Iddaily Mobile | Dari Anda Untuk Publik
Youtube Pilihan Iddaily: Pramoedya Ananta Toer
       

20 September 2009

Sholat Idul Fitri Korban Lumpur Lapindo

Iman D. Nugroho

Sekitar 5000 warga korban lumpur Lapindo dan masyarakat Porong, Sidoarjo menggelar Sholat Idul Fitri di tanggul lumpur Porong, Minggu (20/09) ini. Tampak di bagian bekalang, pabrik yang masih terendam dan asap di main hole lumpur Lapindo. Setelah sholat, jemaah melakukan doa yang dipanjatkan secara khusus untuk keluarga mereka yang meninggal dan areal kuburannya terendam lumpur.

18 September 2009

Atmosphere: Ayo Maju

Syarif Wadja Bae

Apa tidak ada yang baru, yang tidak membuat otak jadi buntu?
Otakmu buntu bukan karena aku..
Tapi karena kamu kaku, ragu, dan lama tenggelam dalam bisu.
Diam itu tak akan jadi emasmu kalau kamu tak bertanya dan berkaca pada lubuk sanubarimu.

Pesona Banyuwangi Memang Tidak Pernah Mati

Farida Indriastuti

Bila liburan tiba, cobalah berjalan-jalan ke Jawa Timur, tepatnya di Banyuwangi. Tak perlu jauh-jauh. Selain ongkos murah, ada “keajaiban” yang tak terduga. Saya mengunjungi desa konservasi suku Using bernama Kemiren. Lima kilometer arah barat kota Banyuwangi. Konon desa itu ada, sejak zaman kolonial VOC pada 1830an. Desa yang dibelah jalan beraspal menuju pegunungan Ijen, dibatasi dua sungai Sobo dan Gulung, dihimpit perkebunan kopi, vanila, cengkeh dan karet, warisan kolonial VOC pada abad ke 17.



Desa Kemiren yang luasnya tak lebih 105.771 m2 ini kental dengan identitas, tradisi dan kebudayaannya. Itulah yang melatarbelakangi Kemiren menjadi pusat konservasi Using. Keseniannya beragam, lahan pertaniannya sangat subur dan tradisinya terjaga. Desa ini pun menjadi incaran bagi peneliti dunia dari berbagai ranah ilmu. Sebut saja, peneliti asing seperti Joh Scholte, Robert Wessing, Theodore Pigeaud, Anderson, Paul A. Wolber, Bernard Arps, Philip Yampolsky dan lainnya. Tak heran, banyak gelar akademik; Sarjana, Master dan Doktor telah dilahirkan dari desa kecil ini. Sungguh surga dunia bagi para ilmuwan!

Suhu udaranya berkisar antara 22 - 26 derajat celsius, berada diketinggian 144 m di atas permukaan laut. Iklim yang sangat sejuk. Di hari tertentu, banyak suguhan pesta rakyat, ritual magis, upacara adat dan beragam kesenian tradisi dipertontonkan, seperti pentas gandrung terop, endhok-endhokan, janger, jaran kincak, mocoan lontar, angklung, kuntulan, barongan, kebo-keboan, sang hyang, seblang dan masih banyak lagi. Penduduknya berdialek Using dalam keseharian, serta turut menjaga tradisi warisan leluhurnya.

Dalam literatur Belanda, Pigeaud (Scholte, 1972), menyatakan bahwa orang Using adalah penduduk asli Banyuwangi. Konon, sisa laskar perang Blambangan (Banyuwangi) yang menyingkir ke hutan-hutan, akibat Perang Puputan Bayu di masa kolonial VOC. Puncaknya terjadi pada 18 Desember 1771, yang oleh Belanda sendiri disebut sebagai ”Minggu Kehancuran”, dalam bahasa Belandanya ”De dramatische vernietiging van het Compagniesleger”.

Bagaimana tidak, untuk memperebutkan Blambangan yang kecil, VOC telah menghabiskan delapan ton emas dan tak terhitung banyaknya tentara Eropa (Belanda) yang terbunuh. Bahkan sepuluh tahun setelahnya, orang-orang Using harus menghadapi gempuran dari Kerajaan tetangga seperti, Mataram, Majapahit, Tentara Bayaran Madura, Kerajaan Bali, Mandar dan Bugis. Kini, orang-orang Using terhimpit di antara kebudayaan besar; Jawa, Madura, Bali, Cina, Mandar dan Bugis.

