke rekening koin cinta untuk Balqis di Jakarta.

“Sementara hasil karya dari para siswa TK kami, akan kami kirimkan via pos ke alamat Bilqis di posko pusat Koin Cinta Bilqis di Kramat Sentiong Mesjid No. E 87 F Rt.007 Rw.06 Jakarta Pusat 10450,” ungkap Daniel yang juga aktifis sosial ini.

01 Februari 2010

[ Think Sport ] Skenario

Jojo Raharjo

Apa yang ada di pikiran Anda kalau hidup ini ternyata sudah ada skenarionya, dan skenario itu bisa dibukakan sekarang, tanpa harus menunggu semuanya benar-benar terjadi? Ini bukan kemampuan lebih atau weruh sakdurunge winarah, tapi memang seandainya Anda benar-benar memiliki otoritas untuk mengetahui skenario kehidupan.

Begini misalnya, kita bicara sepakbola. Arema Malang (kini dikenal sebagai Arema Indonesia) sukses menjadi juara putaran pertama Super Liga Indonesia, sekaligus membuka separuh jalan memuaskan dahaga pencinta sepakbola Malang untuk meraih gelar juara kasta tertinggi sepakbola yang tak pernah direngkuh sejak 18 tahun silam.

Selain sukses jadi pamuncak sampai putaran pertama berakhir, Arema mengukir prestasi sebagai tim dengan jumlah penonton terbanyak di Liga Super. Seluruh pertandingan kandangnya di Stadion Kanjuruhan, Kepanjen, dihadiri lebih dari 20 ribu orang, bahkan berkali-kali menembus angka 30 ribu pasang mata dan menembus pendapatan 1,3 milyar rupiah saat derby Malang berlangsung (10/1). Dua rekor pendapatan terbanyak laga kandang Arema lainnya dicatat saat menjamu Persiba (24/1) Rp 975 juta dan Sriwijaya Rp 765 juta.

Tapi, celaka dua belas, siang hari sebelum saya menulis catatan ini, ada sebuah catatan sepakbola di Facebook yang ditulis seorang wartawan senior. Salah satu alineanya mengagetkan saya berbunyi “Terlalu banyak ‘dosa-dosa’ para pengurus PSSI saat ini (2003 – 2010) yang diperbuat, Dari pengaturan skor, mafia wasit serta jual beli gol, dan jual beli klub yang tidak sesuai aturan. Bahkan, sudah ada kabar buruk, kalau kompetisi Super Liga Indonesia 2009-2010 saat ini, juaranya Arema Malang.

Bahkan, anggota Divisi Utama yang sudah dipastikan masuk ke jajaran Super Liga Indonesia 2010-2011 adalah Deltras Sidoarjo dan Persidafon Dafonsoro/ Perseman Manokwari atau Persiram Raja Ampat. Kalau ini benar-benar terjadi, sungguh-sungguh memalukan, menyesatkan dan perlu saatnya kompetisi di Indonesia di semua lapisan dibubarkan dulu saja. Karena, buat apa ada kompetisi kalau para juaranya sudah mendapat ‘arisan’ dari para pengatur yang di dalam jajaran pengurus ‘kartel’ PSSI saat ini.”......Selanjutnya, klik di sini.


Lagu Gigi yang Dipakai Tanpa Izin Itu

Iman D. Nugroho | Youtube | 4shared.com



Grup band Gigi mencak-mencak. Lagu mereka berjudul Ya Ya Ya dibuat soundtrack film berjudul Toilet 105. Bagaimana bentuk lagu itu? Mungkin bisa melihat di file Youtube yang ada di atas, atau meng-klik untuk mendownload di sini: download. Film Toilet 105, merupakan film bergenre horor yang mengambil setting Sekolah Menengah Atas (SMA). Jelasnya, silahkan klik film di bawah ini.



