Iddaily Mobile | Dari Anda Untuk Publik
Youtube Pilihan Iddaily: Pramoedya Ananta Toer
       

14 Januari 2009

Mahasiswa Menolak Badan Hukum Pendidikan

Photo by Iman D. Nugroho

Masyarakat Surabaya yang tergabung dalam Persatuan Organisasi Rakyat Tolak Badan Hukum Perguruan Tinggi (Portal BHP) menggelar demonstrasi menolak pelaksanaan Undang-undang BHP, Rabu (14/1) ini. Mereka menilai BHP tidak memberi kesempatan yang sama pada rakyat Indonesia dalam bidang pendidikan.




Jangan Pilih Caleg Korup!

Photo by Iman D. Nugroho

Komunitas Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas se-Surabaya, menggelar demonstrasi anti politisi korup di Surabaya, Rabu (14/1) ini. Mereka menghimbau masyarakat untuk tidak memilih politisi busuk yang mendaftar sebagai calon legislatif dalam pemilu 2009.


13 Januari 2009

Petik Laut, Pesta Laut

photo by Iman D. Nugroho

PESTA LAUT. Petik laut benar-benar menjadi pesta laut bagi para nelayan di Muncar, Jawa Timur. Senin (12/1/09) ini, ratusan kapal berhias bendera, berparade di pantai Muncar. Mereka berlayar ke tengah laut untuk membuang sesaji.




12 Januari 2009

Kebo-keboan Banyuwangi

photo by Iman D. nugroho

Masyarakat Desa Alas Malang, Banyuwangi, Jawa Timur menggelar acara adat bersih desa Kebo-Keboaan, Minggu (11/1) ini. Dalam acara itu, digelar kirab budaya di sepanjang jalan desa dan di persawahan kawasan desa, dengan simbolisasi kebo (kerbau) yang diperagakan oleh warga desa.


Kerbau atau Kebo (Jawa-red) bisa menjadi simbol kesetiaan. Dalam upacara adat Kebo-keboan di Desa Alasmalang, Kecamatan Sigojuruh, Kabupaten Banyuwangi, kesetiaan ala kerbau yang tanpa lelah melayani manusia dalam mengolah bumi itu, tergambarkan dengan dandanan dan tingkah laku bak kerbau yang dilakukan oleh warga desa.

Secara garis besar, upacara adat Kebo-keboan adalah bentuk rasa syukur warga desa Alasmalang kepada bumi. Selama ini, bumi dinilai telah memberikan banyak hal bagi kehidupan warga desa itu. Mulai tanah yang subur dan mudah ditanami, cuaca yang mendukung, hingga dataran yang indah. Belum lagi harmoni kehidupan semua makhluk hidup di kawasan itu yang tertata harmonis.

Warga Desa Alasmalang percaya, Kebo-keboan pertama kali digelar sekitar 300 tahun yang lalu oleh sesepuh desa bernama Buyut Karti. Saat itu, harmoni kehidupan Desa Alasmalang tiba-tiba dirusak oleh datangnya pagebluk atau wabah mematikan. Dikisahkan, dalam waktu beberapa jam saja, banyak warga desa yang meninggal secara tiba-tiba.

Buyut Karti yang dianggap sakti, memperoleh wangsit untuk melakukan ritual Kebo-keboan yang harus digelar pada tanggal 10 Muharram (bulan Islam) atau 10 Suro (bulan Jawa). Ritual itu diawali dengan selamatan di empat penjuru desa, penanaman gapura palawija di jalan masuk desa dan sesembahan 12 tumpeng. Ritual ditutup dengan ider desa (memutari desa) oleh kebo-keboan. Usai melakukan ritual itu, tiba-tiba pagebluk hilang.

"Sejak saat itu, warga Alas Malang melakukannya secara rutin," kata Indra Gunawan, keturunan Buyut Karti. Sosok "kerbau" dalam Kebo-keboan menjadi inti dari upacara ini. Entah mengapa, jumlah "kerbau" haruslah 18 ekor dan diperankan oleh penduduk asli Desa Alasmalang. Ke-18 orang itu dimakeup layaknya kerbau. Sekujur tubuh mereka dilumuri arang plus rambut palsu warna hitam beserta tanduk. Tidak lupa lonceng kayu berwarna hitam tergantung di leher layaknya kerbau.

Seluruh "kerbau" dimandikan di sumber air tak jauh dari desa setempat. Biasanya, usai dimandikan ke-18 "kerbau" itu akan tidak sadarkan diri karena kemasukan makhluk gaib penunggu desa. Polah tingkah mereka pun berubah layaknya kerbau. Menyeruduk siapa saja yang ada di depannya. Penonton pun berlarian menghindari serudukan "kerbau". Penonton yang tertangkap harus rela dilumuri arang hitam yang ada di sekujur tubuh "kerbau".

