Iddaily Mobile | Dari Anda Untuk Publik
Youtube Pilihan Iddaily: Pramoedya Ananta Toer
       

30 September 2009

Pameran Seabad Komik Francophone di Malang, Jawa Timur

Iman D. Nugroho

CCCL Surabaya bersama Insomnium, sebuah komunitas pengkaji dan peminat seni visual yang berbasis di Malang, untuk pertamakalinya menampilkan pameran seni komik Un siècle de BD francophone (Satu Abad Komik Francophone). Pameran komik berbahasa Prancis ini akan digelar di Galeri Ken Arok – Perpustakaan Umum Kota Malang pada 5 - 8 Oktober 2009. Pameran ini menelusuri kembali perjalanan sejarah sebuah seni yang mencapai ketenaran unik di Prancis, Eropa dan tentu saja di seluruh dunia. Mulai dari era Caran d'Ache.


Selain era Caran d'Ache, seorang pakar cerita bergambar tanpa dialog yang amat modern, pameran juga akan menampilkan karya di era Nicolas de Crécy, pakar teknik ilustrasi yang memukau. Kurun waktu lebih dari satu abad kreasi komik Prancis dan Belgia yang berkembang dengan baik, dipamerkan pertamakali bagi publik kota Malang dan sekitarnya. Pameran Un siècle de BD francophone terdiri dari 35 plat yang diambil dari koleksi asli Cité internationale de la bande dessinée et de l’image (Pusat Internasional Komik dan Gambar Prancis).

Bersama pameran ini, akan ditampilkan pula gambar-gambar kolektif karya Unit Kegiatan Mahasisawa (UKM) Lentera, yang merupakan lembaga intra kampus beranggotakan mahasiswa peminat seni rupa Universitas Muhammadiyah Malang. Lentera dibentuk pada tahun 2002 dan hingga saat ini, telah menyelenggakan pameran bersama di beberapa kota di Jawa Timur. Uniknya, pameran Un siècle de BD francophone juga bisa didownload di www.bdmix.org, sebuah portal on line tentang komik, dibuat oleh Kementrian Luar Negeri Prancis dan Eropa, hasil kerjasama dengan Cité de la bande dessinée et de l’image.

28 September 2009

Idul Fitri di Negeri Liberty

Maya Mandley

Hari Raya Idul Fitri tahun ini merupakan tahun ke-7 yang aku rayakan di negeri Pak Obama. Di tahun-tahun awak kedatanganku disini, aku sempat merasakan home sick yang sangat dalam. Maklum buatku, lebaran merupakan saat-saat yang menyenangkan. Berkumpul bersama keluarga besar (bahkan sampai 4 generasi), makan ketupat lengkap dengan sayur dan kue-kuenya, dan yang paling penting, mengikuti tradisi mudik ke Jakarta.


Di tahun pertama aku merayakan lebaran di Amerika, jatuh pada awal bulan December. Suhu yang dingin, dan ditambah saat itu berdekatan dengan Thanksgiving, salah satu hari libur nasional Amerika yang tergolong cukup sibuk. Meski suasana lebaran cuma bisa dijumpai di rumah-rumah warga yang merayakan, namun aku cukup terhibur. Karena suasananya gak jauh beda dengan lebaran di tanah air. Jalan tergolong lengang, dan toko banyak yang tutup karena libur thanksgiving. Aku ingat, saat itu aku kesulitan cari kartu telepon untuk menelpon ke Surabaya, karena banyak toko yang tutup. Entah kenapa, saat itu hampir semua kartu telpon yang aku gunakan untuk berkomunikasi tak ada yang bisa.

Karena pada waktu itu sangat rawan isu terorisme dan sebagainya, aku sempat berfikir yang tidak-tidak. Tapi ternyata menurutku itu hanya soal sambungan telpon ke Indonesia saja yang sibuk karena hari raya. Sebab tahun inipun, aku dan sebagian temanku punya kesulitan yang sama saat akan menelpon ke tanah air. Meski ada beberapa teman yang tak punya kesulitan saat menggunakan kartu telpon untuk mengucapkan maaf lahir bathin pada sanak saudara di tanah air.