Di desa Kemiren Saya menempati rumah Pak Haji Sokib. Saudagar dan pedagang sapi yang cukup terpandang. Hewan ternaknya lebih 20 ekor, dan memiliki berhektar sawah-ladang. Rumahnya kokoh dan bertegel rapi. Beruntung, Saya menyewa rumah Pak Haji yang memiliki fasilitas kamar mandi dan kakus. Penduduk setempat lebih suka mandi di sungai atau sumber air untuk segala macam urusan. "Lebih enak tak perlu repot!" kilah warga.

Kabut selalu menyelimuti desa di pagi hari. Dinginnya terasa menusuk tulang. Di sepanjang jalan, orang-orang berlalu-lalang menuju sawah dan ladang garapan. Sarapan pagi di Kemiren, cukup sayur urap daun genjer atau sayur buah klentang. Sontak ingatan Saya tertuju pada film "30 S/PKI" garapan sutradara Arifin C. Noor di era Orde Baru. Kata “genjer” telah mengusik benak, ditambah suara liris penyanyi Lilis Suryani mendendang syair “Genjer-Genjer”. "Itu bukan lagunya komunis! Tapi lagu rakyat Using!" cetus Purwadi, Tokoh Adat Using dengan nada sinis. Menurut riwayatnya, lagu Genjer-Genjer diciptakan oleh Seniman Mohammad Arif pada tahun 1942, saat musim paceklik krisis pangan di zaman Jepang, jauh sebelum tragedi di tahun 1965 terjadi.

Konon ceritanya, setiap pagi Mohammad Arif berjalan menyusuri pematang sawah. Tatkala ia menyiangi rumput (gulma) dibawa pulanglah seikat daun genjer. Tak sengaja istrinya memasak daun genjer itu, ternyata rasanya enak dan bisa dimakan. Sebab itulah, sebagai seniman ia menulis lirik lagu berjudul Genjer-Genjer. “Aneh, kok bisa dijadikan lagunya partai komunis...” sergah Purwadi.

Panggung Gandrung

Di ujung desa Kemiren, tersua panggung gandrung terop lengkap dengan panjak dan niyaga pengiring pengantin. Tata panggungnya sederhana. Pencahayaan seadanya. Dari belakang muncul gandrung Temu melenggok, mengibaskan sampur, dan menggoyang pinggulnya yang sintal diiringi gandrung-gandrung muda. Gandrung Temu begitu bertenaga. Tak tersirat usianya telah separuh abad lebih. Di wajahnya tebersit gurat bahagia, pipi merona merah, kulit langsat bersinar dan mata berbinar.

Temu menguasai tembang-tembang klasik gandrung. Begitu piawai menyapa penonton dan melayani pemaju gandrung tanpa pilih-pilih. Sesekali tangannya bergerak menangkis keisengan "nakal" pemaju. Tak ayal, dalam saban pentas gandrung Temu selalu jadi primadona. Berbeda dengan tarian Jawa, Gandrung begitu dinamis, tapi syairnya menyayat hati. Suara Temu melengking jernih tak tertandingi. Liriknya menggambarkan perlawanan rakyat terhadap kolonial VOC, syairnya puitik sarat dengan bahasa sandi.

Keunikan suara Temu menggugah rasa ingin tahu banyak peneliti dan etnomusikolog dari berbagai negara, hingga melahirkan album tembang Banyuwangi, bertajuk “Song Before Dawn” yang dibiayai oleh Ford Foundation dan Smithsonian Institution yang berbasis di Washington D.C, Amerika. Keping CD, kaset dan unduhan MP3-nya telah didistribusikan ke berbagai toko online dari kawasan, Asia Pasifik, Uni Eropa, Amerika Serikat dan Amerika Latin, seharga 16,98 dollar dan 20 Euro. Ironisnya, Temu tak menerima royalti atas jerih payahnya.

Di setiap pertunjukan, Temu selalu berinteraksi dengan melewati meja tamu bergantian gandrung lain, sembari bernyanyi. Konon, itu bentuk penghormatan terhadap tamu-tamu dan tuan rumah. Baru di Desa Kemiren, Saya menemui hajatan perkawinan, berlangsung sangat meriah selama 7 hari 7 malam. Sungguh seperti pasar malam, karena banyaknya tamu, penonton dan pedagang. ”Maklumlah warga Using gemar sekali pesta, biar tradisinya terjaga” ungkap seorang warga. Esok harinya, sepasang pengantin pun di arak dengan kereta kencana kuda di iringi kesenian barongan berkeliling hingga ke ujung desa.

Jika ingin mengunjungi Desa Kemiren, pengunjung bisa menyewa rumah tradisional Using yang dikelola warga setempat-- dengan harga terjangkau, atau menyewa rumah warga. Banyak pula sajian kuliner yang menggoda lidah untuk dicoba. Selain rasanya yang lezat, harganya pun sangat murah, berkisar Rp 3 ribu - Rp 5 ribu per porsi.

Gaya Anak Muda

Kemiren di sore hari, riuh dengan tawa remaja (muda-mudi), ada yang bermain gitar dan berjingkrak. Tampilannya modis, rambut di cat pirang di ujung jambulnya dan telinga ditindik. Fesyen dan aksesorisnya tak kalah dengan remaja perkotaan. Sebut saja, Didi (16) penggila musik disco remix. Banyak keping CD yang dikoleksinya. ”Saya lupa, berapa keping?” katanya. Berbeda dengan Arif (15), ia penggemar musik punk rock. ”Cadas dan energik, ” ujarnya.

Mereka tak berbahasa gaul, seperti remaja perkotaan. Arif, Didi dan kawannya berbahasa Using. Mereka mengaku, bangga dengan identitas Using. Bahkan, lagu disco remix dan punk rock yang diperbincangkan berbahasa Using. ”Wah, Peter Pan gak laku disini. Semua lagu berbahasa Using,” kata Arif.

Grup band asal Jakarta, justru tergeser oleh lagu berbahasa Using "Bokong Semok" yang dinyanyikan Gandrung Temu. Bahkan, pengamen jalanan yang berambut ala mohawk-- tak mau menyanyikan lagu Slank. ”Ah, ntar warga gak mau ngasih uang!” kilahnya. Di tengah pusaran arus global, remaja Kemiren bertahan dengan identitas Using. Sekaligus membalikkan logika bahwa; modernitas tak menjadi penting. Meskipun arus teknologi tak terbendung.

Kawah Ijen

Dari Kemiren, perjalanan menuju pegunungan Ijen berjarak 25 km. Cukup menelusuri jalan utama desa ke arah barat, ditempuh dengan menyewa mobil bak terbuka (pick up). Mobil jenis itulah yang digunakan sebagai transportasi lintas desa. Cukup mengeluarkan ongkos Rp 125 ribu, saya pun diantar hingga mencapai pintu masuk area kawah ijen di kawasan Hutan Konservasi Alas Purwo.

Sepanjang perjalanan tampak berhektar-hektar perkebunan kopi, cengkeh, vanila, dan karet-- yang dikelola pengusaha beretnis Cina. Terhampar [pula] sawah dan ladang yang berbentuk terasering (mirip subak di Bali). Tak ayal, bila Kemiren dijadikan sebagai pusat varitas padi terbaik di Jawa Timur. Perjalanan berlanjut ke perbukitan yang dibelah dua hutan tropis. Tapi jangan khawatir, tak ada harimau yang melintas! Cuma truk pengangkut kayu dan belerang yang lalu-lalang.

Sampai di gerbang Hutan Konservasi Alas Purwo “Kawah Ijen”, pengunjung harus mengisi buku tamu, serta membayar uang kas Rp 1.500 per orang. Bagi yang ingin menguji adrenalin, mendakilah hingga kawah Ijen yang berketinggian 2380 m di atas permukaan laut. Di tempuh selama 3-4 jam perjalanan. Di jamin, siapa pun terpesona oleh alam sekelilingnya. Lanskap hijau, lembah, ngarai yang di penuhi beraneka flora, seperti Eidelweiss.

Puncaknya, bertemu lubang bumi bernama “Kawah Ijen” yang berdiameter 910 x 600 m, dengan kedalaman 200 m. Konon, inilah danau asam terbesar di dunia. Kawah Ijen juga memiliki potensi flora beragam. Sedikitnya, 94 jenis flora menghiasi jajaran bukit-- yang didominasi oleh Euphatorium dan Eidelweiss.

Pendakian sebaiknya dilakukan pada pagi hari, sebab tak banyak gumpalan asap-- memudahkan kita melihat gradasi warna kawah. Bagi yang berhasrat keliling kaldera, dapat dilakukan dalam waktu singkat. Untuk menghangatkan tubuh-- ada warung kopi di puncak Ijen yang biasa digunakan para buruh tambang belerang beristirahat. Harganya murah, cukup Rp 2.500 untuk secangkir kopi panas.

Mandi Peluh

Sesekali Saya bertegur-sapa dengan kuli tambang yang memanggul belerang seberat 75 kg hingga 110 kg. Mereka adalah buruh angkut yang dipekerjakan PT. Candi Ngrimbi. Perusahaan tambang yang mengontrak area pertambangan belerang di Kawah Ijen, lebih dari 30 tahun.

Jelas saja, Pengusaha dan Pemda Banyuwangi yang meraup untung. Sedangkan buruh angkut hanya berstatus kuli harian, diupah Rp 400/ per kg belerang. Padahal, kuli angkut bekerja dengan penuh resiko, dari pukul 06.00 hingga pukul 16.00. Dalam sehari, para kuli menambang lebih dari 10 ton belerang. Hasilnya pun dibawa ke pabrik-pabrik pengolahan belerang yang akan dijadikan bahan kosmetik, sabun, pemutih gula, obat-obatan, pupuk urea dan bahan kimia lainnya.

Ada yang lebih 30 tahun bekerja sebagai kuli. Ironisnya, para kuli seolah tak peduli dengan keselamatan dirinya. Tak seorang pun menggunakan masker (penutup hidung) selama menambang belerang. Caranya menambang pun masih tradisional dengan menggunakan linggis. ”Banyak terjadi kecelakaan kerja. Biasanya kaki patah atau terluka,” tukas seorang kuli.

Tentu tak akan ada asuransi bagi Mansyur (35). Sekalipun ia bekerja lebih dari 20 tahun. ”Sehari bisa dua pikul belerang,” ujarnya. Sekali angkut belerang, Mansyur mampu memikul 68 kg hingga 93 kg. Pundaknya hingga cidera, tak lagi proporsional tapi melengkung. Pernah ia memikul hingga 105 kg, bila kondisi tubuhnya bugar. Naik turun gunung setinggi 2380 m, sebanyak tiga kali dalam sehari. ”Lumayan dapat upah Rp. 70 ribu, ”kata Mansyur. Meski tak sebanding peluh dengan pendapatan, Mansyur tetap mensyukuri rejekinya.

Puncak Kawah Ijen, tidak hanya menawarkan lanskap alam yang eksotis, sekaligus melahirkan kisah-kisah pilu tentang perjuangan hidup. Tak terpikirkan oleh Saya, bersua dengan para kuli-kuli tambang di Kawah Ijen. Emosi Saya tumpah tatkala mendengar cerita, bahwa Pak Harudin yang biasa disapa Din meninggal karena paru-parunya menghitam, bahkan tak ada uang untuk berobat. "Selamat Jalan Pak Din!".

Berita Tewasnya Noordin M. Top di Media AS

Maya Mandley

Berita tewasnya Noordin M. Top di tangan Densus 88, terdengar juga di AS. Well, ada kelegaan. Meski di satu sisi masih ada sebagian masyarakat yang apatis. Apakah dengan tewasnya 'pentolan' al Qaida dari Malaysia ini menandakan bakal tidak ada lagi teroris di Indonesia? Atau mengapa harus ditembak mati ? Bukankan dengan membiarkannya hidup, kemungkinan besar bisa mengungkap jaringan al Qaeda yang ada di Indonesia atau Asia Tenggara ? Pertanyaan-pertanyaan yang bisa jadi catatan buat Kepolisian dibalik keberhasilan salah satu satuan khususnya menembak mati teroris.


Berita penembakan itu juga mewarnai pemberitaan media elektronik di Amerika. Mulai dari televisi kabel sampai jaringan televisi nasional. Karena kesibukanku, aku hanya liat di salah satu jaringan nasional yang memberitakan prestasi polisi nasional itu pada sore hari, pada siaran berita pukul 18.30 waktu New Jersey. Dalam pemberitaan tak kurang tiga menit itu, footage yang diambil dari salah satu TV nasional Indonesia (TV One) lengkap dengan text dalam bahasa Indonesia. Pada intinya mereka memberitakan bagaimana sepak terjang Noordin M.Top bersama jaringannya selama ini. Pemboman di Bali, Hotel Marriott Jakarta pada tahun 2003 hingga yang terakhir pada pemboman bulan Juli lalu.

Juga ditayangkan konfrensi pers Kapolri yang menunjukkan hasil sidik jari Noordin M. Top serta gambar jenasah Noordin yang menurut ukuran mereka termasuk brutal. Di akhir berita itu, sang reporter mengatakan, pemerintah Amerika serikat sama sekali tidak ikut campur dalam penyerangan itu. Dan tewasnya Noordin M. Top ini, menurutnya merupakan major blow up bagi Al Qaida. Sama halnya dengan warga Indonesia yang selama ini menginginkan kedamaian di tanah air, aku juga berharap tewasnya Noordin M. Top ini merupakan tanda berakhirnya teroris di bumi Indonesia. Bukan pengalihan dari issu-issu besar yang jadi PR kepolisian! Semoga!

16 September 2009

Kasus I-Ring, Detikcom dan Indosat Bersedia Kembalikan Pulsa

Hari Nugroho

Pihak Detik.com dan Indosat bersedia mengembalikan pulsa pelanggan kartu keluaran Indosat yang diambil dari pulsa pelanggan secara sepihak melalui program iRing 808. Seluruh pelanggan yang tidak bersedia pulsanya terambil atau terkurangi secara sepihak, bisa menelpon customer service Detik.com di nomor 021-7941178 (sdri Ismawati) dan meminta kembali pulsa perpanjangan iRing sebesar Rp. 5500 berikut pulsa yang diambil secara sepihak sebesar Rp. 0,1.


Bila Anda mendapatkan SMS dari nomor 808 berbunyi Selamat iRing kamu aktif dgn tarif Rp.0,1/30 hari Bila Nanti Kau Milikku,NaFF, akan diperpanjang otomatis 30 hari kemudian dengan tarif 5.500/30hr. CS 0217941178″. maka, sejak itulah telepon selular Anda akan “menyanyikan” lagu untuk semua penelpon. Sesuai bunyi SMS itu, bila Anda tidak menghapus langganan “nyanyian” yang tiba-tiba “ngendon” tanpa ijin di hape Anda, maka 30 hari kemudian “penyanyi” akan memperpanjang “nyanyiannya” selama 30 hari kemudian dengan menyedot pulsa Anda sebesar Rp. 5500 hingga 30 hari kemudian.

Yang patut disesalkan adalah, pelanggan kartu keluaran Indosat tidak mendapatkan informasi bagaimana menghapus “nyanyian” itu, apalagi SMS itu nongol begitu saja dan langsung bernyanyi untuk semua penelpon, diminta atau tidak. Jauh dari etika dan sopan santun memang. Karena itulah saya lalu menghubungi 0217941178 yang tak lain dan tak bukan adalah nomor telepon Detik.com, dan menyampaikan keberatan atas tindakan tak beretika ini. Tak hanya keberatan yang saya sampaikan, saya juga meminta Ismawati, penjawab telepon saya, untuk mengembalikan pulsa saya yang terlanjur diambil dari program yang disebutnya sebagai program Promo Reload Voucher ini.

Ismawati dalam percakapan itu bersedia mengusahakan pengembalian pulsa saya yang telah diambil dalam program ini. Yakni Rp. 5500 ditambah Rp. 0,1 dan bersedia menyampaikan masalah ini ke atasannya. Masalahnya adalah, pengembalian pulsa ini hanya bisa ia lakukan untuk nomor telepon genggam saya saja. “Untuk nomor yang lain, kami akan kembalikan kalau ada pengaduan dan saya mendapatkan nomor teleponnya,” demikian Ismawati mengatakan. Sehingga, bila Anda tidak menelpon yang bersangkutan dan meminta pulsa Anda dikembalikan, maka program itu tetap dan terus memangkas jumlah pulsa Anda tiap 30 hari. Tentu saja, saya bisa memahami ada juga pelanggan kartu keluaran Indosat yang tidak keberatan dengan program ini. Namun saya di sini, bahwa yang saya beratkan adalah soal etika yang ditinggalkan dari pemangkasan pulsa dengan cara seperti ini.

Karena pengembalian pulsa hanya dilakukan Detik.com dan Indosat untuk pelanggan yang mengajukan keberatan dan meminta kembali pulsa yang terlanjur dipangkas, maka melalui blog ini saya menyarankan untuk menghubungi 0217941178 atau mengirimkan e-mail di [email protected] dan [email protected]. Anda cukup menyampaikan keberatan Anda dan meminta kembali pulsa Anda. Bila Anda belum menghentikan langganan iRing itu, Anda juga bisa meminta iRing itu dihentikan. Logikanya, kalau mereka yang mengaktifkan, sudah seharusnya mereka yang menghentikan.

