Iddaily Mobile | Dari Anda Untuk Publik
Youtube Pilihan Iddaily: Pramoedya Ananta Toer
       

07 April 2009

Samsul Hadi Ajukan 20 Item Alasan PK

Rumi Madinah

Mantan bupati Jember, Samsul Hadi Siswoyo, tidak mau menyerah begitu saja. Selasa (7/4/09) ini, dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jember, Jawa Timur, Samsul mengajukan 20 item Peninjauan Kembali (PK) dalam sidang PK di pengadilan itu. Samsul berharap, PN Jember akan mengabulkan permohonan PK yang diajukannya dan mengubah vonis kasus dugaan korupsi kas daerah Kabupaten Jember yang mengganjarnya 6 tahun penjara, plus denda sebesar Rp. 913.000.000 itu.


Sidang Peninjauan Kembali (PK) kasus korupsi kas daerah tahun 2001-2005 dengan terpidana mantan Bupati Jember Samsul Hadi Siswoyo, kembali digelar di PN Jember, Selasa ini. Dalam sidang yang dipimpin oleh wakil ketua PN Jember, Prio Utomo, SH MH itu, Samsul Hadi Siswoyo, mengajukan 20 item PK putusan majelis hakim mulai dari PN Jember, PT hingga MA. Ke-20 item PK itu termasuk empat bukti baru (novum) dan berbagai fakta lain yang tidak sesuai dengan apa yang terungkap dalam persidangan sebelum-sebelumnya.

Ditemui seusai persidangan, terpidana Samsul Hadi Siswoyo, mengatakan, dari 20 item PK yang diajukan itu mengerucut pada tiga putusan yang dianggap tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Samsul menjelaskan, dalam putusan sidang PN Jember, majelis hakim hanya mempertimbangkan transaksi keuangan yang terjadi di tahun anggaran 2002-2003. Sementara, untuk tahun anggaran 2001, 2002 dan 2005 sama sekali tidak pernah disentuh dalam persidangan.

Padahal, Samsul mengaku telah mengembalikan uang Negara lebih dari Rp.1 Milyar melalui dalam rekening 50.000. Seharusnya terdapat kelebihan uang yang juga diperhitungkan. "Dalam sidang PK ini saya membawa bukti-bukti transaksi keuangan rekening 50.000 dari tahun anggaran 2001,2002 dan 2005 yang tidak pernah disentuh dalam persidangan," katanya.

Kuasa hukum Samsul, Sangap Siauruk, SH mengatakan, putusan-putusan majelis hakim di PN hingga MA banyak yang janggal. Putusan MA misalnya, tanpa disertai pertimbangan hukum dan menyatakan vonis 6 tahun penjara plus denda sebesar Rp. 913.000.000. Sangap yakin PK terpidana akan disetujui oleh majelis hakim.

Hati Melega Lega

Iman D. Nugroho

Wadah itu bernama hati,..
Ukurannya selalu sama. Meski tak besar, tapi mampu menampung cakrawala.
Meski kadang sebagai manusia selalu merasa kurang dibuatnya.
Tidak sadar, hati lebih bisa me-rasa semuanya.
Bisakah kau ukur besarnya rasa?


Tak jarang hati terporak poranda
Tak sedikit juga yang membatu karena rindu.
Sebagian memendar berpijar-pijar.
Hatiku, mati terbunuh sepi.
Tuhan memanggil, tapi terlanjur tuli.

Dua purnama tak lagi terasa.
Bedug bertalu, bertabuh pilu.
Dan hati pun melesak ragu.
Tak pernah tumbuh nestapa, bila ingat perjalanan sore ini.
Mengangguk mengiyakan nasib, menerima lapang apapun hasilnya.
Karena hati selalu tergenang lega.

Lega yang beriak.
Lega yang dalam.
Menenggelamkan segala rasa.

Yogyakarta
April 09

03 April 2009

Peraturan KPU Membahayakan Pemilu

Press Release

Pada tanggal 25 Maret dan 27 Maret 2009, KPU diam-diam telah mengeluarkan Peraturan KPU No 22 Tahun 2009 tentang Pedoman Audit Laporan Dana Kampanye serta Surat Edaran Nomor 612/KPU/III/2009 perihal Penjelasan Teknis Peraturan KPU No 1 Tahun 2009. Peraturan tersebut diperuntukkan bagi Kantor Akuntan Publik (KAP) dan Surat Edaran tersebut ditujukan seluruh Pimpinan Partai Politik tingkat pusat, KPUD Propinsi dan KPUD kabupaten/kota. Surat Edaran ini hendak menegaskan dan menjelaskan klausul teknis yang ada pada Peraturan KPU No 1 tahun 2009 tentang Pencatatan dan Pelaporan Dana Kampanye Pemilu Legislatif.