Warga Indonesia yang berada di NYC dan sekitarnya, melakukan sholat Ied di masjid Al Hikmah di Queens NYC. Masjid yang menurut cerita dibangun atas prakarsa warga Indonesia di NY dan sumbangan dari Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila, yang didirkan mantan Presiden Soerharto. Meski begitu, ada juga warga muslim dari negara-negara lain yang ikut sholat Ied di masjid tersebut. Seperti umumnya tradisi lebaran di tanah air, warga Indoesia di NYC juga saling bersalaman usai sholat Ied. Berada di tengah-tengah suasana seperti itu, rasa kerinduan terhadap sanak saudara di tanah air sedikit terhibur.

Tradisi ini dilanjutkan dengan mengunjungi rumah-rumah warga Indonesia yang sengaja melakukan open house. Meski sederhana, kami juga ikut repot menyediakan makanan yang selalu ada di setiap meja saat lebaran. Seperti lontong yang kami buat dari plastik (Karena gak ada yang jual ketupat disini), lengkap dengan sayurnya, dan 'teman-teman' nya. seperti rendang, sambal goreng ati dan tentu saja krupuk dan bawang goreng. Kue-kue yang tersedia juga tak kalah, ada kastengel, nastar dan yang pasti juga kacang goreng.

Tradisi lain yang dilakukan teman-teman Indonesia disini saat lebaran adalah pergi ke rumah konsulat dan ketua PTRI (perwakilan tetap RI untuk PBB). Di rumah petinggi Indonesia ini, aku bayangkan seperti open house yang ada di Istana Presiden. Karena aku belum pernah mengikuti sendiri. Namun menurut cerita teman-teman yang pernah mengikuti tradisi ini, makanan yang disediakan di rumah pejabat ini juga tak kalah lengkap.

Lebaran tahun ini menurutku cukup istimewa. Karena jatuh pada hari minggu. Jadi karena hari libur, kami bisa merayakannya tanpa harus minta izin kerja atau kembali bekerja usai sholat Ied. Sejak pagi aku sengaja mengosongkan perut agar bisa mencicipi makanan di rumah teman-teman yang open house. Maklum aku tak bisa setiap hari mencicipi makanan Indoensia. Jadi di setiap rumah, aku cicipi semua makanan.

Mulai dari siomay, lontong sayur, kastengel, nastar. Bahkan di rumah salah seorang temanku, ia sudah menyiapkan open house ini jauh-jauh hari. Karena memang untuk mendapatkan bumbu-bumbu masakan Indoenesia, kadang harus pergi ke kota lain. Jadi saat makan malam, hidangan yang super lengkap sudah tersedia di meja, tak ubahnya seperti suasana pesta lebaran di tanah air. Ahhh...... senangnya. Selamat Hari Raya Idul Fitri, Mohon Maaf lahir dan Bathin.

Luka Akibat Konflik Komunisme Masih Menganga

Iman D. Nugroho

Peristiwa penyerangan Pemuda Rakyat dan Barisan Tani Indonesia (BTI) di sebuah pondok pesantren di Kanigoro, Kediri, 13 Januari 1965 lalu masih menyisakan luka hingga kini. Bagi warga desa itu, peristiwa penyerangan yang juga dijadikan adegan awal film G30S/PKI ini menjadi awal konflik horisontal yang turun temurun. "Sayangnya, seringkali hal itu digunakan sebagai komoditas politik," kata Abdul Hakim, Kepala Desa Kanigoro, Kediri.


Peristiwa penyerangan di bagian selatan Kabupaten Kediri itu memang tergolong sadis. Diperkirakan, saat penyerangan yang berlangsung 04.30 pagi itu dilakukan oleh lebih dari seribuan orang aktivis dan simpatisan Pemuda Rakyat dan BTI kepada 127 anggota Pemuda dan Pelajar Indonesia (PII) yang sedang melakukan mental training. Pimpinan PPI ketika itu, Said Koenan, dan KH Djauhari, dianiaya massa. Bahkan, massa penyerang mengobrak-abrik masjid dan kitab suci umat Islam yang ada di dalam mushola itu.

Para penyerang menilai, PPI adalah upaya terselubung Masyumi (yang ketika itu sudah dilarang pemerintah Soekarno) untuk kembali membangun kekuatan guna melakukan kudeta atau makar. Pemuda Rakyat dan BTI yang merupakan organisasi sayap dari Partai Komunis Indonesia (PKI) pendukung Soekarno merasa perlu untuk membubarkan acara itu. "Saya tidak memiliki data, namun berdasarkan informasi dari saksi mata, korban peristiwa itu cukup banyak," kata Abdul Hakim, Kepala Desa Kanigoro.

Di Jawa Timur, mungkin juga dibeberapa daerah lain, konflik yang dimotori oleh underbow PKI kerap berlangsung. Seperti yang terjadi di Kecamatan Genteng di Banyuwangi , Kecamatan Mojang, Kalibaru dan Dampit di Jember serta di Kediri yang terjadi pada tahun 1961. Juga peristiwa di Surabaya pada tahun 1962 dan penganiayaan seorang kiai di Pamekasan Pulau Madura pada tahun 1965. Selain berdasarkan perbedaan politik, konflik horisontal itu berlandaskan semangat untuk memberantas apa yang disebut PKI sebagai Tujuh Setan Desa. Tuan tanah, lintah darat, tengkulak, ijon, bandit desa, pemungut zakat dan kapitalis birokrat desa.

Konflik horisontal itu mendapatkan perlawanan serius di Jawa Timur. Gerakan Pemuda Anshor, organisasi pemuda di bawah Nahdlatul Ulama (NU) mulai melancarkan serangan balik. Kediri adalah kota di mana GP Anshor melakukan perlawanan kepada aktivis BTI yang menyerang seorang pemilik tanah pada tahun 1964. Salah satu kyai dari Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, KH. Maksum al Jauhari atau Gus Maksum adalah salah satu tokoh yang getol melawan aksi underbow PKI itu.

Gus Maksum ini juga yang mendorong kelahiran Barisan Serba Guna (Banser) di Blitar pada tahun 1964. Saat masyarakat setempat merasa terteror. Dalam peristiwa Kanigoro pun sama. Aktivis PPI yang ketakutan meminta bantuan kepada Gus Maksum dan Banser yang langsung menyerang balik. Menangkapi aktivis Pemuda Rakyat dan BTI yang dianggap bertanggungjawab.

Sikap keras NU dan underbownya terhadap PKI menurut KH. Muchid Muzadi memang tidak bisa dilepaskan dari masa lalu NU dan PKI. Sejarah menyebutkan, NU adalah kelompok yang paling tegas bersikap melawan PKI. "NU memang sejak dulu bersikap untuk melawan PKI, dan sikap itu akan terus diturunkan sampai sekarang," kata Muchid Muzadi. Apalagi, menurut sesepuh NU yang akrab dipanggil Mbah Muchid ini, komunisme tetap ada sampai saat ini.

Salah satu buktinya adalah kedatangan Soemarsono, tokoh PKI yang kini sudah menjadi warga Australia. Soemarsono adalah anak buah Amir Sjarifoedin dan Musso. Mengutip sebuah tulisan di koran Jawa Pos terbitan Surabaya, Mbah Muchid tidak habis pikir mengapa Soemarsono berbalik menyalahkan pemerintah Indonesia dalam persoalan PKI. "Ini artinya komunis tetap menjadi dan akan terus menjadi persoalan di Indonesia," katanya.

Bukti lain yang menurut ulama NU bisa dijadikan bukti tentang adanya komunisme adalah diputarnya lagu Genjer-genjer di sebuah radio di Solo, Jawa Tengah. Menurutnya, lagu itu mau tidak mau diidentikkan dengan PKI dan bisa menyulut kembali kenangan masyarakat atas peristiwa tahun 1965. "Nah, kalau memang diputar kembali, itu namanya provokasi, apalagi saat diputar itu di Bulan Ramadhan," katanya.

Kerasnya gesekan antara NU dan PKI di Kanigoro, dirasakan Kepala Desa Kanigoro Abdul Hakim masih "tersisa" sampai sekarang. Menurutnya, masih ada kerenggangan antara keluarga keturunan PKI dan NU di desa kini berpenduduk 3,3 ribu jiwa itu. "Sebagai kepala desa, saya merasakan itu," katanya. Hal itu semakin tampak bila ada peristiwa politik yang digelar di desa itu. Mulai pemilihan kepala desa (pilkades), hingga pilpres. Abdul Hakim menggambarkan, desas-desus untuk tidak memilih calon tertentu santer terdengar dari masih-masing kelompok.

