Iddaily Mobile | Dari Anda Untuk Publik
Youtube Pilihan Iddaily: Pramoedya Ananta Toer
       

17 Maret 2009

Pesta Rakyat yang Tidak Terlalu Meriah dan Tidak Jelas Gunanya

*Catatan Pemilu 2009 Iman D. Nugroho

Hingar bingar. Deru kendaraan. Panas menyengat. Kibaran bendera. Nasi bungkus. Penjagaan ketat. Dompet hilang! Selamat datang di kampanye Pemilihan Umum 2009 yang mulai digelar pada Selasa (17/3) ini. Seperti yang sudah-sudah, tanya menyembul tiada henti: apa gunanya? Benarkah ada gunanya? Berguna untuk siapa? Lalu,..mengapa harus terus ada?


Begitulah. Berbagai tanya itu adalah kejujuran rasa atas datangnya Pemilu 2009. Seperti pemilu-pemilu sebelumnya, selalu saja "jawaban" dari pertanyaan-pertanyaan itu tidak pernah memuaskan. Lihat saja, sejak Pemilu digelar, pastilah ada ketidakpuasan. Masing-masing merasa ketidakadilan. Bahkan, ada yang nekad menyerang secara fisik karenanya, atau menuntut ke pengadilan. Semua mengatasnamakan ketidakpuasan.

Jaman Orde Baru, meski hanya sekali merasakan pemilu di masa itu, sepertinya tidak layak untuk dibicarakan. Pemilu badut. Yang sudah bisa diketahui hasilnya, bahkan sebelum pemilu digelar. Kecurangan dilakukan secara rapi, kasar dan terang-terangan. Yang kuat dengan gagah berani menunjukkan taringnya. Si lemah, ah,..tentu saja lebih aman bila diam saja, atau berubah bentuk menjadi penurut. Dan para jagoan, memilih untuk terus berjuang di dalam tanah. Tak sedikit yang merasakan dingin tembok penjara.

Reformasi, hanya ganti aroma. Sebagian orang merasa lebih baik. Sebagian lagi merasa tidak berbeda. Karena hasilnya pun sama. Sama-sama menciptakan ketidakpastian. Memposisikan rakyat sebagai obyek lukisan, yang dilupakan saat lukisan itu sudah jadi. Pemilu, meninggalkan pemilihnya. Bukan hal baru. Tapi caranya terus di-upgrade. Minimal, pakai lambang-lambang baru, nama-nama baru dan tentu saja (ini yang paling menarik), memakai orang-orang baru. Baru di partai ini, tapi sudah kawakan di partai yang itu. Bersih dalam pemilu ini, tapi berlumuran dosa di masa lalu.

Unik. Coba tanyakan hal itu pada politikus yang dalam Pemilu 2009 ini sedang bertarung. Semua pasti akan membantahnya. "Ah,...tidak benar itu! Kami membela rakyat! Semua ini untuk rakyat! Golput itu haram!".Ke-haram-an itu wacana teraneh yang muncul menjelang pemilu. Apakah kesia-siaan itu tidak haram? Pemilu adalah kesia-siaan. Jadi pemilu itu har**! Nah lu,..Sorry, tentu saja harus ada tanda bintang (*) dalam kata Pemilu itu Har**. Alasannya sederhana, kalau sampai saya dipenjara karena artikel ini, bisa kacau. :)

Dari Jurnalis ke Pentas Politik

Press Relase
*Bersama: Lukas Suwarso (Dewan Pers, Arif Affandi (Wakil Walikota Surabaya), Saleh Ismail Mukadar (Caleg PDIP), Aribowo (Pengamat Politik UNAIR)


Sekolah Tingggi Ilmu Komunikasi-Almamater Wartawan Surabaya ( Stikosa-AWS ), sebagai sekolah ilmu komunikasi, melihat fenomena yang tengah terjadi dalam masyarakat. Yaitu banyaknya masyarakat dengan berbagai profesi, mulai merambah dunia politik. Tak terkecuali, jurnalis yang juga merambah dunia politik, entah mencalonkan sebagai caleg maupun walikota Surabaya.


Oleh karena itu Stikosa-AWS bekerjasama dengan media internal Kampus Acta Surya. Mencoba membaca situasi tersebut, dengan mengadakan diskusi public yang akan dilaksanakan pada hari Kamis, 19 Maret 2009, pukul 10.00 BBWI. Bertempat di Kampus Stikosa-AWS Ruang 4, Jalan Nginden Intan Timur I No. 18 Surabaya.

Diskusi public ini, juga melibatkan masyarakat umum dan mahasiswa Stikosa-AWS sendiri. Juga mengundang media massa, untuk turut berpartisipasi dalam acara diskusi tersebut.

Dengan menghadirkan, wakil walikota Surabaya Arif Affandi dan Saleh Ismail mukadar dari caleg PDIP. Yang pernah berprofesi sebagai jurnalis dan kini merambah dunia politik. Selain itu, hadir pula Lukas Luwarso dari Dewan Pers yang akan berbicara mengenai peran jurnalis yang sebenarnya. Dan pakar politik yaitu Ari Bowo.

