Iddaily Mobile | Dari Anda Untuk Publik
Youtube Pilihan Iddaily: Keroncong Kenangan
       

14 April 2007

Bersekolah Di Mana Saja, Kehidupan Sebagai Gurunya


Teks Foto: Atas. Aktivitas Sekolah Rakyat Merdeka. Bawah. ID Nugroho sedang ingin narsis, sambil menikmati keindahan Danau Klakah di bawah Gunung Lamongan, Lumajang, Jawa Timur.

---------

Semua orang adalah guru, semua tempat adalah sekolah. Kalimat yang di dalamnya mengandung semangat untuk terus menuntut dan memberi ilmu kepada siapapun dan di manapun itu, bagaikan napas di Sekolah Rakyat Merdeka. Di sekolah yang terletak di Desa Tegal Randu, Kecamatan Klakah, Lumajang, Jawa Timur itu, mata pelajaran diberikan oleh siapapun dan di manapun.


Lantai mushola Busthanul Athfal berdecit pelan ketika Matruki memasuki bangunan kayu berukuran 10x10 meter itu. Belasan murid yang ada di dalamnya sontak terdiam. Sebagian melirik laki-laki berusia 59 tahun yang duduk bersila di tengah-tengah mereka. Salah satu cucu Matruki duduk dipangkuannya. "Apa semua sudah merenung tentang apa yang sudah kalian kerjakan hari ini?" tanya Matruki memulai pembicaraan dalam bahasa Madura. Belasan anak berusia 7-12 tahun itu tidak menjawab.

"Seperti yang sudah-sudah, kita harus bisa merenung apa yang sudah kita kerjakan, karena dari merenung itu kita akan tahu apa yang akan kita kerjakan selanjutnya," kata laki-laki yang juga mengajar membaca Al Quran sejak 1982 itu panjang lebar. Satu persatu murid-murid yang kebanyakan anak dari Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal desa setempat itu menjelaskan hasil renungannya. "Kita harus lebih kompak lagi agar bisa lebih pintar," kata Kiki, salah satu murid. Diskusi pun berlanjut, sahut menyahut.

Sekolah Rakyat Merdeka (SRM) adalah salah satu sekolah alternatif di Jawa Timur. Lembaga yang merupakan bagian dari Perguruan Rakyat Merdeka mulai resmi didirikan pada tahun 2005. Sebelumnya SRM berdiri, kegiatan di mushola itu hanya berupa aktivitas belajar ngaji dan bermain yang dimotori oleh Matruki. Dua tahun lalu, ketika aktivis Perguruan Rakyat Merdeka tahu aktivitas itu, mereka bermaksud memperkaya proses pengajaran dengan metode pembelajaran alternatif. Gayung bersambut. Matruki sepakat dengan ide-ide sekolah alternatif.

Kehadiran SRM di desa Tegal Randu ibarat guyuran air hujan di tengah padang kering pendidikan masyarakat setempat. Kebanyakan dari anak-anak Desa Tegal Randu memilih untuk tidak melanjutkan sekolah, karena terhimpit persoalan biaya. Sekolah Dasar menjadi sekolah terakhir yang dinikmati anak-anak desa ini. Setelah itu, bagi yang memilki uang lebih, memilih untuk melanjutkan pendidikan ke pondok pesantren yang tersebar di Kabupaten Lumajang. Yang kondisi ekonominya pas-pasan, memperdalam agama dengan mengaji adalah pilihan.

"Melalui SRM, kita coba memasukkan ilmu pengetahuan umum melalui cara-cara yang mereka pahami," kata A. Santoso, salah satu pendamping SRM pada The Post yang mengunjugi sekolah itu Jumat (13/04) lalu.Seperti Ilmu Pengetahun Sosial (IPS) yang diterjemahkan dengan diskusi tentang kondisi masyarakat sekitar, termasuk permasalahannya. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang dilakukan dengan pelajaran bercocok tanam, mengenal pohon hingga membersihkan saluran air. Hingga Seni dan Sastra Indonesia serta Ketrampilan yang diterjemahkan dengan kegiatan tari, berpuisi dan membuat topeng plus alat musiknya.

Selain sistem pengajaran alternatif, SRM juga membuka ruang bagi murid-murid untuk belajar hal yang mereka anggap perlu dan ingin mereka pelajari. Misalnya belajar komputer dan kursus bahasa inggris. "Kami ingin mengajarkan pada mereka tentang kebutuhan. Apa yang mereka butuhkan, bisa dipelajari di sini," ungkap Santoso.

Satu lagi mata pelajaran wajib, yaitu Merenung. Kegiatan itu dilakukan sebelum memulai belajar tentang sesuatu. "Gampangnya, kita mengajari anak-anak untuk mengevaluasi apa yang sudah mereka lakukan seharian," ungkap Matruki. Matruki, salah satu pendamping yang sekaligus pemilik mushola tempat SRM dilakukan percaya, evaluasi akan menghindarkan anak-anak dari kesalahan yang sama.

Semua pelajaran itu dilakukan dipusatkan di mushola Busthanul Athfal. Di bangunan sederhana dari kayu dan beratap genting tanah liat itu, murid SRM berkumpul sejak pukul 14.00-17.00 wib. Hampir di seluruh bagian mushola, tertempel poster-poster ilmu pengetahun. Seperti nama buah-buahan dalam bahasa inggris, nama alat-alat transporttasi, nama-nama benda dalam bahasa Jawa hingga nama-nama bagian tubuh dalam bahasa Inggris.