Meski hal itu tidak secara terang-terangan diakui, namun bagi penduduk Kanigoro, "haram" hukumnya membicarakan peristiwa serangan Pemuda Rakyat dan BTI pada PPI pada tahun 1965 itu. "Banyak korban yang jatuh pada saat itu, dan hal itu masih belum bisa dilupakan oleh anak cucu mereka hingga kini," katanya. Meski begitu, Abdul Hakim sangat menginginkan hal itu segara dicairkan. "Bagi kelompok politik tertentu, janganlah menjadikan kerenggangan itu sebagai komoditi," katanya

a. Feature Anak Pencipta Lagu Genjer-Genjer
b. Feature Poet Mu'inah, Tokoh Gerwani

Rekrutmen Menteri Non Parpol, SBY Harus Pertimbangkan Akademisi -Teknokrat

Press Release Forum Aktivis 98 Nusantara

Niat Presiden terpilih Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk memberikan kesempatan bagi figur-figur profesional non partai politik untuk duduk di kabinet SBY-Boediono, seperti yang kerap dikemukakan kalangan dekat Presiden akhir-akhir ini, perlu mendapatkan dukungan dari publik. Keberadaan menteri-menteri non partisan akan menghindarkan kabinet dari situasi tersandera sepenuhnya oleh kepentingan politik. Menteri-menteri yang tidak terikat oleh parpol juga akan bekerja tanpa beban demi menyukseskan pemerintahan SBY-Boediono.


Pandangan itu dikemukakan oleh Forum Eks Aktifis 98 Nusantara (Forisnusa), sebuah organisasi mantan aktifis gerakan mahasiswa dari berbagai kota. Lebih lanjut, Forisnusa meminta kepada Presiden terpilih SBY dan Wapres terpilih Boediono untuk mempertimbangkan rekrutmen calon menteri dari kalangan akademisi-teknokrat, khususnya untuk Departemen atau Kementerian yang strategis. “Kita melihat banyak sekali akademisi asal kampus yang telah memiliki track record panjang dalam membantu pemerintah di berbagai Departemen dan Kementerian. Pengalaman dan kepemimpinan mereka dapat diandalkan,” kata Akuat Supriyanto, Sekjen Forisnusa.

Fosinusa menyebut tiga nama akademisi-teknokrat yang layak untuk dimasukkan dalam kabinet mendatang. Mereka adalah: Dr. Ir. Anny Ratnawati, MS, pengajar pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (IPB) yang sekarang menjabat Dirjen Anggaran pada Departemen Keuangan. Kemudian, Prof. Dr. Ir. Satryo Sumantri Brodjonegoro, guru besar Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, yang hingga saat ini menjabat Dirjen Pendidikan Tinggi pada Departemen Pendidikan Nasional. Selain itu, Prof. Dr. Gunawan Sumodiningrat, M.Ec, guru besar Fakultas Ekonomi UGM, yang pernah mengabdi sebagai Deputi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan menjadi Dirjen Pemberdayaan Sosial, Departemen Sosial.

Forisnusa yakin bahwa figur-figur akademisi-teknokrat tersebut merupakan sosok yang tepat untuk mendampingi SBY-Boediono dalam kapasitasnya masing-masing. “Ibu Anny Ratnawati sangat pas untuk menduduki jabatan Menteri Keuangan, sementara Profesor Satryo dan Profesor Gunawan adalah orang yang mumpuni untuk menduduki jabatan Menteri Pendidikan Nasional dan Menteri Sosial. Keberadaan tiga orang itu di kabinet akan menjadi jaminan mutu bagi kinerja pemerintahan ke depan,” lanjut Akuat.

21 September 2009

Ada Bakrie Dalam Sholat Idul Fitri di Lumpur Lapindo

Iman D. Nugroho

Ada yang mengejutkan saat hadir dalam Sholat Idul Fitri di tanggul lumpur Lapindo, Porong, Sidoarjo, Minggu (20/09) ini. Yakni dengan hadirnya "Keluarga Bakrie" dalam acara itu. Mulai spanduk-spanduk yang bertebaran di areal tanggul lumpur, backdrop utama, hingga tercetak di kotak snack. Bakrie Groups yang merupakan pemilik Lapindo Brantas Inc yang awalnya menjadi "musuh" dalam peristiwa itu, tiba-tiba menjadi pihak yang dielu-elukan.

[ Me and My Family ] Seputih di Hari Nan Fitrie

Balgis Muhyidin

Andai boleh kupinta hari
‘tuk selalu
Seputih hari nan fitrie

Agar ada maaf
Untuk semua kealphaan
Dari kodrat insani