31 Januari 2010

Beginilah Bila Orang Ditampar

Iman D. Nugroho | Youtube



Video yang bisa dilihat di Youtube ini memang terkesan bercanda. Tapi, Saya melihatnya lain. Kalau diperhatikan, kekerasan yang ditunjukkan dalam video sederhana ini menjadi contoh betapa tidak enaknya "kekerasan". Jadi, hentikan kekerasan! Terutama kekerasan fisik yang sama sekali tidak menghasilkan apa-apa bagi kehidupan.

Kapankah perburuan akan berakhir?

Prasto Wardoyo | photo by google images

Perlahan, Abdurrahman (40 tahun) memasukkan tangan kanannya ke dalam keranjang bambu. Menjelajah mencari sesuatu. Begitu ditarik keluar, tangannya menggenggam reptil sejenis cicak berukuran besar. Hewan itu lantas dilemparkannya ke dalam sangkar kawat sembari dia hitung. Setelah hitungan keempat, keranjang itu sudah kosong. Keranjang diserahkannya kembali kepada Tohasyim (32 tahun), pemiliknya. Setelah itu uang sejumlah Rp 6 ribu dari kantong Pak Dur, begitu bapak dua anak ini biasa dipanggil, berpindah ke tangan Tohasyim.

“Saya tidak tahu, mengapa pada bulan-bulan yang semestinya ramai ini, Tokek semakin sulit didapat,” keluhnya. Padahal dulu, pada bulan-bulan antara Desember hingga Pebruari, dia bisa mendapatkan ribuan tokek hidup dari pengepul ataupun pemburu tokek yang menjual langsung kepadanya. Karena pasokan tersendat, tokek yang diolah akan habis pada hari itu. Akibatnya, sekitar 13 orang pekerja akan menganggur esok harinya.

Tempat pengolahan tokek milik Abdurrahman yang berlokasi di dusun Banjar Sawah desa Tegal Siwalan Kecamatan Tegal Siwalan Kabupaten Probolinggo ini, persis berada di belakang rumah. Beratap genting berdinding bambu dengan ukuran panjang 8 meter dan lebar 6 meter. Di sudut kiri dan kanan bangunan berlantai tanah itu, dibangun sangkar kawat ukuran 2,5 x 2 dengan tinggi sekitar 2 meter yang digunakan untuk menampung tokek hidup. Hanya sangkar kiri yang kerap terisi. Sementara yang kanan terlihat melompong. Untuk tokek yang sudah mati sebelum diolah menjadi tokek kering, Abdurrahman menyiapkan sebuah lemari pendingin di ruangan yang sama.

Tokek Kering

Di ruang belakang rumah, ribuan tokek kering yang sudah dibentang dan diikat dengan bambu terlihat menumpuk. Untuk mengeringkan tokek, Abdurrahman membuat bangunan sederhana seluas 1,5 x 2 meter persegi yang berada di sebelah kiri bangunan rumah. Di dalamnya terisi 3 unit oven sederhana yang terbuat dari seng dengan 3 kompor minyak tanah berada dibagian dasarnya. Seluruh oven ini bisa menampung sedikitnya 500 ekor tokek. Apabila tokek sudah dijemur terlebih dulu dibawah terik matahari, proses pengovenan biasanya memakan waktu sekitar 17 jam dengan menghabiskan sekitar 24 liter minyak tanah. Namun bila cuaca mendung dan bahkan hujan, pengeringan tokek hanya mengandalkan oven.

Dalam kondisi normal, Abdurrahman bisa memproduksi sekitar 500 ekor tokek perhari dalam berbagai ukuran lebar bentangan. Tokek yang bisa dijual adalah yang memiliki lebar bentangan minimal 8 cm. Bentangan paling lebar yang pernah dia dapatkan adalah 13 cm. Dan itu sangat jarang. Untuk sepasang tokek kering, rata-rata dibeli dengan harga Rp 4 ribu. Harga itu melorot menjadi separuhnya, bila tokeknya mengalami cacat produksi, seperti ekornya putus atau kulitnya robek.