Ismawati juga menjelaskan bahwa program ini telah dihentikan. Namun penghentian ini tidak bisa dilakukan Indosat untuk semua nomor yang sudah terlanjur mendapatkan SMS “sluman-slumun” ini. Dan, perpanjangan iRing dengan pemangkasan pulsa secara sepihak akan terus dilakukan kecuali pelanggan sendiri yang melakukan penghentian langganan.

*Berita sebelumnya:
Kasus I-Ring, Detikcom tidak beretika?

15 September 2009

Lagi, Pertamina Selenggarakan OSN PTI 2009

Press Release

Setelah sukses di tahun 2008 lalu, untuk kedua kalinya, Pertamina bekerjasama dengan Universitas Indonesia (UI) menyelenggarakan Olimpiade Sains Nasional Perguruan Tinggi seluruh Indonesia (OSN PTI) Tahun 2009. Melihat membludaknya peserta sebelumnya, tahun ini Pertamina menargetkan sepuluh ribu mahasiswa sebagai peserta OSN PTI 2009.


Untuk keduakalinya OSN PTI meramaikan jagad kompetisi sains tingkat perguruan tinggi di Indonesia. Berbeda dengan tahun lalu yang hanya menargetkan dua ribu peserta, dengan sosialosasi besar-besaran Pertamina menargetkan sepuluh ribu peserta untuk OSN PTI 2009.

Untuk mencapai target tersebut, Pertamina, UI, dan Dikti menggandeng Republika serta menyelenggarakan video conference bersama media dan 33 perguruan tinggi di seluruh Indonesia pada Selasa (15/9) pagi. Untuk regional Jawa Timur, video conference dilakukan di Institut Teknologi Sepuluh Nopember dalam pers conference.

Tak hanya target peserta, hadiah dan batasan peserta pun membedakan penyelenggaraan OSN PTI 2009 dengan 2008. Jika tahun lalu tidak ada hadiah untuk para juara di tingkat propinsi, tahun ini Pertamina menyediakan beasiswa semester lima hingga semester sembilan sebagai hadiah OSN PTI 2009 tingkat regional.

Di tingkat nasional, hadiah yang akan diperoleh para juara berupa uang tunai dengan total lebih dari 2 miliar rupiah. Selain itu, peserta OSN PTI 2009 pun diberi batasan minimal semester tiga dan bukan pemenang nasioan OSN PTI 2008 maupun Olimpiade Sains Internasional.

Tidak banyak hal teknis yang membedakan OSN PTI 2008 dan 2009. Pendaftaran peserta dilakukan secara online melalui www.osnpti.com sejak tanggal 5 September hingga 26 Oktober 2009. Setelah itu akan dilakukan seleksitingkat propinsi pada 3 November 2009 serentak di 33 perguruan tinggi seluruh Indonesia, termasuk ITS, yang telah ditunjuk oleh Pertamina. Mekanisme soalnya pun tidak berbeda yaitu multiple choice pada babak penyisihan, essay pada perempat final, kemudian presentasi di babak-babak berikutnya.

Untuk kompetisi ini, Pembantu Dekan III FMIPA yakin ITS akan kembali mewakili Jawa Timur di tingkat nasional. "Saat ini ada beberapa mahasiswa yang saya andalkan, dua mahasiswa dari (jurusan) Matematika, satu mahasiswa dari Kimia, dan dua mahasiswa lagi dari Fisika," papar Drs Bandung Arry Sanjoyo MIKomp.

Untuk mewujudkan optimismenya, Bandung berencana menggandeng Departemen Ristek BEM untuk mengkoordinir mahasiswa yang serius mengikuti OSN PTI. Nantinya mahasiswa tersebut akan mendapat pembinaan secara langsung dari dosen-dosen terkait.

CSR Pertamina Bidang Pendidikan

Menurut External Relation Pertamina Regional V, Eviyanti Rofraida, olimpiade ini hanya merupakan salah satu Corporate Social Responsibility (CSR) Pertamina di bidang pendidikan. Dengan menghabiskan dana tujuh miliar rupiah, OSN PTI 2009 merupakan proyek yang bertujuan mencari anak bangsa yang potensial di berbagai wilayah di Indonesia.

Mahasiswa menjadi target proyek ini dikarenakan pernannya sebagai agent of change dan tulang punggung pembangunan Indonesia. ITS sendiri sebelumnya pernah menerima proyek CSR Pertamina berupa pembangunan lapangan futsal indoor.