Iddaily Mobile | Dari Anda Untuk Publik
Youtube Pilihan Iddaily: Pramoedya Ananta Toer
       

23 Februari 2009

Kembali Menyatu di Jaman Batu

Iman D. Nugroho, Situbondo

Sekilas, kawasan perkebunan Kabupaten Bondowoso dan Situbondo, Jawa Timur memang tidak istimewa. Seperti perkebunan pada umumnya, kawasan di lereng pegunungan itu banyak ditanami jagung, padi, kopi dan coklat. Namun, keberadaan batu-batu besar yang tersebar di banyak tempat di wilayah ini membuatnya unik. “Batu-batu itu bukan batu biasa, itu batu-batu peninggalan jaman megalitik yang masih bisa dilihat hingga saat ini,” kata Majelis, petugas Dinas Purbakala Trowulan di Desa Glingseran, Kecamatan Wringin, Bondowoso, Minggu (22/02/09) ini.


Kabupaten Bondowoso yang selama ini terkenal dengan sebutan Kota Tape, memliki potensi tersembunyi sebagai daerah megalitik. Berdasarkan catatan Dinas Purbakala Trowulan, ada 1000-an lebih batuan jaman megalitik yang ditermukan di kabupaten yang terletak 192 Km dari Surabaya ini. Di Kecamatan Grujugan misalnya. Di wilayah ini ditemukan lebih dari 400 buah batuan berbagai bentuk. Sementara di Kecamatan Maesan dan Kecamatan Pujer, masing-masing ditemukan 140 batuan. Juga Kecamatan Wringin, Kecamatan Tlogosari dan Kecamatan Wonosari yang hingga kini menyimpan 60 lebih batuan megalitik. Situs batu terbesar ada di Kecamatan Wringin, berupa dua batu menhir setinggi 6 meter. Diperkirakan, jumlah riilnya jauh lebih banyak, lantaran tidak semua batuan yang ditemukan dilaporkan ke Dinas Purbakala.

Jaman megalitik adalah jaman yang hadir sekitar 2000 tahun sebelum Masehi. Sejarawan membagi jaman itu sebagai megalitik tua dan megalitik muda. Orang-orang yang hidup di jaman megalitik tua, lebih memfokuskan diri pada kebiasaan bercocok tanam dan berburu. Orang purba baru saja belajar untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup sendiri, setelah jumlah binatang yang diburu berangsur-ansur berkurang. Dan jaman megalitik muda, ditandai dengan hadirnya kebudayaan pahat batu dan logam. Dihin Ikhtiardi, sarjana sejarah yang juga guru di Sekolah Menengah Atas (SMA) menilai, dari situs-situs yang ada di Bondowoso dan Situbondo menunjukkan ciri-ciri jaman megalitik muda.

Secara geografis, kata Dihin, Bondowoso memang pas untuk dijadikan tempat pemukiman penduduk di jaman megalitik. Apalagi, secara geografis kabupaten ini diapit oleh berbagai penugungan. Mulai Gunung Ijen, Gunung Argopuro, Gunung Raung, Gunung Krincing, Gunung Keong, Gunung Saeng, Gunung Gugur, Gunung Rampe, Gunung Suket, Gunung Kalisat, Gunung Lebang dan Gunung Malung. “Kondisi geografis yang subur, dengan berbagai fasilitas mendukung pas digunakan sebagai habitat hidup,” kata Dihin pada The Post.

Analisa itu dikuatkan dengan berbagai hal yang ditemukan di Bondowoso dan sebagian Situbondo yang lengkap fungsinya. Mulai batu kenong, kubur batu, dolmen, menhir dan sarkofagus (peti mati batu). Batu kenong adalah salah satu batu yang digunakan untuk alas tonggak bangunan rumah, sementara dolmen dan menhir berfungsi sebagai tempat pemujaan. Sarkofagus dan kubur batu merupakan penanda dari tempat pemakaman. “Semua itu adalah penanda bahwa di sini (Bondowoso dan Situbondo) adalah wilayah tempat orang-orang jaman megalitik berada,” katanya.