Selama ini, Abdurrahman hanya menjual tokeknya pada satu orang pembeli saja. Dia tidak perlu mengantar, karena pembeli yang berasal dari Maron Kabupaten Probolinggo itu, mengambil sendiri tokek keringnya. Biasanya tokek diambil 3 atau 4 hari sekali dengan jumlah berkisar antara 1500 hingga 1600 ekor. Selanjutnya, tokek kering ini akan terbang ke Hongkong, melengkapi tokek dari Thailand dan Kamboja, diolah menjadi ramuan penyembuh sejumlah penyakit.

Proses pengolahan tokek hidup menjadi tokek kering diawali dari tokek yang sudah dilumpuhkan, dikeluarkan isi perutnya terlebih dulu. Isi perut ini biasanya diambil orang secara cuma-cuma untuk pakan lele dan bila ada telurnya, telur tokek kadang dijadikan lauk oleh keluarga pak Dur. Setelah dicuci, tokek yang sudah diambil isi perutnya ini lantas disayat kemudian dipentang menggunakan bambu. Saat membentang ini harus dilakukan dengan hati-hati karena akan menentukan lebar bentangan. Setelah dibentang dengan rapi, untuk mempertahankannya dijepit menggunakan penjepit besi. Sebelum dikeringkan, keempat kaki dan ekor tokek diikat menggunakan benang.

Abdurrahman yang sudah menggeluti dunia pertokekan selama 14 tahun ini, tidak sendirian melakukan usaha pengolahan tokek kering. Di desa Tegal Siwalan yang terdiri dari 4 dusun. Banjar Sawah, Klobungan, Montok dan Sumber Moneng itu, masih ada 3 orang lainnya yang bergerak dalam usaha serupa. Usaha pengeringan tokek ini pada gilirannya menyerap tenaga kerja dari warga setempat yang kebanyakan hidup dari pertanian dan perladangan. Meski tidak besar, sebagaimana diakui oleh Hobiah (32) yang mengaku rata-rata mendapatkan Rp 525 ribu perbulan, uang itu cukup dapat menopang perekonomian keluarga. Abdurrahman sendiri mengupah pekerjanya antara Rp 15 ribu hingga Rp 20 ribu perhari tergantung posisi pekerjaannya.

Desa Tokek

Menurut Abdurrahman, hampir semua warga di desanya terutama pria, mempunyai pekerjaan sebagai pemburu tokek. Harga tokek yang mencapai Rp 1.500 perekor memberi peluang bahkan kadang menjadi pekerjaan utama untuk mengepulkan asap dapur. Contohnya Tohasyim. Sudah setahun lelaki berperawakan kurus yang juga suami Hobiah ini, menggeluti usaha berburu tokek. Sebelumnya dia bekerja sebagai kenek truk dengan penghasilan sekitar 600 ribu perbulan. Kebutuhan hidup yang meningkat membuat penghasilannya itu semakin tak mencukupi. Apalagi sekarang dia tengah menanti kelahiran anak keduanya.

Berbekal lampu sorot (head lamp) bikinan sendiri dengan tenaga dari aki kering, sebuah keranjang bambu dan sepatu karet tinggi serta jerat, dia menjelajahi hutan-hutan di kawasan Pasuruan, Lumajang dan Probolinggo untuk berburu tokek. Biasanya dia berangkat berempat bersama warga satu dusun dengan menggunakan 2 buah sepeda motor. Tohasyim yang bertugas menyediakan bensinnya karena dia tinggal membonceng.
Berangkat dari rumah sekitar jam 6 sore dan kembali pukul 4 pagi, Tohasyim bisa membawa pulang 20 hingga 30 ekor tokek.

