Iddaily Mobile | Dari Anda Untuk Publik
Youtube Pilihan Iddaily: Pramoedya Ananta Toer
       

25 November 2009

Kemungkinan Terus Bertambah, Kini 105 Jemaah Haji Meninggal Dunia

Iman D. Nugroho

Hingga Rabu (25/11) ini, sudah 105 jemaah haji meninggal dunia dalam persiapan pelaksanaan ibadah haji di Arab Saudi. Besar kemungkinan jumlah itu akan bertambah setelah puncak ritual haji digelar di pada Rabu ini berupa Wukuf Padang Arofah. Karena saat itu banyak jemaah calon haji akan kelelahan setelah menempuh perjalanan jauh dari penginapan menuju ke Arofah. Penjelasan itu dikatakan Abdul Ghafur Jawain dari Departemen Agama RI, Rabu (25/11) ini di Jakarta.

Menurut catatan petugas Departemen Agama di Arab Saudi, dalam ritual yang bertepatan dengan Hari Raya Haji itu akan menguras banyak energi. Jemaah haji Indonesia itu akan menuju ke Padang Arofah dengan menggunakan 30 bus permahtap.

Khusus untuk jemaah calon haji yang tidak bisa melakukan ritual puncak wukuf itu, bisa melakukannya dengan menggunakan bus yang sudah dimodifikasi. "Ada sekitar 154 jemaah calon haji yang sakit, 99 diantaranya hanya bisa duduk dan 54 lainnya hanya bisa berbaring," kata Abdul Ghafur.

Selain itu, data dari petugas Departemen Agama di Arab Saudi mencatat ada 22 orang jemaah calon haji yang tidak bisa keluar dari ruang ICU rumah sakit setempat karena sakit. Khusus untuk ke-22 jemaah haji itu, wukuf akan digantikan oleh petugas yang sudah disiapkan. Sementara itu, Departemen Agama juga mengabarkan jumlah jemaah calon haji di Indonesia yang saat ini hampir mencapai satu juta orang.

*foto by news.yahoo.com

Tanpa Penuntasan Kasus Munir, Penegakan Hukum yang Adil Hanya Isapan Jempol Belaka

Iman D. Nugroho

Di antara sedikit kesan yang tertangkap saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berpidato, adalah pentingnya penegakan hukum yang jujur dan adil serta tidak tebang pilih. Kenyataan membuktikan, dalam konteks hukum di Indonesia, semua itu hanya isapan jempol belaka. Dalam kasus pembunuhan Munir misalnya. Jauh dari prespektif hukum yang jujur dan adil.

Desakan aktivis dan keluarga Almarhum Munir kepada Presiden SBY untuk segera menuntaskan kasus pembunuhan Munir, sungguh menyayat. Di sela-sela momentum perang antara Cicak dan Buaya yang memaksa Presiden SBY turun tangan, publik seperti diingatkan kembali adanya tragedi tewasnya pejuang hukum dan HAM di atas pesawat Garuda dari Singapura menuju Belanda.

Siapa yang membunuh Munir? Pertanyaan itu seperti menggantung di langit-langit hukum Indonesia sampai kini. Rangkaian sidang yang menghadirkan orang-orang dari berbagai kalangan, mulai awak Garuda Indonesia Airways hingga Badan Intelejen Negara (BIN) yang dituduh terlibat pun tidak mampu menguak skenario jahat pembunuhan itu. Malahan, beberapa di antaranya justru melenggang bebas, sampai sekarang.

Ironisnya, sempat berkembang isu jahat di masyarakat yang mengatakan "layaknya" Munir dibunuh oleh "negara" karena dianggap akan menyebarkan data "berbahaya" kepada aktivis HAM di Belanda. Data-data yang konon berisi daftar pelanggaran HAM sejak era Timor Timur hingga 1998 itu dianggap mampu menempatkan Indonesia kembali menjadi negara pelanggar HAM berat.

Meski secara fair, hal itu jelas tidak mungkin. Di era sekarang, untuk mengetahui pelanggaran HAM di Indonesia, bisa langsung diakses melalui banyak sumber di Internet. Karena itu juga, isu mendiskreditkan Munir itu hilang begitu saja ditelan angin. Publik lebih percaya peristiwa pembunuhan Munir sebagai konspirasi lain yang lebih kejam.