Setelah membaca dengan teliti peraturan dan surat tersebut, ada beberapa hal yang bunyinya sangat membahayakan proses pemilu itu sendiri. Dalam lampiran A huruf 9 Peraturan 22/2009, disebutkan bahwa “jumlah sumbangan untuk setiap nama penyumbang untuk setiap transaksi sumbangan tidak boleh melebihi ketentuan pasal 131 dan 133 UU No 10 Tahun 2008.”

Demikian halnya dalam Surat Edaran 612, yakni pada poin 4 huruf f yang menyebutkan bahwa “batasan sumbangan maksimal dana kampanye, baik untuk individu maupun badan usaha sebagaimana diatur dalam UU No 10 Tahun 2008 pasal 131 dan 133 berlaku untuk sumbangan per transaksi, bukan batasan sumbangan maksimal secara akumulasi.” Dari pengertian dan aturan yang dibuat oleh KPU, bisa diartikan bahwa
batasan maksimal sumbangan dana kampanye berlaku untuk setiap kali transaksi saja. Jika ada penyumbang individu yang menyumbang hingga 50 kali, sepanjang tiap kali menyumbang nilainya tidak lebih dari Rp
1miliar, menurut KPU itu adalah sah.

Penafsiran terhadap pasal 131 dan pasal 133 teramat konyol karena sebenarnya fungsi pembatasan sumbangan dana kampanye untuk menciptakan iklim kompetisi kampanye yang lebih adil bagi setiap peserta pemilu. Atas keluarnya surat tersebut, akan ada implikasi buruk kedepan, yakni: Pertama, batasan sumbangan maksimal pertransaksi hanya akan memperlebar jurang antara peserta pemilu yang berlimpah uang dengan yang tidak. Pincangnya sumber daya yang dimiliki antara masing-masing peserta pemilu membuat proses pemilu menjadi tidak fair dan kompetitif karena peserta pemilu yang memiliki banyak dana kampanye akan dapat menggunakan dana
tersebut untuk kepentingan memenangi pertarungan. Ibarat pertandingan, pemain kelas bulu tentu tidak akan bisa menang berhadapan dengan pemain kelas berat.

Kedua, batasan sumbangan maksimal pertransaksi telah mendorong sumbangan dana kampanye menjadi tidak terkontrol karena pada prinsipnya batasan sumbangan dana kampanye menjadi tidak berlaku. Siapapun, baik perusahaan maupun individu dapat menyumbang tanpa batas sepanjang dalam tiap kali transaksi, sumbangannya tidak melebihi Rp 1 miliar untuk individu dan Rp 5 miliar untuk swasta. Peraturan ini akan mendorong penyumbang besar menggelontorkan dana mereka untuk peserta pemilu yang prospektif. Dengan demikian, aturan main yang dibuat oleh KPU justru telah meniadakan aturan mengenai batasan sumbangan dana kampanye itu sendiri.

Ketiga, batasan sumbangan maksimal pertransaksi akan menciptakan pemenang pemilu yang kemungkinan besar akan disandera oleh penyumbang besar. Tanpa adanya batasan sumbangan maksimal dana kampanye, pengusaha terkaya di Indonesia bisa membeli partai politik untuk menjaga kepentingan mereka kedepan. Keempat, batasan sumbangan maksimal pertransaksi hanya akan mendorong manipulasi laporan dana kampanye yang kian intens. Jika pada UU No 10 tahun 2008 pengertian mengenai batas sumbangan dana kampanye maksimal untuk satu kali periode pemilu (akumulasi), akan menyulitkan bagi peserta pemilu untuk melakukan manipulasi dana kampanye, meskipun tetap dimungkinan terjadi. Akan tetapi dengan pengertian yang diciptakan oleh KPU, pelaporan dana kampanye akan menjadi sangat mudah dimanipulasi mengingat setiap orang atau perusahaan yang sama, dapat menyumbang lebih dari satu kali sepanjang tidak melebihi batasan per transaksi
sebagaimana diatur KPU.