Di pojokan mushola, terdapat rak buku yang berisi berbagai macam buku pelajaran. Di salah satu sudut, tertumpuk alat musik yang biasa digunakan dalam pelajaran seni musik. Semua fasilitas yang ada di SRM bisa dinikmati secara gratis. "Jangankan membayar, untuk membuat mereka bisa datang ke mushola SRM secara rutin saja sudah luar biasa," kata Santoso. Lokasi SRM yang berada di pinggir Danau Klakah dan di lereng Gunung Lamongan dimanfaatkan untuk sepenuhnya untuk pendidikan alam.

"Sekolah" diawali dengan merenung dan membaca Al Quran. Setelah itu, dilanjutkan dengan pelajaran senirupa. Ketika waktu sholat Ashar sekitar pukul 15.00 tiba, kegiatan berhenti untuk istirahat dan sholat bersama. Setelah itu, mereka dibebaskan untuk bermain. Mulai bermain komputer, membaca buku hingga mengolah tanaman.

Hingga saat ini, ada 40 orang yang tercatat sebagai murid SRM. Mayoritas adalah anak-anak, sebagian lagi adalah orang dewasa. Sholeh adalah salah satunya. Bagi Sholeh, pelajaran yang didapatkan dari SRM jauh lebih "banyak" dari pelajaran yang didapatkannya di sekolah umum. "Saya jadi tahu ternyata ilmu itu buanyak,..tidak hanya di sekolah saja, misalnya, saya jadi tahu jenis tanaman yang tumbuh di desa ini secara langsung," kata Sholeh yang sejak enam tahu lalu ditinggal ibunya untuk bekerja sebagai tenaga kerja wanita (TKW) di Malaysia ini.

Saat ini, Sholeh sedang mendalami pelajaran komputer. Remaja berusia 17 tahun yang bercita-cita berkeliling dunia itu ingin menjadikan keahlian komputer sebagai dasarnya bekerja. "Saya ingin berkeliling dunia, siapa tahu dengan berkeliling dunia saya bisa mendapatkan pengetahuan lain lagi," kata Sholeh. Karena Semua orang adalah guru, semua tempat adalah sekolah.

12 April 2007

Cerita "Anak Pantai"



Melempar Rupiah di Selat Bali.



Menunggu Rupiah di Selat Bali.



Menyemir Sepatu di Selat Madura.



Mengamen di Selat Madura.

...Bicara soal nasib anak-anak memang tidak pernah usai. Salah satunya, cerita tentang anak-anak yang mengais rupiah di kapal penyeberangan Ketapang (Banyuwangi)-Gilimanuk(Bali) dan Ujung (Surabaya)-Kamal(Madura). Mulai menjadi penyemir sepatu, pengamen, penjaja makanan hingga beratraksi mengambil uang dengan berenang di samping kapal feri yang melaju. Semua demi uang kecil. Well,..Kadang nihil.

10 April 2007

Drivethru Pelayanan Pajak

DRIVETHRU. Pemerintah Propinsi Jawa Timur mengembangkan pembayaran pajak kendaraan bermotor sistem drivethru. Sistem yang akan dikembangkan di seluruh Jawa Timur itu adalah satu-satunya di Indonesia. Tampak pelaksanaan sistem itu dilakukan di Gedung Negara Grahadi, Selasa (10/4). (JP/ID Nugroho)

Pembekuan IPDN Tidak Pengaruhi Kebutuhan Tenaga Pemerintahan

Rencana Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membekukan semua kegiatan mahasiswa di Institut Penerimaan Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) tidak akan berpengaruh terhadap kebutuhan tenaga pemerintahan. Hal itu dikatakan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) Taufik Effendi di Surabaya, Selasa (10/4) ini.

"Pembekuan kegiatan IPDN tidak akan berpengaruh terhadap kebutuhan pemerintahan, pembekuan itu bahkan tidak ada pengaruhnya sama sekali," kata Taufik usai acara Pameran Pelayanan Publik di Gedung Negara Grahadi, Surabaya. Untuk menutup kebutuhan tenaga pemerintahan itu, bisa digantikan oleh lulusan universitas lain, tidak harus dari IPDN.

Taufik mengungkapkan, perubahan yang akan dilakukan di IPDN tidak akan dilakukan setengah-setengah. Karena perubahan itu akan berpengaruh pada leadership (kepemimpinan), stewardship (pelayanan), managerial dan pelayanan publik yang menjadi pekerjaan utama aparat pemerintahan.

Keseriusan itu menurut Taufik tampak dari akan dibuatnya Peraturan Presiden (Perpres) menyangkut pembenahan IPDN.Berangkat dari tragedi yang terjadi di sekolah yang dahulu bernama Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) itu. Dalam catatan Taufik Effendi ada tiga kejadian tragedi di tahun 2000, 2003 dan 2007.

"Pola pengasuhan IPDN yang adil dan bermartabat adalah kunci dari pembenahan di IPDN, dan itu yang akan diterapkan," katanya. Perubahan yang dimaksud itu menurut Taufik dengan menghilangkan sisi militerisme dalam pengajaran di IPDN.

09 April 2007

Timnas Lumpur Habis Masanya, Tetap Bekerja

TETAP BEKERJA. Meskipun Tim Nasional Penanggulangan Lumpur Lapindo sudah resmi habis masa kerjanya, namun proses penanganan lumpur di Porong Sidoarjo tetap berjalan. Senin (10/4) ini misalnya, mantan ketua Timnas Lumpur Lapindo, Basuki Hadi Muljono tetap memimpin penanganan lokalisasi semburan.