Sayangnya, meskipun situs batuan dari jaman megalitik itu sangat berharga, namun berbagai kendala membuat situs-situs itu dalam kondisi mengenaskan. Dalam pengamatan The Post di Kecamatan Wringin, Bondowoso misalnya. Dari 60-an situs batu megalitik yang terletak 15 Km dari Kota Bondowoso itu, hanya 20 situs batu saja yang dirawat dengan baik. Itupun dalam kondisi minimalis. Situs batu kendang, Sarkofagus dan dolmen yang sempat dikunjungi oleh The Post, dipenuhi dengan lumut. Lokasinya yang berada di tengah perkebunan membuat situs batu itu dipenuhi oleh dedaunan berserakan di sekitarnya.

Begitu juga dengan situs batu yang terletak di Kecamatan Grujugan, 5 Km dari Bondowoso. Meski pun secara fisik dalam kondisi yang lebih baik dari situs baru di Kecamatan Wringin, namun tetap saja tidak terawat. Tiga sarkofagus yang terletak di tengah persawahan kawasan itu, terpecah menjadi beberapa bagian. Sebuah Kubur Batu yang ada di samping rumah penduduk pun tidak lepas dari serangan lumut dan umur yang membuatnya hancur. Begitu juga dengan kumpulan situs batu yang ada di dalam lokai pabrik kayu. Bagaikan barang tidak berguna, kumpulan situs batu bersejarah itu dibiarkan tergeletak di bagian samping belakang pabrik.

Majelis, petugas Dinas Purbakala Trowulan di Desa Glingseran, Kecamatan Wringin mengungkapkan kondisi situs batu di Bondowoso dan Situbondo tidak terlepas dari pendanaan yang diberikan pemerintah. Laki-laki yang sudah bertugas sejak 1978 ini mengatakan, selama ini, pemerintah hanya memberikan dana untuk membayar pajak tanah tempat batu-batu itu berada. Di Kecamatan Wringin misalnya, dari 60 situs batu yang ada, pajak tanah yang diberikan hanya cukup untuk 20 situs batu, dengan jumlah Rp.7 ribu/situs batu. “Pendanaan itu pun sempat berhenti saat Indonesia diterpa oleh krisis moneter jaman Presiden Megawati Soekarno Putri. Selama ini, kami (petugas dinas purbakala di daerah), patungan dana pribadi untuk membayarnya,” kata Majelis.

Kondisi itu diperparah dengan hadirnya aktivitas pencurian situs batu. Biasanya, situs-situs batu berbentuk patung yang dijadikan incaran pencuri. “Aksi pencurian pernah marak pada tahun 1980-an. Saat itu petugas sampai harus berjaga-jaga hingga malam hari untuk menghindari aksi pencurian itu,” kata Majelis. Di tahun-tahun itu, juga sempat beredah isu adanya situs batu yang mengandung emas. Karenanya, masyarakat setempat pun memecahi situs batu untuk ditambang emasanya. Bisa dibayangkan, berapa banyak situs batu yang rusak karena aktivitas itu.

Satu hal yang tidak kalah pentingnya adalah jumlah petugas Dinas Purbakala yang ada di Bondowoso dan Situbondo. Di Bondowoso, hanya ada 35 petugas yang harus menjaga 1000 lebih situs batu yang tersebar di hampir seluruh Kabupaten Bondowoso. Sementara di Situbondo, hanya ada 8 petugas dinas purbakala yang menjaga 50-an situs batu. “Pernah dalam suatu malam, empat petugas harus melawan 14 pencuri, untung kami semua selamat,” kata Majelis.