Karena itulah, Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (Kasum) meminta agar SBY memperhatikan kelanjutan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir. Istri Almarhum Munir, Suciwati meminta pemerintah memperhatikan Peninjauan Kembali (PK) bebasnya Muchdi PR, mantan orang BIN yang disebut-sebut mengetahui dengan pasti kasus pembunuhan Munir. Karena itulah Pak Presiden, tanpa penuntasan kasus Munir, penegakan hukum yang adil hanya isapan jempol belaka.

*foto dokumentasi FB Suciwati

24 November 2009

Yang Aneh Dalam Kasus Century

Iman D. Nugroho

Tulisan tentang Kasus Bank Century ini bukan untuk sekali lagi menguliti kasus perbankan yang bakal jadi kasus menghebohkan setelah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan Bank Bali itu. Tapi hanya menggunakan pemikiran gaya proletar (baca: sederhana) untuk melihat kasus yang konon melibatkan "orang dekat" di lingkaran RI 1.


Komentar Mantan Presiden RI, KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur di Kantor PBNU, Jakarta, 24 Nopember 2009 sepertinya menjadi titik pijak yang baik untuk membahas kasus Bank Century. Menurut Gus Dur, mestinya Wakil Presiden Boediono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani nonaktif dari jabatan masing-masing dan diperiksa polisi atas kasus itu. Hal itu "harus" dilakukan karena Gus Dur menilai adanya persamaan di muka hukum.

Memang, kasus Bank Century tergolong aneh. Bagi publik, kasus itu menjadi sesuatu yang penting untuk diklarifikasi. Tidak hanya jumlah nominalnya yang tergolong tinggi, Rp.6,7 triliun, tapi siapa-siapa yang kemungkinan menyebabkan kasus itu terjadi bukan orang sembarangan. Belum lagi isu-isu yang mengiringi kasus itu. Seperti yang dikatakan Presiden SBY, ada isu yang mengatakan uang sengketa Bank Century mengalir juga ke Partai Demokrat. "Fitnah yang sungguh kejam dan sangat menyakitkan," kata Presiden SBY.

Pantas bila Presiden merasa tersinggung dengan isu itu. Bagaimana tidak, bila Partai Demokrat terpercik uang Bank Century, bisa-bisa seluruh kemenangan SBY-Boediono dalam Pilpres 2009 akan bisa digugat. Dan kalau sudah seperti itu, "Apa kata dunia!" Sekarang pun, ketika nama Wakil Presiden Boediono disebut-sebut ikut bertanggungjawab ketika masih menjadi Gubenur Bank Indonesia, SBY pun meradang.

Tapi, ada lagi yang lebih aneh. Yakni keputusan presiden yang meminta polisi dan kejaksaan mengusut kasus Bank Century. Sekali lagi aneh! Karena polisi, dalam hal ini Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) dan kejaksaan saat ini sedang masuk dalam ranah sengketa kriminal kasus Bibit-Chandra dan sekaligus disebut-sebut ikut cawe-cawe dalam kasus Century. Jelas ada conflict of interest. Bagaimana mungkin, kelompok yang disebut-sebut terlibat, bahkan mungkin bisa menjadi terjadi tersangka (bahkan terdakwa) harus memeriksa kasus yang sama. Please deh. Lalu baiknya gimana? Dalam logika sangat sederhana, mungkin yang harus dilakukan adalah membersihkan keolisian dan kejaksaan.

Copot orang-orang yang masuk dalam wilayah sengketa! Bersihkan, sebersih-bersihnya. Setelah itu, baru rock n' roll dengan memblejeti kasus Bank Century. Sorry, pak presiden, kalau diperlukan, bapak harus bersedia juga diperiksa,..maukan?

*Tulisan lain soal Kasus Bank Century, klik di sini.

Pidato Lengkap Presiden SBY soal Century dan Bibit-Chandra

by Vivanews.com

Bismillahirrahmanir rahim.
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Salam sejahtera bagi kita semua Saudara-saudara se-bangsa dan se-tanah air yang saya cintai dan saya banggakan.

Dengan terlebih dahulu memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, serta dengan memohon ridho-Nya, pada malam hari ini saya ingin menyampaikan penjelasan kepada seluruh rakyat Indonesia, menyangkut dua isu penting yang berkaitan dengan penegakan hukum dan keadilan di negeri kita.

