Iddaily Mobile | Dari Anda Untuk Publik
Youtube Pilihan Iddaily: Pramoedya Ananta Toer
       

11 Mei 2009

Catatan yang Berserak

Jimuha

Salah satu kesalahan besar kita sebagai pendidik dan politisi adalah tidak merasa bahwa “ di sini” kita adalah “ di sana “ nya para mahasiswa dan rakyat. Ungkapan tersebut yang terdapat dalam dialog Paulo Freire dan B. Solares , ingin memberi penekanan pada asal usul riwayat sesuatu yang tidak di lihat secara parsial namun harus utuh. Tidak di pahami sesuatu “yang ada” , tapi “menjadi ada”. Dewasa ini sering di jumpai adanya kenyataan lebih cenderung mengabaikan sejarah sebelumnya. Sehingga kegagalan seolah olah hanya menyangkut persoalan materialnya saja. Sementara roh materialnya bukan yang fundamental dijadikan titik berangkat untuk memahami kegagalan.


Itu kesalahan besar yang sejak awal secara sistemik dirancang sebagai kekuatan utama yang akan melahirkan berbagai model pendidikan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan industri dan tehnologi. Dengan demikian kemajuan pembangunan selalu diukur oleh sebarapa besar gedung di buat dan seberapa banyak pabrik didirikan.

Sejarah ilmu pengetahuan telah mengalami lompatan besar yang berakibat lahirnya “revolusi industri” . Akibatnya telah merubah perilaku dan cara pandang manusia akan kehidupan. Teori sebagai produk ilmu pengetahuan sebisanya memberi jawaban atas pertanyaan penting manusia terhadap kebutuhan industrialisasi. Misalnya , teori “imperalisme” mencoba menjelaskan tidak adanya krisis ekonomi yang mendalam di masyarakat kapitalis.

Bahwa pertumbuhan kapitalisme yang terus menerus berlanjut dengan memfokuskan pada perebutan koloni akan menunda krisis didalam negeri. Dominasi monopoli, dominasi modal keuangan, ekspor modal (non komoditi), persekutuan monopoli internasional, pembagian dunia pelbagai kekuatan imperalis, adalah watak dasar kapitalisme. Teori teori yang lain juga dipaksa untuk menjelaskan kebutuhan bahan dasar (sumberdaya alam) industri.

Dua jawaban diatas telah memberikan gambaran secara tegas dan jelas , bahwa investasi tidak hanya berbentuk modal semata tetapi juga ilmu pengetahuan dan model pendidikan sebagai konsekuensi logis terhadap efektifitas daya serap teori. Secara simplistis spirit dari teori-teori yang bergemuruh ditengahnya tidak lebih hanya mencari keuntungan dan kenikmatan sebesar-besarnya.

Doktrin Pendidikan

Jika asumsi dasar pendidikan yang diletakkan pada nalar pembangunan untuk memenuhi kebutuhan perkembangan industri dan tehnologi ,maka akan membawa konsekuensi terhadap pendidikan itu sendiri, cepat atau lambat pendidikan dipaksa meredusir hakekatnya. Bukan diarahkan untuk menjelaskan atau memecahkan problem manusia. Oleh karena pendidikan sudah individualistik dimana paradigma pendidikan difokuskan pada hal-hal ketrampilan saja daripada membangun kwalitas manusianya. Model pendidikan yang demikian akan menempatkan manusia berjarak dengan realitasnya yang secara otomatis menjadi hamba dari ilmu pengetahuan. Sehingga Identitas manusia sebagai pusat perubahan tidak lagi dimiliki.

Doktrin pendidikan senantiasa akan menjelma menjadi kurikulum kurikulum yang eksploitatif, ekspansif dan dominatif. Akademi ilmiahnya sangat ketat yang tidak merangsang kreatifitas , tidak merangsang keingintahuan . Konsep kurikulumnya diekspresikan yang bergengsi dan populer. Dielaborasikan secara anarkis, seperti tentara upahan yang diperalat untuk mempertahankan domistifikasi. Itu berarti kurikulum dipakai mengorganisir pikiran pikiran untuk mewujudkan cita-cita imperalisme.

Karena wataknya yang demikian, pendidikan hanya mengajarkan “kalah dan menang”. Dan pelembagaan terhadapnya tak ubahnya penjara bagi kemerdekaan fikiran.
Salah satu produk yang cukup signifikan dari pendidikan diatas ialah korporasi yang pada hakekatnya tidak lagi manusiawi , penuh pemaksaan, monolitik dan eksploitatif.
Secara umum maksimalisasi menjadi tujuan korporasi. Mirip mesin-mesin yang sewaktu-waktu digerakkan untuk menyediakan kebutuhan sang pembuatnya.