Tetapi hujan deras yang mengguyur lokasi perburuannya di sekitar Klakah Lumajang pada malam di bulan januari itu, memaksa dia dan kawan-kawannya pulang lebih awal. Keranjangnya baru terisi 4 ekor tokek. “Kalau hujan sudah mengguyur apalagi sejak sore hingga malam, jangan berharap dapat tokek. Susah, apalagi sekarang tokek semakin jarang,” ujarnya. Kalau sudah begitu, pekerjaan yang bisa dilakukannya hanyalah menyabit rumput untuk memberi makan 2 ekor sapi milik orang yang dipecayakan kepadanya. Dari berburu tokek, dia mengaku mendapat penghasilan antara Rp 800 ribu hingga Rp1 juta.

Penangkaran

Banyaknya pemburu dan semakin menipisnya sebaran tokek di sejumlah kawasan yang selama ini menjadi sasaran perburuan, membuat area perburuan semakin meluas. Menurut Abdurrahman, warga Tegal Siwalan, berkelompok 4 hingga 5 orang, merambah hingga ke pulau Madura. Biasanya seminggu kemudian mereka kembali pulang.

Dia tidak tahu sampai berapa lama, kondisi kandang penyimpanan tokeknya akan terisi dalam jumlah memadai hingga proses pengolahan tokek bisa berjalan kembali. Sementara dia juga tidak juga punya "ilmu" tentang penangkaran tokek dan membudidayakannya. Dia masih berhenti pada kata "sulit" karena, katanya tokek gampang stress yang berujung pada kematian.

Sulitnya penangkaran tokek juga diakui oleh Didik Prabudi, warga Leces Probolinggo. Meski tokek termasuk binatang non-appendix, tidak jelas dilarang atau boleh diburu, namun dia berharap bisa membudidayakan tokek sehingga tidak hanya mengandalkan peburuan dari alam saja.

Berbagai upaya terus dia kembangkan, diantaranya dengan mendatangkan ahli yang diharapkannya bisa mencari formula yang ideal tentang tata cara beternak tokek. Namun hingga sekarang hasilnya belum memuaskan. Ada salah satu lembaga yang menawarkan kerjasama penelitian, tapi itupun ditolaknya karena biaya Rp 20 juta yang dibebankan kepadanya terlalu besar sementara tidak ada jaminan keberhasilan.

Menurut pengalaman dari pembudidayaan tokek yang sejauh ini dilakukannya, dibutuhkan waktu sekitar 4 sampai 6 bulan bagi tokek jantan untuk dipanen. Artinya, pada usia itu, bila dikeringkan tokek jantan mempunyai lebar bentangan bisa mencapai 10 cm. Sementara untuk yang betina memerlukan waktu lebih lama lagi yaitu antara 6 hingga 10 bulan.

Sulitnya membudidayakan binatang yang lahap memakan jengkerik, lalat dan kelabang ini, ditambah lagi dengan belum tersedianya metode pembudidayaan tokek yang mencukupkan pemintaan pasar luar negeri, berujung pada kesinambungan perburuan tokek di alam bebas. Dan kita tidak tahu, ancaman apa yang bakal muncul, bila tokek sebagai salah satu rantai makanan ini, terpental dari lingkaran.

29 Januari 2010

AJI Sesalkan PHK Massal di Harian Berita Kota

Press Release

ALIANSI Jurnalis Independen (AJI) Jakarta menyatakan prihatin atas musibah ketenagakerjaan yang dialami oleh seluruh karyawan harian Berita Kota. Pemutusan Hubungan Kerja massal yang mereka alami, pekan ini merupakan cermin brutalnya praktek bisnis di ranah industri media massa.

Mulanya hanya desas desus. Sejak sepekan sebelumnya, 144 karyawan Berita Kota memang sempat dihantui kabar akan ada PHK massal. Isu itu muncul bersamaan rencana akuisisi yang akan dilakukan oleh salah satu anak perusahaan di bawah bendera Kompas Gramedia Gorup (KKG).

