Iddaily Mobile | Dari Anda Untuk Publik
Youtube Pilihan Iddaily: Pramoedya Ananta Toer
       

30 Maret 2009

World Bank Resmikan ITS sebagai Pusat Informasi Pembangunan Indonesia

Press Release

Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya dipercaya oleh World Bank untuk mengelola sebuah pusat informasi pembangunan di Indonesia. Hal ini ditandai dengan diresmikannya ruang Indonesia Development Information Services (IDIS) di Perpustakaan ITS oleh Indonesia Country Director World Bank, Joachim von Amsberg, Senin (30/3).
Peresmian ditandai dengan penandatanganan prasasti dan pengguntingan pita oleh Joachim von Amsberg yang didampingi Pembantu Rektor IV ITS Prof Ir Eko Budi Djatmiko MSc PhD.


IDIS ITS ini merupakan yang ketiga dibuka di Indonesia dan kedua yang ada di perguruan tinggi (PT) di Indonesia. IDIS pertama dibuka tahun 2008 lalu di UGM Jogjakarta. Disusul tahun ini yang kedua di kantor perwakilan World Bank di Jakarta. Rencananya, April mendatang juga akan diresmikan IDIS di Universitas Indonesia (UI) Jakarta. Tahun ini diharapkan total ada 5 IDIS baru, sehingga tinggal menambah dua lagi yang masih belum ditentukan.

IDIS sendiri merupakan upgrade atau peningkatan status dari Regional Information Outlet (RIO) yang merupakan jaringan informasi Bank Dunia berupa corner kecil. “Saat ini ada 16 RIO yang tersebar di seluruh Indonesia, dan baru 4 yang berhasil ditingkatkan menjadi IDIS yang salah satunya di ITS ini,” jelas Joachim von Amsberg saat meresmikan IDIS ITS.

ITS merupakan salah satu RIO yang dibentuk sejak tahun 2005. Setelah mengalami perkembangan dan sering mengadakan kegiatan dialog atau pun diskusi tentang pembangunan di Indonesia, akhirnya RIO ITS pun ditingkatkan statusnya menjadi IDIS. Dengan demikian, perpustakaan ITS bisa dikatakan sebagai salah satu pusat referensi informasi pembangunan di berbagai bidang di Indonesia, terutama yang didukung oleh Bank Dunia.

“Melalui kegiatan-kegiatan sharing pengetahuan, ITS telah berperan penting dalam membantu World Bank sebagai partner pembangunan yang lebih baik di Indonesia,” ujar Joachim. Karena itu, lanjutnya, ia sangat yain bahwa IDIS ITS nantinya bisa terus menstimulasi komunitas Surabaya untuk mengadakan diskusi-diskusi yang merancang pembangunan baik untuk wilayah ataupun negara.

Dengan dijadikannya ITS sebagai IDIS, World Bank pun memberikan bantuan sarana multimedia lengkap di ruang IDIS yang bertempat di lantai 3 Perpustakaan ITS. Sehingga memiliki akses langsung ke seluruh jaringan World Bank. “Sebelum menjadi IDIS, di RIO ITS Cuma tersedia buku-buku informasi pembangunan yang disediakan oleh World Bank tapi sekarang lengkap dengan akses internet dan kelengkapan ultimedia lainnya yang mendukung,” jelas Drs Mansur Sutedjo, kepala UPT Perputakaan ITS.

Mansur juga mengatakan, phaknya ke depan berencana menggandeng sejumlah LSM untuk bersama-sama membahas isu pembangunan di Indonesia, sehingga diharapkan bisa memberikan solusi tertentu terhadap permasalahan yang ada. Isu pembangunan yang diangkat bisa dari bidang ekonomi, lingkungan, kemiskinan, dan energi yang selama ini juga menjadi fokus dari World Bank.

Setelah peresmian IDIS, dilanjutkan dengan seminar nasional “Renewable Energy and Global Energy Crisis” di lantai 2 perpustakaan. Selain Joachim von Amsberg, hadir sebagai pembicara adalah Direktur Energi Baru Terbarukan dan Konversi Energi Departemen ESDM Ratna Ariati dan anggota Dewan Energi Nasional Ir Mukhtasor MEng PhD.

29 Maret 2009

Pemilu Tidak Ramah Untuk Orang Cacat

Pusat Pemilihan Umum Akses Penyandang Cacat (PPUA PENCA) menggelar sosialisasi pemilu untuk penyandang cacat di Surabaya, Minggu (29/3). Dari forum diskusi yang digelar itu terungkap, Pemilu 2009 tidak ramah terhadap penyandang cacat. Tampak pada gambar salah satu penyandang cacat mencoba mempraktekkan pencoblosan suara dalam Pemilu 2009.