Kearifan Saraf Kesadaran

Dalam prespektif perubahan sosial , pendidikan diletakkan sebagai ruang untuk memahami nilai-nilai manusia yang melampaui subjektifitasnya. Karena pendidikan menghubungkan wilayah empirik dengan rasionalitas maka produknya harus membumi ( menyentuh realitas ). Segala sesuatunya harus memungkinkan setiap yang ada didalamnya bisa memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa menghilangkan yang lainnya.

Secara fundamental pendidikan harus bisa menjelaskan beberapa hal :

1.Hubungan atau relasi-relasi yang melahirkan kritisisme. Faktor yang menentukan adalah kemerdekaan, kretifitas dan dialektis
2.Membangun solidaritas sosial sebagai kesadaran kolektif
3.Memahami keberadaan manusia itu sendiri sebagai pusat perubahan.

Ruang refleksi Ilmu pengetahuan dan model pendidikan haruslah membuka spektrum kesadaran yang menempatkan peradaban yang manusiawi. Karena pada hakekatnya spirit dasar ilmu pengetahuan dan model pendidikan tujuannya adalah mencari kearifan dan harmonisasi dengan alam sekaligus membedakan kebenaran dari kekeliruan.

Kesadaran juga haruslah dibangun melalui kesejarahan yang sebelumnya tidak bisa diabaikan begitu saja. Sejarah yang tidak statis menyebabkan pendidikan sebagai faktor yang determinan dalam memahami “menjadi ada”. Sehingga kepastian pijakan intelektualitasnya bisa menghubungkan sejarah sebelumnya dengan masa depan sejarahnya.

Analisis yang secara dialektis menempatkan fungsi intelektual sangat penting . Seperti yang dikatakan gramsci “ Ada aktifitas kreatif intelektual yang minimum dalam semua karya fisik, bahkan dalam jenis atau kerja yang paling mekanis dan sangat sederhana. Dengan demikian semua orang adalah intelektual, tapi tidak semua berfungsi dimasyarakat sebagai intelektual”

Bahwa apa yang difungsikan oleh intelektual secara terus menerus selalu berada ditengah gemuruhnya dinamika masyarakat, baik kelihatan maupun yang tidak kelihatan selalau termuat dalam praktek keintelektulannya Selanjutnya posisi yang otonom itulah , pendidikan dan intelektual mampu untuk mengejawantah menjadi pembebas atas kesadaran yang terpenjara oleh doktrin yang memanipulasi sejarah manusia dan keintelektualitasnya. Kesadaran intelektual adalah selalu menjadi cahaya atas kegundahan dan berhentinya akal budi, yang demikian itu sesungguhnya inti dasar dari pendidikan dan kewajiban sejarah.

*photo by flicker

Atmosphere: Terkamu Keliru

Syarief Waja Bae

Kau yang selalu menyala dibalik tirai mataku, menerka dari belakang kacamu tentang sepiku. padahal sepiku telah pergi bersama kesunyian pada sekian teluk yang kutemui dalam jalanku kesini bersama kapal yang berselimutkan corak musim yang menempel tebal pada dinding - dinding pilu. yang kau terka itu cuma perhentian sejenak. seperti mati dalam sepuluh detak.

Pembalap Indonesia Merebut Tiga Besar

Rochman Arief

Polygon Sweet Nice berhasil melewati ambisi pada balapan Polygon Tour de Jakarta, Minggu (10/5). Satu pebalapnya berhasil masuk tiga besar, Hari Fitrianto. Pebalap yang akrab disapa Kacong itu, mencatat waktu 3 jam 43 menit 12 detik. Keberhasilan lain yang diraih Polygon Sweet Nice merebut kategori tim dengan total waktu 11.12'57". disusul WSP Jogjakarta, 11.13'24'. Catatan yang dibukukan WSP ini sama dengan tim Australia, Budget Forklifts. Bedanya hanya kedatangan posisi pebalapnya.


Direktur Polygon Sweet Nice harijanto Tjondrokusumo mengaku puas dengan hasil ini. Masalahnya target utamanya hanya masuk tiga besar. "Terus terang saya bangga dengan hasil ini, meski yang masuk bukanlah pebalap yang kita harapkan," terang Hari, sapannya. Semula tim berharap bisa menempatkan dua sprinter yang dibawanya, Sergey Kudentsov dan Roman Krasilnikov.

Sebab kedua pebalap ini merupakan finisher di medan flat. Terlebih ajang ini melombakan one day race yang sepenuhnya melalui rute mendatar dengan jarak 167 km. "Bukan soal siapa yang menang, tetapi bagaimana kami bisa memenuhi target. Itu yang penting," terangnya.

Balapan kemarin menempatkan tujuh pebalap yang berhasil kabur dan membentuk rombongan terdepan. Mereka diantaranya Kacong, Malcolm Rudolph (Budget Forklift), Rasta Patria (WSP Jogjakarta), dan Herwin Jaya (Polygon Sweet Nice). Menjelang 15 km menuju finish, tinggal tiga pebalap yang berhasil menyentuh finish terdepan. Sedangkan empat pebalap lainnya melorot dan masuk bersama rombongan besar.