Budayawan Ayu Sutarto melihat apa yang terjadi pada situs batu Bondowoso dan Situbondo tidak bisa dilepaskan dari persoalan klasik berupa tidak adanya dana. Namun, persoalan mind set tentang tidak pedulinya pemerintah pada peninggalan bersejarah, juga menjadi hambatan. “Pemerintah kabupaten setempat tidak bisa berbuat banyak untuk menyelamatkan situs batu itu karena tidak ada dana, apalagi mereka tidak ada awarenes dan memandang situs batu itu menjadi sesuatu yang penting,” kata Ayu pada The Post melalui telepon, Senin (23/02/09)

Dalam kondisi itu, kata Ayu, hal yang paling bisa dilakukan hanyalah menjadikan Bondowoso sebagai field museum atau museum terbuka. Hanya saja, field museum pun memerlukan adanya campur tangan pemerintah dan dana yang tidak sedikit. Pemerintah harus berani membeli lahan di sekitar situs batu itu, dan membangun infrastruktur di sekitarnya. Hal serupa sudah dilakukan di Mojokerto dengan situs jaman kerajaan Majapahit di daerah Trowulan, Mojokerto. Tidak berhenti di situ saja, pemerintah pun bisa memaksimalkan kegunaan museum lapangan itu dengan memperkenalkan sistem belajar di ruang kelas kepada murid-murid sekolah di Bondowoso dan Situbondo. “Tinggal bagaimana pemerintah memaksimalkan potensi yang ada,” katanya.

20 Februari 2009

Rame-rame di Cergamboree CCCL

Press Release

Cerita bergambar (cergam) atau komik sebagai seni ke – 9 tak henti berdenyut aktivitasnya di Prancis. Selain berbagai studio besar, studio-studio komik independen menjamur dan terdapat festival berskala internasional diselenggarakan setiap tahunnya, yaitu Festival Komik Internasional Angoulême.


Di Indonesia, komik-komik lokal harus bersaing dengan komik dari luar negeri. Namun demikian, di beberapa kota, komik independen lokal banyak bermunculan dan didukung oleh para penggemar komik, sehingga memiliki jaringan komunitas komik. Kota Surabaya juga memiliki beberapa seniman dan studio komik independen. Mereka berupaya agar komik buatan lokal lebih dikenal oleh masyarakat luas dengan menyelenggarakan berbagai acara komik di Surabaya.

Setelah melewati sukses pertamanya dalam forum komik ‘Comic Show Off!’ tahun 2008 di Surabaya -yang penyelenggarakannya acaranya merupakan kerjasama antara Pusat Kebudayaan Prancis (CCCL) dan studio Wind Rider dengan dukungan berbagai pihak-, studio-studio independen dari Surabaya bersatu membentuk Comic Aritist Society of Surabaya (CASS) dan membuka sebuah tempat untuk berkumpul sejak bulan Oktober 2008, sebuah perpustakaan-sinematek C2O.

Tahun ini CCCL Surabaya bekerjasama dengan CASS dan Perpustakaan C2O, ingin mengulang kesuksesan forum komik tahun lalu, dengan menyelenggarakan acara yang diberi nama festival ‘Cergamboree’. Acara ini akan digelar pada 27 Februari – 8 Maret 2009, secara bersamaan di CCCL dan Perpustakaan C2O. Pada acara kali ini kami mengundang para seniman komik dan studio dari berbagai kota: Outline Reborn, Wind Rider, Komikpalsu, Bunuh Diri, Neo Paradigm (Surabaya), Beng Rahadian (Jakarta), Djoko Hartanto (Alia - Jakarta), Tita Larasati (Bandung), Azizah Noor (Bandung), Alfi Zackhyelle (Jogja), Bajingan Comic (Malang), Nasi Putih (Jember).

Untuk lebih memeriahkan acara dan membuka kesempatan untuk bertukar wawasan dan pengalaman, pada festival tahun ini CCCL Surabaya dan studio komik asal Prancis, La Boîte à Bulles, mengundang seniman komik Sylvain-Moizie, Pemenang 1 “Jeune Talents” pada Festival Komik Internasional Angoulême tahun 2000. Sylvain-Moizie akan memperkenalkan koleksi terbarunya, memberi workshop, serta memulai catatan perjalanannya tentang Indonesia yang nantinya akan diterbitkan. Beragam komik dari La Boîte à Bulles juga dipamerkan di acara ini. Pendaftaran untuk workshop komik, silakan hubungi : Kathleen, telp. 085 85 472 5932. Workshop bersama Sylvain-Moizie, peserta maksimal 20 orang. Pendaftaran ditutup tgl. 23 Februari 2009.