Tapi kabar angin itu sempat ditepis oleh Pemimpin Redaksi Berita Kota, Jhony Hadjoyo di hadapan staf redaksi pada Senin (25/1) malam. Saat itu Jhony membantah kabar adanya rencana akuisisi dan meminta karyawan tetap bekerja seperti biasa.

Namun kondisi yang terjadi setelahnya berubah 180 derajat. Seluruh staf yang jenjangnya berada di atas level Asisten Redaktur mendadak diminta datang ke kantor pusat PT Penamas Pewarta, perusahaan yang menggawangi penerbitan harian Berita Kota, pada Selasa (26/1) pagi. Siangnya, karyawan lain dikumpulkan di kantor.

Di hadapan karyawan, Rudy Santosa, pemilik perusahaan, mengabarkan bahwa Berita Kota telah dibeli oleh PT Metrogema Media Nusantara, salah satu anak perusahaan KKG, dan para karyawan akan di-PHK dengan kompensasi pesangon.

Berdasarkan pengakuan sejumlah karyawan Berita Kota, AJI Jakarta menemukan sejumlah kejanggalan dalam proses PHK ini.

Pertama, keputusan PHK tidak didahului oleh proses musyawarah antara pihak manejemen dengan para karyawan. PHK sepihak seperti ini dilarang Undang Undang Tenaga Kerja Nomor 13 Tahun 2003.

Kedua, PHK tidak berdasarkan alasan yang memadai sesuai aturan perundang-undangan dan tanpa melalui penetapan dari Dinas Tenaga Kerja maupun Pengadilan Hubungan Industrial.

Ketiga, dalam kondisi perusahaan telah diakuisisi, maka kewajiban pesangon mestinya dibayar oleh pemilik yang baru. Bukan oleh pemilik yang lama.

Keempat, besar pesangon tidak sesuai UU Tenaga Kerja. Karyawan hanya menerima satu kali dari total perhitungan nilai pesangon. Padahal, UU No.13 tahun 2003 mengatur bahwa karyawan yang di-PHK atas inisiatif perusahaan harus dibayar minimal dua kali nilai pesangon.

Kelima, karyawan tidak menerima uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak sebagaimana diatur dalam pasal 156 ayat 3 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

AJI Jakarta menilai praktek PHK dengan modus akuisisi media seperti yang terjadi di Berita Kota adalah indikasi kemunculan praktek kartel di ranah industri media. Para pemilik perusahaan raksasa makin garang mencaplok perusahaan kecil, dengan mengabaikan perlindungan hak-hak tenaga kerja.

Kasus serupa saat ini juga terjadi di Harian Suara Pembaharuan, Harian Investor Daily dan Jakarta Globe – semuanya di bawah Lippo Group. Puluhan karyawan disana --diperkirakan jumlahnya akan terus bertambah-- sudah dipecat atas alasan efisiensi. Ini tentu berlawanan dengan semangat Pasal 151 ayat 1, UU no.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menegaskan bahwa, "Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja."

Atas kasus ini, AJI Jakarta menyatakan:

1. Menyesalkan putusan PHK yang dialami ratusan karyawan harian Berita Kota.
2. Meminta perusahaan untuk memberikan hak-hak karyawan sebagaimana diatur dalam UU no.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
3. Mendorong karyawan Berita Kota untuk memperjuangkan hak yang seharusnya didapatkan atas putusan PHK tersebut.
4. Mendesak Suku Dinas Tenaga Kerja Jakarta Pusat untuk melakukan fungsi pengawasan atas kasus PHK karyawan Harian Berita Kota.
5. Menghimbau seluruh wartawan dan pekerja media segera mengorganisir diri dengan mendirikan serikat pekerja. Keberadaan serikat pekerja merupakan kunci yang dapat menjamin perlindungan hak-hak pekerja dan memudahkan proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial.