Iddaily Mobile | Dari Anda Untuk Publik
Youtube Pilihan Iddaily: Pramoedya Ananta Toer
       

15 September 2009

Kontoversi Lagu Genjer-genjer Kembali Meledak di Solo, Jawa Tengah

Iman D. Nugroho

Sebuah radio Solo, Solo Radio FM didatangi Lazkar Hizbullah lantaran memutar lagu Genjer-genjer, Senin (14/09) ini. Mereka meminta radio itu untuk meminta maaf karena telah memutar lagu yang identik dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Benarkah lagu Genjer-genjer adalah lagu PKI? IDDAILYNET pernah menulis dua laporan panjang tentang lagu yang diciptakan seniman Banyuwangi, Muhammad Arief itu, melalui sang anak, Sinar Syamsi. IDDAILY juga bertemu dengan Hasan Ali, salah satu sastrawan yang meneliti syair lagu rakyat itu. Berikut laporannya.


Laporan Sinar Syamsi: Klik di sini.
Laporan Hasan Ali: Klik di sini

[free] Kartu Lebaran Online 2009

Iman D. Nugroho

Lebaran 2009 sudah dekat. Waktunya mengirim kartu lebaran online dari www.iddaily.net. Semua kartu lebaran ini dibuat oleh www.iddaily.net dan bisa didownload dan dikirim secara gratis. Semoga berguna dan bisa memaknai Lebaran 2009 dengan lebih khusuk.


14 September 2009

AJI Indonesia Mendukung Putusan PN Makassar

Press Release, photo by Marwan Azis

Hari ini, Senin 14 Agustus 2009, Pengadilan Negeri Makassar memutus bebas Jupriadi (Upi) Asmaradhana, jurnalis yang didakwa mencemarkan nama mantan Kapolda Sulawesi Selatan dan Barat, Irjen Polisi Sisno Adiwinoto. Menurut majelis hakim PN Makassar, Jupriadi Asmaradhana tidak terbukti melakukan pencemaran nama. Sebelumnya, Jupriadi didakwa mencemarkan nama Irjen Sisno menyusul protesnya terhadap pernyataan Irjen Sisno yang setuju kriminalisasi pers.


Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menyambut baik putusan tersebut. Putusan tersebut ibarat oase di tengah padang pasir tekanan hukum bagi kebebasan pendapat di Indonesia. Mengingat akhir-akhir ini banyak sekali orang yang dijerat dengan pasal pencemaran nama, baik itu jurnalis maupun masyarakat.

AJI Indonesia berharap putusan tersebut menjadi pembanding bagi para penegak hukum yang sedang menangani kasus-kasus pencemaran nama, baik itu polisi, jaksa maupun hakim. Dengan mengacu pada putusan tersebut, para penegak hukum akan mengadili kasus-kasus pencemaran nama secara lebih komprehensif, sehingga bukan sekedar “mengadili kata-kata”. AJI juga memberi apresiasi yang besar bagi para hakim yang menangani perkara ini karena telah membuat putusan dengan bijak, tidak sekedar mengadili kata-kata. Majelis hakim telah memeriksa perkara ini dengan professional dan independen.

AJI juga menyampaikan penghargaan yang tinggi kepada Kepolisian Republik Indonesia, terutama Kapolri Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri. Sebab, kepolisian telah bersikap profesional dengan tidak mengintervensi kasus ini. Kepolisian tidak menganggap kasus ini sebagai kasus antara Jupriadi melawan institusi kepolisian, tapi semata-mata kasus antara pribadi Jupriadi dengan pribadi Irjen Sisno Adiwinoto.

AJI juga tidak lupa menyampaikan terimakasih yang besar atas dukungan berbagai pihak dalam mengadvokasi kasus ini. Lembaga Bantuan Hukum (LH) Makassar, Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers) serta para jurnalis di Makassar dan berbagai kota yang telah memberi dukungan dalam penangani kasus ini.

Namun demikian, AJI juga megingatkan bahwa masih banyak orang yang dijerat kasus-kasus pencemaran nama di Indonesia. Saat ini Prita Mulyasari, seorang konsumen rumah sakit, tengah diadili dengan tuduhan pencemaran nama. Usman Hamid, koordinator Kontras, juga menjadi tersangka pencemaran nama mantan pejabat BIN Muchdi Pr. Untuk itu, solidaritas untuk advokasi kasus-kasus pencemaran nama tetap dibutuhkan.

Keterangan foto: Jurnalis Jakarta menggelar demonstrasi di depan Gedung Mahkamah Agung, Senin (14/09) ini.

Upi Asmaradhana Divonis Bebas

Iman D. Nugroho

Perjalanan kasus Upi Asmaradana berakhir manis. Dalam persidangan di PN. Makassar Sulawesi Selatan, Senin (14/09) ini, Koordinator Koalisi Jurnalis Tolak Kriminalisasi Pers Makassar ini divonis bebas. Kasus pencemaran nama baik mantan Kapolda Sulawesi Selatan dan Barat (Sulselbar) Irjen Pol Sisno Adiwinoto dianggap tidak cukup kuat untuk menjabloskan Upi ke penjara.


Dalam persidangan yang diketuai Hakim Parlas Nababan itu menilai Upi tidak melakukan pelanggaran pasal 311, 317 dan 207 KUHP tentang pencemaran nama baik, pemfitnahan dan pelaporan palsu kepada petinggi negara. Artinya, Upi juga tidak merugikan kehormatan Sisno Adiwinoto saat masih menjabat sebagai Kapolda Sulselbar. Atas penilaian itu pula, Upi dibebaskan dari segala tuduhan.

Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Hendrayana menilai vonis bebas ini adalah sejarah kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di Indonesia. LBH Pers sangat mengapresiasi putusan yang dinilai sudah sesuai fakta-fakta yang ada. "Upi memang tidak bersalah atas kritik yang dilakukan kepada Kapolda Sisno ketika itu," kata Hendrayana. Untuk itu, LBH Pers akan menjadikan putusan ini sebagai preseden hukum di Indonesia atas kebebasan berekspresi.

Aktivis media dan LSM kebebasan pers yang hadir dalam persidangan itu menyambut baik bebasnya Upi Asmaradhana. Beberapa saat setelah vonis dibacakan, beberapa dari mereka memberikan rangkaian bunga dan melepas burung merpati putih sebagai simbolisasi dari kebebasan. Kasus kebebasan berekspresi di Indonesia terus diuji dalam kasus Prita Mulyasari dan Koh Seng Seng di Jakarta.

*source: Detikcom dan Tempointeraktif.

13 September 2009

AJI Jakarta Gelar Demonstrasi Mendukung Upi Asmaradhana

Iman D. Nugroho

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta menggelar demonstrasi mendukung Upi Armaradhana, jurnalis Makassar yang tengah diadili dalam kasus pencemaran nama baik. Demonstrasi yang akan dilakukan di depan gedung Mahkamah Agung (MA) Jl. Medan Merdeka Utara, Jakarta Senin (14/9) itu akan dihadiri setidaknya 100 jurnalis dari berbagai organisasi profesi, dan aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang concern dalam isu kebebasan berekspresi. Demonstrasi itu bersamaan dengan rencana pembacaan vonis yang juga akan berlangsung di hari yang sama di PN. Makassar.


Seperti diberitakan sebelumnya, Upi Asmaradhana dituntut atas pencemaran nama baik oleh mantan Kapolda Sulsel Irjen Sisno Adiwinoto. Upi yang mengkritik keras statemen Sisno yang mengatakan bahwa masyarakat hendaknya mengabaikan UU Pers dalam kasus sengketa pers, dianggap mencoreng nama baik Sisno. Mantan Kadiv Humas Mabes Polri itu menuntut Upi secara pidana dan perdata. Meski dalam perkembangannya, tuntutan secara perdata itu dibatalkan. "Kasus Upi adalah salah satu bentuk langkah nyata melawan kebebasan berekspresi," kata Margiyono, Divisi Advokasi AJI Indonesia.