‘Cergamboree’ tahun ini menawarkan program yang lebih kaya dibanding forum komik pada pertama kali kami selenggarakan pada 2008 lalu. Tahun ini kami menjadwalkan program acara yang berkaitan dengan seni komik seperti pameran, meet & greet, workshop, peluncuran buku, talkshow, pemutaran film dan jam strip. Selain itu, kami juga menampilkan seni urban mural. Beberapa seniman muda yang diundang untuk berpartisipasi dalam melukis mural yaitu : Grafis Darurart (Solo), Karya Anak Bangsa, Syndicate, Virgin is Suck, Wipe (Surabaya). Acara melukis mural yang sekaligus menjadi penutup “Cergamboree” akan dimulai hari Jumat 6 Maret dan berakhir pada Minggu, 8 Maret 2009, bertempat di Perpustakaan C2O.

‘Cergamboree’ menjadi sarana dialog bagi pegiat, penggemar, seniman atau siapa saja yang tertarik pada komik dan seni urban. Acara ini ingin menunjukkan bahwa komik lokal dapat memperoleh tempat untuk ‘berbicara’. Salah satu tujuannya adalah untuk memberi semangat dan dukungan, agar selain komik buatan luar, komik buatan lokal atau independan yang memiliki identitas masing-masing dan tak kalah dengan komik dari luar negeri, juga makin dikenal dan diterima oleh masyarakat negeri sendiri.

19 Februari 2009

Bu Hillary, Sampaikan Ini ke Pak Obama, please,..

Iman D. Nugroho, Surabaya


Hai Bu Hillary,..
Beberapa hari di Indonesia, bagaimana rasanya? Jelas sudah bukan hal baru. Kalau tidak salah, Bu Hillary pernah mengunjungi negara Asia. Kurang lebih, atmosfir di Indonesia tidak berbeda. Yang membedakan mungkin adalah senyum yang selalu terkembang. Senyum rakyat Indonesia adalah senyum yang berbeda. Senyum yang di baliknya ada tangis dan air mata. Tangis dan air mata yang terlalu sering hadir, akhirnya menjadi kebiasaan. Atau bahkan lupa, pernah melakukannya,..


Tapi semuanya tidak penting dibanding beberapa hal yang bakal menjadi catatan ini. Catatan pertama adalah persoalan ekonomi. Bu Hillary, perekonomian Indonesia sangat dahyat. Gambarannya seperti donut di Dunkin Donuts yang jarang sekali berubah bentuk. Bulat, tengah-tengahnya berlubang. Permukaannya berisi gula halus, coklat atau berbagai hal lezat lain. Begitulah, perekonomian permukaan memang manis. Jumlah plaza, supermarket dll semakin banyak. Juga bangunan tinggi, dengan berbagai ornamennya. Tapi di balik itu, tepat di tengah-tengah masyarakat---tak ubahnya seperti donut---kosong. Empty! Masyarakat miskin tetap ada.

Tak mampu menikmati manisnya. Tapi, justru di bangian tengah itulah the real Indonesia. Apa yang menyebabkan semuanya. Sistem kapitalisme yang ditawarkan dan (sorry to say) dipaksakan negara maju kepada negara berkembang yang menjadi salah satu stimulus semuanya. Pemerintah Indonesia seperti mendapatkan pelecut yang begitu keras. Ingin mengejar "syarat-syarat" yang diajukan negara maju, namun tidak mempertimbangkan objective fact di lapangan. Hasilnya, kemiskinan! Yup,..poverty, mam. Kemiskinan yang akut. Kanker kemiskinan ini suatu saat akan meledak menjadi revolusi sosial. Apakah itu yang diinginkan AS pada Indonesia. Revolusi sosial? Tentu saja tidak. But,...mungkin AS punya data-data yang lebih valid soal itu. Ada yang bilang, jaringan AS di Indonesia masih sangat kuat. Di setiap strata, AS pasti punya channel. Coba saja tanya channel-channel sampeyan. Dasti data yang ditunjukkan kurang lebih sama.