Puncak acara Kebo-keboan adalah prosesi membajak sawah dan menanam bibit padi. Peran kerbau dalam membajak sawah digantikan oleh "kerbau" Kebo-keboan. Saat itu, penonton yang ada di pematang sawah berebut mengambil bibit padi yang baru saja ditanam. Mereka percaya, bibit padi itu bisa digunakan sebagai jimat menolak bahaya dan jimat keberuntungan. Uniknya, saat penonton mengambil bibit padi itu, para "kerbau" mengamuk dan terus menyeruduk.

Kemeriahan pun tak terelakkan dalam proses itu. Penonton yang tertangkap harus rela bermandi lumpur sawah, karena bergulat dengan "kerbau". Awas,.."kerbau" menyeruduk!


09 Januari 2009

"Sinagog ini tidak ada hubungannya dengan Israel"

Iman D. Nugroho, Surabaya, Jawa Timur

Kejadian Kamis (8/1/09) pagi lalu itu belum terhapus dari ingatan Sunarmi. Ketika itu, perempuan 43 tahun ini menyaksikan puluhan orang dengan membawa bendera organisasi Islam plus spanduk berisi caci maki kepada Israel berkibar di depan rumahnya. Diiringi orasi menolak serangan Israel ke Palestina dari speaker besar, beberapa orang memanjat pagar rumahnya, yang juga satu kompleks dengan Sinagog, tempat ibadah Agama Yahudi di Surabaya.


"Saya kebingungan, mengapa mereka berdemonstrasi di Sinagog, padahal Sinagog ini tidak ada hubungannya dengan Israel," kata Sunarmi pada The Jakarta Post. Tidak hanya Sunarmi, Fitri Ramalila, anak terakhirnya masih berumur 6 tahun pun juga merasakan hal yang sama. Fitri yang baru pulang dari sekolah taman kanak-kanak pun tidak bisa masuk ke rumah. Puluhan orang itu mengepung Sinagog (dan rumahnya). Fitri dan ibunya diminta menunggu di depan gedung Bank Central Asia (BCA) yang terletak di samping kiri rumahnya. "Fitri juga ketakutan, sampai sekarang dia masih mengingatnya," jelas Sunarmi, Jumat sore ini.

Sinagog di Jl. Kayun Surabaya itu adalah tempat peribadahan agama Yahudi satu-satunya di Indonesia. Tidak banyak orang yang mengetahui bangunan berarsitek Eropa ini sebagai tempat ibadah agama Yahudi. Dari luar, hanya tampak seperti rumah biasa. Yang membedakan hanya logo Bintang Daud dan tulisan Ibrani di pintu masuk depan. Pintu gerbangnya pun selalu tergembok rapat.

Sehari-hari, warga Belanda beragama Yahudi, Rifka Shayes, menjaga tempat peribadahan seluas kurang lebih 900m2 itu. Namun, karena penyakit diabetes basah yang dideritanya, Rifka lebih sering tinggal di rumah Hana Margaret, anaknya di kawasan Surabaya Selatan. Satu kompleks dengan Sinagog itu, tinggal Sunarmi bersama Sugeng, suaminya, dan tiga anaknya. Sunarmi adalah anak dari mendiang Yosef Aron dan Karti.

Yosef Aron adalah warga negara Myanmar beragama Yahudi, yang menikah dengan Karti, perempuan asal Kertosono, Jawa Timur. "Opa (panggilan Yosef Aron) memang beragama Yahudi, tapi almarhumah ibu saya (Karti) dan keluarga saya, tetap beragama Islam," kata Sunarmi. Setelah menikah pada tahun 1978, Yosef Aron dan Karti mengajak Sunarmi tinggal di samping Sinagog. Hingga akhirnya Yosef Aron dan Karti meninggal dunia, ganti Sunarmi meneruskan tinggal di Sinagog, sekaligus menjadi petugas kebersihan.

Sunarmi menjelaskan, meskipun berlabel tempat Ibadah Yahudi, namun aktivitas di Sinagog, tergolong sepi. Sehari-hari hanya Rifka Shayes yang beribadah di Sinagog ini. Salah satu sebabnya, jumlah penganut agama Yahudi di Surabaya, lebih tepatnya di Indonesia, tidak lebih dari 10 orang. Dalam keluarga Rifka Shayes saja, hanya ada tiga orang yang beragama Yahudi. Sayes (suami Rifka), Rifka dan Hana Margaret, anak perempuannya. Suami Hana, Yusran Samba, justru beragama Islam.

Hanya sesekali, ada turis dari manca negara yang datang ke Sinagog ini untuk melihat-lihat. "Dan ada pula yang menggunakan Sinagog ini untuk upacara kematian, memang orang Yahudi di Indonesia sudah tua-tua," kenang Sunarmi. Termasuk Yosef Aron, ayah Sunarmi yang sebelum dikuburkan, disembayangi dulu di Sinagog. Karena itulah, tidak habis pikir bila tiba-tiba ada demonstrasi menentang serangan Israel yang datang ke Sinagog ini. "Sinagog ini tidak ada hubungannya dengan Israel," katanya.