Isu penting yang saya maksud adalah pertama, kasus Bank Century dan kedua, kasus Sdr. Chandra M. Hamzah dan Sdr. Bibit Samad Riyanto, yang keduanya telah menjadi perhatian masyarakat yang amat mengemuka.

Kedua isu ini juga telah mendominasi pemberitaan di hampir semua media massa, disertai dengan percakapan publik yang menyertainya, bahkan disertai pula dengan berbagai desas-desus atau rumor yang tidak mengandungi kebenaran.

Oleh karena itu, selaku kepala negara dan kepala pemerintahan, malam ini, saya pandang perlu untuk menjelaskan duduk persoalan, serta sikap pandangan dan solusi yang perlu ditempuh terhadap kedua permasalahan tersebut.

Dalam waktu dua minggu terakhir ini, saya sengaja menahan diri untuk tidak mengeluarkan pernyataan menyangkut Bank Century dan kasus Sdr. Chandra M. Hamzah dan Sdr. Bibit Samad Riyanto dengan alasan:...next, click here

23 November 2009

[ Nol Kilometer ] Bila kereta api cepat dihentikan mendadak

Agung Purwantara

Apa yang terjadi ketika sebuah bus berkecepatan tinggi tiba-tiba direm? Kemungkinan teringan adalah penumpang di dalam akan merasakan momentum yang membuat mereka tersuruk ke depan. Bagaimana jika sebuah kereta api melaju dengan kecepatan tingi, kemudian direm secara mendadak kemungkinan yang akan terjadi adalah, gerbong-gerbong kereta itu akan terhentak dan terguling keluar rel.

Selama beberapa waktu, kita merasakan momentum gerak kasus cicak vs buaya yang semakin cepat dan rumit. Kecepatan kereta hukum itu seakan mencapai titik tertinggi yang seolah olah tidak terhentikan. Dua lembaga itu seakan berlomba memacu kecepatan dalam hal memberantas korupsi. Namun, yang terjadi malah kontra produktif. Dua lembaga terjebak dalam pertandingan yang tidak sehat.

Seharusnya mereka berjalan sejajar sesuai tugas masing-masing. Sekarang mereka beradu cepat. Parahnya mereka sudah beradu muka. Menentukan siapa yang menang siapa yang kalah. Masyarakat gerah. Gerakan berantas korupsi menjadi ilusi karena lembaga yang berwenang berebut tugas.

Tidak ada yang salah dalam rel hukum di sini. Namun bila dua gerbong kereta saling beradu muka. Tabrakan tak bisa dihindari. Masinis dua kereta terjebak dalam perseteruan berebut jalan. Kepala stasiun pusat diharapkan bisa menghentikan laju kereta hukum yang sudah tak terkendali.

Pertanyaannya, bisakah dua gerbong kereta hukum ini dihentikan secara mendadak tanpa ada yang kalah dan menang? Maukah dua gerbong hukum ini mengalah demi hukum? Mampukah kepala stasiun pusat menghentikan dan menyelamatkan dua gerbong ini?

Bila kereta dihentikan secara mendadak pada kecepatan tinggi, hampir bisa dipastikan akan mengalami hentakan, keluar rel dan terguling. Masinis masing-masing akan dimintai pertanggunganjawab. Kepala stasiun pun akan dimintai pertangunganjawab.
Namun, bagaimana bila cicak dan buaya memasuki wilayah politik?

*tulisan kontempatif lain klik di sini.

Duri-duri Dalam Kasus Bank Century

Saripudin

Indonesia kembali diguncang skandal keuangan perbankan. Kali ini skandal perbankan terjadi di Bank Century. Skandal Bank Century berawal dari rapat yang dipimpin oleh Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia pada tanggal 20-21 November 2008. Hasil rapat memutuskan untuk menyelamatkan Bank Century dengan memberikan suntikan modal hingga Rp 6,7 triliun.

Kasus ini semakin menarik takala akhir Agustus 2009, media massa memberitakan bahwa kasus finansial di bank—yang hanya memiliki 60 ribuan nasabah—ini diduga kuat merupakan kasus perampokan kerah putih. Bukan kerena krisis global atau kegagalan sistematik.