Dengan adanya diskusi public yang bertajuk ‘Dari Jurnalis ke Pentas Politik’ diharapkan dapat menjawab kegelisahan masyarakat tentang fenomena yang sedang terjadi saat ini.

Contact Person
Qusnul Tauhid : 08563343994
Abdul Wahid : 085731461200

16 Maret 2009

Pawai Mobil Hias Partai Politik di Jalanan Surabaya

Deretan mobil berhias atribut partai peserta Pemilihan Umum 2009 melintas di jalanan protokol, Senin (16/3) ini. Hari ini adalah awal pelaksanaan kampanye terbuka Pemilu 2009. Semua partai mendeklarasikan diri untuk menggelar kampanye damai, tanpa kekerasan. Mari kita buktikan!



NU Jatim Meminta Caleg Tidak Membawa Nama NU

Iman D. Nugroho, Surabaya

Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PW-NU) Jawa Timur meminta calon legislatif yang ambil bagian dalam Pemilihan Umum 2009, tidak membawa-bawa nama organisasi NU dalam rangkaian sosialisasinya. Sikap itu diambil untuk menjaga netralitas NU Jawa Timur dalam Pemilu 2009. "PWNU Jawa Timur melarang pengurus NU yang mejadi caleg DPR/DPRD menggunakan institusi NU, jabatan dan label, yang menggambarkan keterlibatan NU secara intitusional dalam baliho poster maupun selebaran, kata Ketua PWNU Jawa Timur, KH. Hasan Mutawakkil alallah di Surabaya, Senin (16/3) ini.


Keputusan PWNU Jawa Timur itu diambil setelah pengurus NU Jawa Timur melakukan pertemuan dengan tokoh dan warga NU di 7 karesidenan di Jawa Timur. Dalam pertemuan itu, NU Jatim sekaligus “memperbaiki” hubungan tokoh-tokoh NU yang sempat berbeda pilihan dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jatim dan dinamika partai politik. Hal lain yang dianggap penting adalah keputusan tokoh NU untuk mendorong masyarakat menggunakan hak pilih dalam Pemilu 2009. “Dan tentu saja mengintruksikan dengan surat edaran, agar kader NU yang memilih berjuang melalui politik praktis dalam Pemilu 2009, untuk segera membuat surat non aktif,” kata Mutawakil.

Di Jawa Timur terdapat ratusan calon legislatif yang berasal dari NU. Termasuk puluhan pengurus wilayah NU Jawa Timur. Diantara caleg-caleg dari PWNU itu, baru 11 calon legislatif yang yang mengajukan surat pengunduran dirinya. Mutawakil Alallah menegaskan, himbauan PWNU itu hendaknya dituruti. Bila tidak maka akan ada teguran secara tertulis.”Kalau ada caleg yang terang-terangan menggunakan institusi NU, akan ada sanksi organisai. Selama ini, sudah ada 12 gambar yang ditunrunkan sejak ada instrukdi PWNU,” katanya. Pimpinan Pondok Pesantren Genggong, Probolinggo Jawa Timur ini menegaskan, para calon legislatif yang menggunakan nama NU adalah caleg yang tidak percaya diri. Dan masyarakat akan menilai negatif calon legislatif semacam ini.

Dalam pertemuan itu Mutawakil juga menghimbau tokoh NU yang menjadi pengurus partai dan caleg, menggunakan proses Pemilu 2009 sebagai pendidikan politik, dan mengedepankan etika politik, pelanggaran perundangan dan money politics. Berbagai hal itu mampu meruntuhkan sendi-sendi demokrasi dan keadilan yang sekarang sedang berproses ke arah yang lebih baik. Lebih jauh, NU Jawa Timur akan memprakarsai terbentuknya tim kerja untuk membangun mekanisme dan rekruitment kader NU yang akan berpolitik baik sebagai eksekutif maupun legislatif. "Bila sudah ada mekanismenya, maka NU akan terhindari dari kebiasaan dijadikan bancaan atau alat mencapai tujuan politik, tetapi justru menjadi politik sebagai salah satu cara memperkuat perjuangan NU," katanya.

Sikap NU Jawa Timur ini, menurut Mutawakil adalah manifestasi dari sikap NU yang kembali ke Khitoh atau penetapan organisasi secara nasional pada tahun 1926. Dan sejak saat itu, NU tetap mengambil jarak yang sama dengan partai politik. Meski pun secara riil, tokoh-tokoh NU juga merupakan lembaga yang membidani terbentuknya beberapa partai politik, seperti Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) dan beberapa partai lain.

15 Maret 2009

Penambang Minyak Mentah Bojonegoro, Jawa Timur

photo for sale by Lia Kanzha

Penambangan sumur minyak tradisional di Desa Wonocolo, Kec Kedewan Kab. Bojonegoro, Jawa Timur masih bertahan. Minyak mentah itu disuling hingga menjadi bahan bakar. Minyak mentah yang ditambang dipisahkan dari air sebelum disuling.