Dalam dunia politik. Ini yang paling penting. Coba tanya paman Google, dan search soal Indonesian politics issues. Pasti yang keluarga berbagai hal yang sangat menarik. Mulai sengketa pemilihan kepala daerah, kualitas calon legislatif yang minim dan euforia papan nama calon legislatif itu. Tentu saja, untuk kelompok politik yang kaya raya, mereka punya kuasa memasang iklan di televisi, radio dan media-media lain. Well,..itu memang sangat demokratis. Hanya saja, demokrasi ala Indonesia belum mampu bersaing di wilayah kualitas. Maksudnya, jangan pernah bicara soal kualitas demokrasi Indonesia. Bertanyalah soal kuantitas pelaksanaan demokrasi. Bu Hillary akan mendapatkan gambaran yang TOP BGT. Ini bahasa pro-kem Indonesia. Atau,..top banget or wow its great!

Tapi, seperti hal donut, yang justru terpengaruh itu hanya di bagian permukaan saja. Masyarakat Indonesia itu dont give a s**t about that! Masyarakat seperti lagu Indonesia lagi ngetop, judulnya Kepompong (i'm sure you will love this song), sudah berubah dari ulat menjadi kupu-kupu. Bukan kupu-kupu yang indah dengan warna-warninya, namun kupu-kupu hitam yang kuat dan kokoh. Tidak cengeng, namun tetap kecil dan tidak berdaya. Kondisi sosial indonesia adalah "hitam", tidak cengeng namun tidak berdaya. Mengapa? Karena hanya sedikit intelektual dan "orang pintar" Indonesia yang berpikir soal rakyat. Dalam hal ini the real condition of the people. Kebanyakan hanya berpikir soal dirinya sendiri, kelompoknya atau,...ah, tanya aja channel AS di Indonesia.

Dan kondisi sosial itu pun menggeser budaya masyarakat Indonesia yang "ketimuran" menjadi,...mmm,..budaya munafik. Tidak menampakkan hal yang sebenarnya. Memang ini tidak berlaku untuk semua orang, namun itu yang saat ini kental terasa. Yang miskin sok kaya. Yang kaya sok miskin. Yang pintar sok bodoh. Dan yang bodoh sok pintar. Memang seperti itu adanya. If you ask me why? Well, i dont know! Mungkin itu yang disebut dalam budaya jawa: Jaman Edan! Semua terjadi karena sebagai hal bodoh yang menghimpit Indonesia. Hey,...apa yang terjadi di dunia global dengan pernah-pernik negatif-nya ikut ambil bagian membentuk budaya Indonesia menjadi seperti ini.

Seperti numeric yang nggak akan pernah berhenti, persoalan di Indonesia juga masih banyak. Tapi sudahlah, mumpung sampeyan ada di sini, tolong sampaikan dulu hal itu ke Mr. President Barrack Obama. Bilang sama dia, tidak usah lagi bernostagia dengan Jakarta dan Indonesia. Nggak penting! Ada persoalan riil yang harus diadapi...

Sertifikasi Ramah Lingkungan Direlease di Surabaya

Yudi Tirzano, Surabaya

USAID, SENADA dan AJI Surabaya menggelar press release sertifikasi ramah lingkungan bagi perusahaan mebel di The D Club/Nine Restaurant Surabaya, Kamis (19/02/09) ini. Sertifikasi ini adalah salah satu langkah untuk mengurangi kejahatan ilegal logging.

18 Februari 2009

Buku Ponari, Menambah Sugesti "Pasien" Ponari

photo by Dwi Narwoko, Jombang

Buku berjudul Ponari Si Dukun Cilik, yang beredar di arel tempat praktik Ponari di Jombang, menarik perhatian pasien. Buku ini juga menambah sugesti "pasien" Ponari yang hingga saat ini tetap buka praktek. MUI menyatakan praktek Ponari layak untuk ditutup.