Dimana Rudolph berhasil mencatatkan diri sebagai yang tercepat dengan catatan waktu, 3.43'10" dan disusul Rasta 3.43'12". Bagi Rudolph ini keberhasilan keduanya merebut yellow jersey. Sebelumnya Rudolph merebut jaket kuning pada etape pertama Tour de Singkarak. Dengan demikian dia mengukuhkan diri sebagai pebalap flat atau sprinter tangguh.

Keberhasilan menjadi juara kategori tim ini diakui sudah melebihi target. masalahnya Polygon Sweet Nice hanya membidik tiga besar kategori perorangan. "Sementara untuk kategori tim, tidak ada target. Mudah-mudahan hasil ini bisa menjadi modal kami untuk mengikuti rangkaian kejuaraan Continental di kawasan Asia," tandas pengusaha makanan itu.

10 Mei 2009

Sengketa Pemilu Mulai Dilaporkan MK

Iman D. Nugroho

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Jawa Tengah sedang melaporkan sengketa hasil Pemilu Legislatif di wilayah Jawa Tengah, Minggu (10/5) ini di Gedung Mahkamah Kostitusi (MK). Hasil pemilu itu dianggap tidak sesuai hasil yang sebenarnya, dengan selisih 26 suara. Selain PPP ada dua partai lain, PDKI dan PNBK yang melaporkan sengketa pemilu.



07 Mei 2009

Di Stasiun Kereta…

Sebuah Cerpen karya Senja Medinah

Di stasiun kereta. Jam setengah 6 pagi. Mengantar kepergianmu. Tak kupedulikan dinginnya angin pagi yang menusuk-nusuk hingga ke tulang rusuk. Tak kuhiraukan empuknya bantal dan hangatnya selimut yang biasa memelukku setelah ritualku. Bahkan tak kuindahkan tumpukan tugas akhir yang harus kupresentasikan kepada dosen pembimbingku, siang nanti.


Dan, ku di sini. Di stasiun kereta. Jam setengah 6 pagi. Mengantar kepergianmu. Menjemput mimpimu. Melepas rindumu. Membahasakan cintamu. Menemui kasihmu.

Tapi kutetap disini. Di stasiun kereta. Jam setengah 6 pagi. Mengantar kepergianmu. Mengkhawatirkanmu. Membawakanmu roti, takut engkau kelaparan dalam perjalanan. Mengingatkanmu membawa jaket kulit, khawatir engkau kedinginan dalam kereta ber-AC. Menyelipkan minyak kayu putih di dalamnya. Menyertakanmu beberapa pesan, khawatir engkau tertidur dan teledor dalam perjalanan.

“Isikan pulsaku dong,” pintamu. Seribu kali aku yakin dengan sangat. Pulsa itu bukan untuk menelphoneku. Pulsa itu bukan untuk sekedar menanyakan keberadaan dan keadaanku, bahkan hanya melalui pesan singkat. Pulsa itu, bukan untuk sekedar mengabariku bahwa kau akan pulang dengan cepat.

Tapi, tetap saja. Kuanggukkan kepalaku. Mengabulkan permintaanmu. Meski bukan untukku. Seperti halnya saat ini. Di stasiun kereta. Jam setengah 6 pagi. Mengantar kepergianmu. Meluruhkan adrenaline-mu…

Hingga ku tetap di sini. Di stasiun kereta. Jam setengah 6 pagi. Mengantar kepergianmu. Melihatmu sibuk menelephone. Memunggungiku. Mendengar pembicaraanmu. Sesekali dengan nada serius. Menggerutu. Lebih jelas dengan ketaksabaran. Menunggu keberangkatan kereta. Sambil menyedot rokok. Gelisah.

Masih, ku tetap di sini. Di stasiun kereta. Jam setengah 6 pagi. Mengantar kepergianmu. Yang berjalan menjauh. Diantara jejal penumpang. Diantara pedagang asongan. Menuju kereta yang siap berangkat. Tanpa menolehku. menggendong tasmu. Tanpa menolehku. Mencari kursimu. Tanpa menolehku. Tanpa memutus telephonemu. Tanpa menolehku.

Tapi, ku tetap di sini. Di stasiun kereta. Kini jam 6 pagi. Berkeras mengantarmu. Bersama kereta yang bergerak. Dengan lambaian tangan. Tanpa menutus telephonemu. Hingga menjauh.

Dan, ku tetap di sini. Di Stasiun kereta yang mulai sepi. Jam 6 pagi. Diantara pedagang asongan yang menjajakan koran dan permen. Diantara para pengantar lainnya. Meski tlah menjauh. Meski tlah tak tampak oleh mata. Meski ku tahu…
Ku, tetap di sini. Di stasiun kereta….

Kapan kau pulang?