Namun, sangat disayangkan bahwa ketika kasus ini terjadi yakni November 2008, Gubernur BI saat itu justru mengeluarkan laporan yang menjadi alasan legal untuk menyuntik dana Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ke Bank Century. Gubernur BI dinilai tidak berani melaporkan pemilik Bank Century, Robert Tantular, kepada polisi untuk segera ditangkap. Padahal, apa yang dilakukan Robert jelas merupakan tindak kriminal karena melakukan perampokan terhadap banknya sendiri. Robert membuat banyak PT illegal untuk mengalirkan dana nasabahnya ke sana.

Ikhtisar laporan Komisi XI atas progress report audit invetigasi Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) atas Bank Century mengungkapkan banyak kelemahan dan kejanggalan serius di balik penyelamatan Bank Century yang menelan dana hingga Rp 6,7 triliun.

Beberapa poin penting di antaranya: 1. Pengawasan Khusus Bank Century; 2. Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP); 3. Perubahan Peraturan BI Soal FPJP; 4. Penetapan BI, Century sebagai Bank Gagal; 5. Posisi Century di Industri Perbankan; 6. Penetapan KSSK, Century sebagai Bank Gagal; 7. Suntikan Modal Century; dan 8. Pelanggaran-pelangaran Century.

Sedianya, BPK telah meyelesaikan hasil audit terakhir pada tanggal 19 Oktober 2009. Namun, dengan alasan beratnya kasus, maka audit belum bisa diselesaikan tepat waktu dan diserahkan kepada anggota BPK yang baru untuk dilanjutkan. Sangat mungkin ini dikarenakan, BPK sendiri tidak berani untuk mengusut tuntas kasus Bank Century karena ditengarai melibatkan pejabat negara.

Mengingat kasus Bank Century menimbulkan kerugian Negara cukup besar namun hingga kini belum dapat diselesaikan dengan tuntas, maka sebagai wujud pertanggungjawaban publik dan dalam rangka melakukan fungsi pengawasan, DPR RI mengajukan usul Hak Angket atas pengusutan kasus Bank Century. Hak Angket ini sesuai dengan Peraturan Tata Tertib DPR RI... yang menyebutkan bahwa salah satu hak DPR adalah mengadakan Penyelidikan/Angket.

Adapaun fokus penyelidikan dalam pelaksanaan hak angket ini antara lain sebagai berikut:

1. Mengetahui sejauhmana Pemerintah melaksanakan peraturan perundangan yang berlaku, terkait keputusannya untuk mencairkan dana talangan (bail-out) Rp 6,76 triliun untuk Bank Century. Adakah indikasi pelangaran peraturan perundangan, baik yang bersifat pidana maupun perdata?

2. Mengurai secara transparan komplikasi yang meyertai kasus pencairan dana talangan Bank Century. Termasuk mengapa bisa terjadi perubahan Peraturan Bank Indonesia secara mendadak, keterlibatan Kabareskrim Mabes Polri Komjen Susno Duaji dalam pencairan dana nasabah Bank Century sebesar Rp 2 triliun, dan kemungkinan terjadinya konspirasi antara para pemegang saham utama Bank Century dan Otoritas Perbankan dan Keuangan Pemerintah.

3. Menyelidiki kemana sajakah aliran dana talangan Bank Century, mengingat sebagian dana talangan tersebut oleh Direksi Century justru ditanamkan dalam bentuk Surat Utang Negara (SUN) dan dicairkan bagi nasabah besar (Budi Sampoerna), sementara kepentingan nasabah kecil justru terabaikan. Adakah faktor kesengajaan melakukan pembobolan uang negara demi kepentingan tertentu, politik misalnya, melalui skenario bail-out bagi Bank Century?

4. Menyelidiki mengapa bisa terjadi pembengkakan dana talangan menjadi Rp 6,76 triliun bagi Bank Century tanpa persetujuan DPR? Sementara Bank Century hanyalah sebuah bank swasta kecil yang sejak awal bermasalah, bahkan pada saat menerima bail-out, bank ini dalam status pengawasan khusus. Rasionalkah alasan pemerintah bahwa Bank Century patut diselamatkan karena mempunyai dampak sistemik bagi perbankan nasional secara keseluruhan?