Selama persidangan, Upi yang juga Koordinator Koalisi Jurnalis Tolak Kriminalisasi Pers Makassar didampingi oleh penasehat hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Hendrayana dan Timnya. Kasus Upi Asmaradhana menjadi kasus terkini yang terjadi di era Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono, dan sekaligus menjadi ujian bagi rezim yang selalu menyatakan diri sebagai rezim yang menghormati Hak Asasi Manusia dan menegakkan hukum ini.

Selamat berjuang Upi!

*blog Upi Asmaradhana.

Gebyar PK5 Di Apel Besar

Maya Mandley

Pedagang di pinggir jalan yang dikenal dengan pedagang kaki 5 atau PK5, merupakan problem kota besar seperti Jakarta atau Surabaya. Bahkan jadi warisan setiap kali ganti Gubernur atau walikota. Masalahnya hampir sama, soal lokasi. Meski para pedagang ini mengklaim mereka berada di tempat ‘resmi’ karena setiap kali mereka berdagang, selalu ada ‘petugas berseragam’ yang memungut iuran. Entah untuk apa iuran tersebut, namun menurut para pedagang, dengan membayar iuran, mereka bisa bebas berjualan, meski akhirnya kadang mereka juga harus kucing-kucingan. Sssttt kok di AS, hal itu nggak jadi persoalan?


Di kota sebesar NYC, hampir di setiap sudut jalan, kita bisa menjumpai pedagang yang menjual makanan maupun barang-barang lain di PK5. Seperti halnya PK5 di Surabaya, mereka juga menggunakan gerobak atau rombong. Aku tak tahu bagaimana mereka bisa mengklaim pojok jalan tertentu. Apakah mereka juga harus membayar iuran seperti di Jakarta atau Surabaya? Tapi yang jelas, setiap pedagang sepertinya sudah punya tempat tetap untuk membuka gerobaknya. Umumnya barang yang dijual makanan. Kalo pagi hari, mereka menjual menu sarapan. Seperti kue muffin, donat, croissant lengkap dengan minuman di pagi hari. Seperti kopi atau orange juice. Karena mereka berjualan di pinggir jalan, tentu harga barang yang dijualpun tergolong murah.

Selain makanan, PK 5 di NYC juga ada yang menjual barang-barang seperti topi, scarf bahkan barang-barang seni seperti lukisan dan sebagainya. Bahkan di tempat-tempat tertentu seperti di Chinatown atau kawasan teater seperti 42nd street Broadway, bisa ditemui pelukis pinggir jalan. Dengan hanya membayar USD 15 untuk jenis kartun, dan USD 20 untuk potret diri, kita bisa duduk di kursi seadanya dan si pelukis melukis anda selama kurang lebih15-30 menit. Aku pernah merasakan dilukis pinggir jalan ini. Itung-itung, untuk souvenir lah! Aku kira tadinya aku bakal pegal karena harus jadi model. Hehehhee….

Jangan dibayangkan bingkai kayu seperti lukisan-lukisan. Bingkai yang dimaksud hanyalah selembar kartun manila yang dilapisi plastik. Fungsinya hanya supaya lukisan yang dibuat dengan pensil atau krayon itu, tidak rusak. Kalau ingin lukisan itu bisa tahan lama, sampai di rumah, lukisan itu bisa dibingkai dengan bingkai kayu seperti halnya lukisan-lukisan mahal. Jadi setiap kali aku membaca berita PK5 yang dikejar-kejar petugas aku hanya bermimpi, seandainya PK5 bisa dibina dan tidak mengganggu pengguna jalan lain seperti halnya di NYC. Bukan bermaksud membandingkan, tapi tak ada salahnya memimpikan keindahan kota tanpa diganggu PK5 yang tidak tertib. Hey, this is New York, the city that never sleeps!