[Cerpen Mumung] Memilih Berteman Dengan Mimpi Buruk-habis

C. Subain

Mumung hanya terdiam, kala Jamila menanyakannya untuk pertama kali. Otaknya seperti tak bisa digunakan untuk berpikir. Hatinya teraduk. Kenangan lama atas pernikahan yang dia kenal, seperti terbayang. Perkawinan menjadi awal dari permusuhan. Cinta yang diagungkan, menjadi kobaran api benci saat pernikahan pupus di tengah jalan.


-----------------------------------------------------------
Ujung mata Mumung belum juga bersih dari ketek (kotoran di sudut mata-Jawa). Mimpi ketemu Umi Kalsum, ibunya yang sudah meninggal dunia setahun lalu, membuatnya menangis dalam mimpi. Tak terasa, dalam nyata pun sama. Sepanjang malam, Mumung menangis.

"Umiii,.."

Mumung merengek begitu terbangun saat Adzan Subuh terdengar. Jek Manyun, sahabatnya yang saat itu tertidur di samping Mumung ikut terbangun. Kepala Jek Manyun masih terasa berat. Efek Bir Hitam yang ditenggaknya semalam, belum juga hilang.

"Mung! Siapa yang kau panggil itu?"

"Nggak! Udah tidur lagi sana,.."

Jek Manyun menggerutu. Tangannya meraih tumpukan baju kotor di dekat kaki. Mengumpulkannya, dan menempatkannya di bawah kepala. Menjadikannya bantal.Grrrrr,...Jek Manyun kembali tertidur. Mumung terdiam. Bayangan Umi Kalsum tetap mengiang di kepalanya. Begitu jelas.

"Kau harus segera memutuskan,..kau harus segera memutuskan,.."

Kalimat Umi itu dalam mimpinya terus berulang-ulang. Dalam mimpi, Mumung hanya terdiam sambil menangis. Tangan Umi yang coba diraihnya pun, seperti semakin jauh.

"Umi, aku kangen,"

* * *

"Ah lama banget! Ngapain aja sih di dalam kamar mandi?!"

Jek Manyun ngomel saat melihat Mumung membuka pintu kamar mandi sambil mengusapkan handuk ke rambutnya. Mumung hanya tersenyum. Sudah memahami, Jek Manyun memang selalu manyun,..dalam situasi apapun.Bahkan, saat mendapatkan rezeki usai menjual sepeda motor Yamaha RX King miliknya dengan harga di atas rata-rata pun, Jek Manyun tetap manyun. Apalagi, saat mendapatkan musibah kehilangan handphone Nokia kesayanganya. Ampun deh. Manyunnya semakin menjadi. Tapi itulah Jek Manyun.

"Sahabat itu, yang penting hatinya, bro,..bukan bibirnya,"

Kalimat sok bijaksana Jek Manyun awal tahun lalu itu masih terkenang dalam benak Mumung hingga kini.

Pagi ini, Mumung berencana pergi ke rumah Jamila. Anak penjual Pecel Tumpang di ujung gang dekat kos-kosannya itu meminta tolong untuk diantarkan ke pegadaian.Rencananya, Jamila akan menggadaikan liontin milik almarhum bapaknya. Setahun lalu, liontin itu diberikan sang ibu ke Jamila untuk bekal kawin. Tapi, tiga adik Jamila harus membayar sekolah dalam waktu yang bersamaan. Laba Pecel Tumpang tidak cukup untuk itu.

"Biar aku jual saja liontin ini, biaya kawinnya urusan nanti,"

Jamila bagi Mumung adalah danau yang begitu dalam. Mumung coba menyelaminya, selalu gagal. Bukannya tidak mampu, tapi ada saja gangguan dari pembeli yang meminta nambah nasi, tambah lauk atau es teh manis. Jamila memang sering dijadikan obyek goda-goda pembeli pecel tumpang di warung ibunya. Bahkan ada yang nekat mengajaknya kawin. Tapi Jamila menolak. Alasannya sederhana.

"Masih menunggu pacar saya pulang dari Holland,.."

Bila ada pembeli yang nekat "main tangan". Jamila tak segan mengguyurnya dengan air panas.

"Pecel satu,..lauknya telor aja,"

Mumung selalu order makanan yang sama. Jamila meliriknya. Senyum mengembang. Omong-omong, Pecel dan telor memang kegemaran Mumung. Dalam bahasa yang agak nyastra, Mumung mengibaratkan pecel lauk telor, seperti bumi dan matahari. Tak bisa dipisahkan!