Dengan lahirnya peraturan diatas, KPU hanya akan melahirkan kompetisi politik yang lebih liar dan merendahkan derajat akuntabilitas pelaporan dana kampanye setelah sebelumnya KPU terlambat sekali menjatuhkan sanksi administratif bagi peserta pemilu yang lalai dalam menyerahkan rekening khusus dana kampanye dan laporan awal dana kampanye.

Oleh karena itu, kami menuntut kepada KPU untuk :

Pertama, merevisi peraturan KPU No 22 tahun 2009 dan Surat Edaran 612/2009 dengan menetapkan bahwa batasan sumbangan maksimal dana kampanye adalah akumulasi dari seluruh sumbangan dari masing-masing penyumbang dalam satu periode pemilu legislatif, bukan pertransaksi.

Kedua, mendesak KPU untuk tidak menafsirkan secara sembrono bunyi peraturan perundang-undangan yang berimplikasi pada makin buruknya kualitas pemilu karena pertanggungjawaban dan transparansi dana kampanye peserta pemilu yang sulit dikendalikan.


Jakarta, 3 April 2009


TII-CETRO-ICW

01 April 2009

CCCL Undang Masyarakat Surabaya di Open House

CCCL (Pusat Kebudayaan Prancis) Surabaya merupakan salah satu dari 151 Pusat Kebudayaan Prancis yang tersebar di seluruh dunia. CCCL Surabaya, di bawah naungan Kedutaan besar Prancis di Jakarta, hadir sejak 1967 dengan misi utama memperkenalkan dan bekerja sama dengan pemerintah dan institusi lokal dalam bidang seni budaya, bahasa dan ilmu pengetahuan.


Di kota Surabaya, CCCL menempati sebuah bangunan peninggalan kolonial yang nyaman dan asri. Institusi ini bersifat non profit dan terbuka untuk umum. Untuk memperkenalkan lebih jauh kepada masyarakat, terutama mengenai berbagai fasilitas/kegiatannya seperti : acara seni budaya (Prancis maupun Indonesia), kursus bahasa Prancis, informasi mengenai Prancis melalui mediatek, kafetaria dan sebagainya, CCCL mengadakan Open House yang sudah menjadi rangkaian agenda acara tahunan sejak tahun 2004.

Acara ini merupakan kesempatan baik bagi siapa saja yang ingin memperoleh beragam infomasi tentang CCCL maupun Prancis. Oleh karena itu, pada Sabtu, 4 April 2009, kami kembali membuka pintu selebar-lebarnya bagi masyarakat, baik pelajar, mahasiswa, seniman, maupun umum, untuk bergabung di acara tersebut.

Open House CCCL berlangsung sepanjang hari, mulai pk 09.30 hingga 16.30. Para staf CCCL akan menjelaskan kepada publik yang hadir, berbagai informasi mengenai aktivitas aktual dan fasilitas CCCL.

Berikut program Open House CCCL :

Mengenal Prancis lebih jauh bersama native
Demo kursus bahasa Prancis
Pemutaran film animasi : Ratatouille (teks: Inggris)
Bursa buku dan majalah Prancis
Kuis berhadiah menarik (kursus gratis, voucher dari berbagai merchands...)
Mencicipi kue-kue Prancis
Permainan khas Prancis « Pétanque »
Info konsuler dan kegiatan seni budaya

Hidung Robot Dari ITS Surabaya

Press Release

Alat yang diciptakan oleh Dr Muhammad Rivai ST MT ini mampu menggantikan fungsi indera penciuman manusia. Terutama dalam mengenali, mengidentifikasi, dan menganalisa aroma tertentu. Memanfaatkan pola-pola algoritma neural network, temuan ini bisa jadi merupakan satu inovasi penting dalam dunia industri dan kedokteran. Ide dari inovasi ini, menurut Rivai adalah iklan rokok yang menayangkan bagaimana seseorang bisa mengenali kualitas tembakau hanya dengan menciumnya. Rivai mengaku, usai menonton iklan tersebut, muncul pertanyaan iseng dalam benaknya,"Bagaimana nantinya kalau mereka (yang bertugas mencium, Red) sakit atau tidak mood? Apakah analisa ciumannya tetap bisa diandalkan?".


Dari pertanyaan iseng inilah kemudian Rivai menuai ide untuk membuat electronic nose. Konsep yang ia ajukan adalah alat pencium elektronik yang mampu menghasilkan analisa akurat tanpa terpengaruh oleh faktor yang mungkin diderita oleh indera penciuman manusia. Jadi, tak heran bila nantinya alat ini diharapkan mampu menggantikan fungsi hidung dalam berbagai kebutuhan industri dan analisa kesehatan.