5. Mengetahui seberapa besar kerugian negara sebenarnya yang ditimbulkan oleh kasus bail-out Bank Century, dan sejauhmana kemungkinan penyelamatan uang negara bisa dilakukan. Sebab selain penegakan hukum, di tengah berbagai kesulitan hidup yang dialami masyarakat kebanyakan, aspek penyelamatan uang negara ini sangat penting untuk dijadikan prioritas demi memenui rasa keadilan rakyat. Selanjutnya uang negara yang dapat diselamatkan bisa digunakan untuk kepentingan meningkatkan kesejahteraan rakyat pada umumnya.

Dengan mengacu pada usulan dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, kami para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang bertanda tangan di bawah ini berketetapan untuk menggunakan salah satu hak DPR terhadap pengusutan kasus Bank Century. Sedangkan segala pembiayaan pelaksanaan hak ini, sepenuhnya dibebankan pada Anggara DPR RI yang akan disusun secara tersendiri sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari penggunaan Hak Angket ini.

*Pidato Presiden SBY tentang Kasus Century dan Bibit Chandra, klik di sini.

Yang Aneh Dalam Kasus Century

Iman D. Nugroho

Tulisan tentang Kasus Bank Century ini bukan untuk sekali lagi menguliti kasus perbankan yang bakal jadi kasus menghebohkan setelah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan Bank Bali itu. Tapi hanya menggunakan pemikiran gaya proletar (baca: sederhana) untuk melihat kasus yang konon melibatkan "orang dekat" di lingkaran RI 1.


Komentar Mantan Presiden RI, KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur di Kantor PBNU, Jakarta, 24 Nopember 2009 sepertinya menjadi titik pijak yang baik untuk membahas kasus Bank Century. Menurut Gus Dur, mestinya Wakil Presiden Boediono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani nonaktif dari jabatan masing-masing dan diperiksa polisi atas kasus itu. Hal itu "harus" dilakukan karena Gus Dur menilai adanya persamaan di muka hukum.

Memang, kasus Bank Century tergolong aneh. Bagi publik, kasus itu menjadi sesuatu yang penting untuk diklarifikasi. Tidak hanya jumlah nominalnya yang tergolong tinggi, Rp.6,7 triliun, tapi siapa-siapa yang kemungkinan menyebabkan kasus itu terjadi bukan orang sembarangan. Belum lagi isu-isu yang mengiringi kasus itu. Seperti yang dikatakan Presiden SBY, ada isu yang mengatakan uang sengketa Bank Century mengalir juga ke Partai Demokrat. "Fitnah yang sungguh kejam dan sangat menyakitkan," kata Presiden SBY.

Pantas bila Presiden merasa tersinggung dengan isu itu. Bagaimana tidak, bila Partai Demokrat terpercik uang Bank Century, bisa-bisa seluruh kemenangan SBY-Boediono dalam Pilpres 2009 akan bisa digugat. Dan kalau sudah seperti itu, "Apa kata dunia!" Sekarang pun, ketika nama Wakil Presiden Boediono disebut-sebut ikut bertanggungjawab ketika masih menjadi Gubenur Bank Indonesia, SBY pun meradang.

Tapi, ada lagi yang lebih aneh. Yakni keputusan presiden yang meminta polisi dan kejaksaan mengusut kasus Bank Century. Sekali lagi aneh! Karena polisi, dalam hal ini Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) dan kejaksaan saat ini sedang masuk dalam ranah sengketa kriminal kasus Bibit-Chandra dan sekaligus disebut-sebut ikut cawe-cawe dalam kasus Century. Jelas ada conflict of interest. Bagaimana mungkin, kelompok yang disebut-sebut terlibat, bahkan mungkin bisa menjadi terjadi tersangka (bahkan terdakwa) harus memeriksa kasus yang sama. Please deh. Lalu baiknya gimana? Dalam logika sangat sederhana, mungkin yang harus dilakukan adalah membersihkan keolisian dan kejaksaan.

Copot orang-orang yang masuk dalam wilayah sengketa! Bersihkan, sebersih-bersihnya. Setelah itu, baru rock n' roll dengan memblejeti kasus Bank Century. Sorry, pak presiden, kalau diperlukan, bapak harus bersedia juga diperiksa,..maukan?

*Sri Mulyani bisa tertusuk duri Bank Century