"Bisa aja,"

Jamila berkomentar pendek saat mendengar Mumung berbusa-busa memaknai pecel lauk telor miliknya.

"Kau jadi ke pegadaian? Jangan kesiangan ya, aku ada janji sama Bos,"

Sepihan kacang panjang dan kecambah, sempat terlilit di gigi Mumung yang gingsul.

"Jadilah,..besok waktunya bayar uang sekolah. Tunggu bentar ya,.."

Jamila berlalu. Entah. Tiba-tiba Mumung merasa berbunga-bunga. Makan pecel pun menjadi tidak nikmat. Suapan demi suapan mengalir dengan cepat. Ritual makan telur "matahari" yang biasanya diawali mulai putih telur dan diakhiri dengan kuningnya sebagai gong pun tidak lagi berlaku. Nyam,..nyem,..nyam,..nyem. Glek,..glek,..

* * *

Sepeda motor Mumung memang bukan keluaran baru. Tahun 80-an, tapi tetap kinclong. Minimal, seminggu sekali dicuci bersih di tempat cucimotor tak jauh dari kos-kosannya. Bengkel Cak Dji di ujung jalan pun selalu memuji motor trail milik Mumung.

"Kalau sudah bosan, biar motormu aku beli,"

Cak Dji selalu merayu Mumung. Bukan tak mau menjual, tapi Mumung tak punya uang untuk membeli motor baru lagi, bila motor miliknya dijual. Konon, saking cintanya, Cak Dji rela menunggu.

Trail itu juga yang mengantar Mumung dan Jamila pagi ini. Tak tergambarkan, betapa gembira hati Mumung saat ini. Tangan Jamila yang lembut melilit di pinggang Mumung. Ada getaran. Entah di mana. Yang pasti bersumber dari tangan Jamila.

Hampir dua tahun ini, Jamila menunggu Mumung menjawab pertanyaannya. Pertanyaan sederhana, sulit jawabnya.

"Kapan orang tuamu akan ke rumahku untuk melamarku?"

Mumung hanya terdiam, kala Jamila menanyakannya untuk pertama kali. Otaknya seperti tak bisa digunakan untuk berpikir. Hatinya teraduk. Kenangan lama atas pernikahan yang dia kenal, seperti terbayang. Perkawinan menjadi awal dari permusuhan. Cinta yang diagungkan, menjadi kobaran api benci saat pernikahan pupus di tengah jalan. Dua hati yang awalnya menyatu, saling menyakiti. Tidak hanya keduanya, juga keluarga besar yang ada. Hal itu juga yang membuat Mumung enggan masuk ke ranah itu. Perkawinan. Hmm..

Jawaban Mumunglah yang paling ditunggu Jamila. Bagi perempuan enggan berjilbab meski sudah berkali-kali mengkhatam kitab suci ini, hal itu adalah jawaban segala persoalan yang menghadangnya. Paling tidak, menghentikan pertanyaan dari pelanggan pecel tumpang yang sering menderanya. Kapan? Kapan? Kapan?

Tiba-tiba, bayangan Umi melintas.

"Kau harus segera memutuskan,..kau harus segera memutuskan,.."

"Kau harus segera memutuskan,..kau harus segera memutuskan,.."

Kalimat Umi kembali terngiang.

Duk! Brak! Crrrttttttt,.....

Gelap. Sebuah truk tronton mehantam keras dari arah kanan. Gelap.

* * *

"Mung! Siapa yang kau panggil itu? Bangun kau!"

28 Maret 2009

Monumen Simpang Lima Gumul yang Tak Berguna

Iman D. Nugroho

Mengunjungi Monumen Simpang Lima Gumul di Kediri, Jawa Timur, laksana melihat monumen L'arch De Triomphe di Paris, Prancis. Bedanya, monumen ini tidak banyak berguna bagi masyarakat Kediri. Banyak hal lain yang seharusnya bisa dibangun dengan uang milyaran yang dihabiskan untuk membangun bangunan ini. Apalagi, di Pusat Kerajaan Kadiri itu masih teronggok banyak petilasan kuno jaman Kerajaan Kadiri yang masih tidak terurus.


26 Maret 2009

Mall Di Surabaya Diancam Bom Palsu

M. Akbar

Sebuah pusat perbelanjaan di Surabaya, Mall BG Junction mendapat ancaman bom, Kamis (26/03) ini. Hal itu sempat membuat panik mengunjung dan pekerja di mall tersebut. Tampak pada gambar, Tim Gegana Brimob Polda Jawa Timur melakukan penyisiran di sepanjang bagian Mall BG Junction.Tidak satu pun temuan benda yang mencurigakan yang ditemukan dalam penyisiran itu.