Prinsip kerja electronic nose menirukan fungsi hidung manusia, yang mana di dalamnya dijumpai berbagai reseptor pengidentifikasi aroma. "Reseptor-reseptor ini fungsinya digantikan oleh sensor pada electronic nose," ujar Dosen Teknik Elektro ITS ini. Ia menambahkan, tiap reseptor yang ada akan memberikan respon yang berbeda dari uap aroma yang sama.

Sebagai pengembangan awal, sensor electronic nose memiliki kemampuan mengidentifikasi 16 jenis aroma, di antaranya aroma apel, melati, dan peppermint. "Layaknya seorang bayi ketika dari awal sudah dilatih mampu membedakan beberapa aroma, seperti itulah cara kerjanya," kata Rivai. Proses pengenalan aroma electronic nose ini dilakukan dengan bantuan software.

"Tak hanya itu, alat ini bahkan bisa mengenali kualitas dari bahan bersangkutan, misalnya apel yang busuk dan baik," tutur dosen yang juga Kepala Lab Elektronika Industri ini. Ke depan, Rivai berencana akan mengembangkan lagi kemampuan mengidentifikasi electronic nose menjadi 30 lebih aroma dengan tingkat hasil yang akurat.

Untuk alur kerja electronic nose, pria berkacamata ini menerangkan, proses diawali dengan memasukkan uap aroma ke ruang sensor, lalu uap tersebut akan diekstraksi menjadi komponen penyusun uap. Tiap komponen itu selanjutnya diukur intensitas dan konsentrasinya oleh sensor Quartz Crystal Microbalance (QCM). "Semua komponen ini saya dapatkan dari produk dalam negeri, kecuali perangkat FPGA (Field Programmable Analog Array - semikonduktor elektronik yang memiliki gerbang terprogram, Red) yang dipesan dari luar negeri," terang Rivai.

Guna menangkap uap aroma, Rivai memodifikasi osilator dan memberikan tambahan lapisan zat kimia. "Misalkan pada sensor ini, saya melapisinya dengan polyethylene glycol. Tiap sensor dilapisi dengan zat kimia yang berbeda," ujarnya. Harga bahan kimia yang digunakan pun menurut Rivai sangatlah terjangkau. "Hanya dua ribuan. Sebotol zat kimia dapat dipakai untuk ribuan sensor," imbuh Rivai.

Saat ini, electronic nose hanya dilengkapi dengan delapan sensor. "Tapi, saya sudah membuatkan tambahan sensor hingga 32 sensor. Jadi, kemampuan mengidentifikasi alat ini makin bertambah," papar peraih riset Indonesia Toray Science Foundation (ITSF) ini.

Pengembangan lebih lanjut dari electronic nose akan memberikan banyak kegunaan. Rivai menyebutkan, electronic nose dapat dikembangkan hingga ke level mampu menganalisa aroma urine yang berarti juga bisa mengidentifikasi ginjal sehat atau bakteri di saluran kencing.

Selain itu, electronic nose juga bisa diupayakan untuk mampu menganalisa aroma pernapasan seseorang. "Penelitian ini rencananya akan dikerjakan oleh beberapa mahasiswa S3 Teknik Elektro. Tujuannya untuk membantu mendiagnosa penyakit TBC yang diderita seseorang," tandas alumni Teknik Elektro ITS angkatan 1987 ini.

Secara garis besar alat yang mulai dirintis Rivai sejak tahun 1995 ini sangatlah aplikatif. "Alat ini bisa dipakai untuk kebutuhan industri rokok, makanan dan minuman, hingga dunia kesehatan," ungkap Rivai. Ketika ditanyai perihal biaya pembuatan, Rivai hanya membutuhkan biaya kurang dari Rp 10 juta untuk menciptakan electronic nose.

"Bandingkan dengan alat sensor semikonduktor buatan beberapa negara maju, bisa mencapai milyaran rupiah," katanya. Oleh sebab itu, Rivai sangat berharap alat ciptaannya ini dapat segera dipatenkan dan diproduksi secara massal.

Satu hal yang diidamkan oleh Rivai, bila electronic nose telah sempurna, ia berkeinginan perangkat FPGA yang ter-install pada electronic nose dapat dijadikan chip. Dengan begitu, electronic nose akan berbentuk sangat kecil dan dapat dibawa kemana-mana. "Tentunya dengan tercapainya harapan saya tadi, alat ini semakin bermanfaat untuk kehidupan manusia," tuturnya.