Iddaily Mobile | Dari Anda Untuk Publik
Youtube Pilihan Iddaily: Pramoedya Ananta Toer
       

06 Januari 2009

ExxonMobil Mulai Eksploitasi Awal Sumur Minyak Bojonegoro

Iman D. Nugroho, Bojonegoro

ExxonMobil Oil melalui Mobil Cepu Ltd mulai melakukan eksploitasi awal sumur Banyu Urip di Bojonegoro, Jawa Timur. Hingga akhir semester kedua tahun 2009 ini, ExxonMobil memperkirakan target produksi minyak 20.000 barel/hari akan terpenuhi. Hal itu dikatakan Ecting External Affairs Manager Mobil Cepu Ltd, Rexy Mawardijaya pada The Jakarta Post di Bojonegoro, Senin(5/1) ini. "Saat ini, proses produksi yang dilakukan sedang menuju angka 20 ribu barel/hari, pada akhir semester kedua pada 2009 ini," kata Rexy.


First oil pertama yang dilakukan pada sumur Banyu Urip dilakukan pada 10 Desember 2008 lalu. Saat itu dilakukan well testing untuk mengukur kapasitas produksi sumur yang berjarak sekitar 20 Km dari pusat Kota Bojonegoro itu. Menurut Rexy, evaluasi yang dilakukan menunjukan jumlah masih rendah. "Meski begitu, hasil sementara dari minyak mentah yang diambil dari sumur itu menunjukkan besarnya H2S, dan itu berarti kualitas minyaknya baik," jelas Rexy.

Minyak mentah itu kemudian dibawa dengan menggunakan truk tanki ke kawasan refinari milik Petrochina di daerah Mudi, Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Pada awal pengiriman itu, setiap hari dikirim 15 ribu liter dengan tiga truk tanki. Persoalan keselamatan menjadi hal terpenting dalam pengiriman menggunakan truk ini. Jarak yang secara normal normal bisa ditempuh dalam waktu satu jam itu, harus ditempuh dalam waktu 2 jam oleh truk tanki. "Ini soal keselamatan," jelas Rexy. Proses selanjutnya menjadi tanggungjawab Pertamina Persero. "Apakah mau dikelola di sana, atau bagaimana, itu bukan urusan MCL," kata Rexy.

Sejauh ini, ExxonMobil memiliki dua sumur yang siap di eksploitasi. Yakni sumur Jambaran dan Banyu Urip. Namun sejauh ini hanya sumur Banyu Urip yang sudah berproduksi. Sementara aktivitas di sumur Jambaran terhenti sementara, menunggu hasil Banyu Urip. "Di Banyu Urip juga ada pemasangan pipa-pipa untuk berproses dengan untuk target 20 ribu barrel/hari," kata Rexy.

Dalam pengamatan The Jakarta Post di lokasi Sumur Banyu Urip menunjukkan, lokasi di tengah sawah itu kini sudah mulai ramai. Daerah steril dekat sumur sudah dipenuhi oleh kontainer-kontainer berisi peralatan pengeboran. Aktivitas pekerja Mobil Cepu Ltd terkonsentrasi di rig sumur yang terletak di sisi kanan lokasi steril sumur Banyu Urip. Di bagian depan, dibangun instalasi pipa penyaluran yang rencananya akan digunakan untuk mengalirkan minyak mentah ke refinari milik Petrochina di daerah Mudi, Kabupaten Tuban. "Nanti tidak akan lagi menggunakan truk, melainkan langsung menggunakan pipa ke refinari," jelas Rexy.

Sayangnya, jalan akses masuk sumur Banyu Urip belum berubah. Tidak tampak adanya pengaspalan jalan mulai pertigaan Banyu Urip dan Jalan Raya Bojonegoro-Cepu. Pembangunan jalan hanya terjadi di jalanan akses masuk sumur Jambaran sejauh 4,2 Km. "Kalau ini selesai, baru akan ada pengaspalan jalan ke Sumur Banyu Urip,"jelas Rexy.


04 Januari 2009

Rp.2,7 Juta, Upah Layak Jurnalis Surabaya

Iman D. Nugroho, Surabaya

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya merilis upah layak jurnalis di Surabaya sebesar Rp.2,7 juta/bulan. Nilai ini diambil berdasarkan survey kepada jurnalis di Surabaya atas kebutuhan sehari-hari yang dikonsumsinya. "Kami berharap pemilik media memenuhi upah layak jurnalis karena hal ini adalah upaya untuk membangun budaya jurnalistik yang profesional," kata Donny Maulana, Ketua AJI Surabaya, Minggu (4/1) ini di Surabaya.


Survey AJI Surabaya dilakukan secara acak kepada 30 jurnalis yang terpublish dan berkantor pusat di Surabaya. Para wartawan itu diminta mengisi 24 form kebutuhan mulai makanan-minuman, perumahan-fasilitas, transportasi, komunikasi, kesehatan dan kebersihan, rekreasi hingga tabungan. Dari data-data yang terkumpul kemudian dianalisa dengan mengambil nilai tengah atau harga yang paling sering muncul dari responden. Dari hasil survey itu diketahui, sebagian besar jurnalis di Surabaya rata-rata membeli makanan tidak lebih dari Rp.10 ribu/sekali makan, tanpa memperhatian standarisasi kesehatan makanan yang disantapnya.

Jurnalis di Surabaya juga tidak menjadikan rekreasi, membeli buku atau bacaan lain, bahkan menabung sebagai salah satu kebutuhan pokok setiap bulannya. "Berdasarkan survey terhadap jurnalis sebagai responden dan survey harga barang di pasar, maka Upah Layak Jurnalis Surabaya sebesar Rp 2,7 juta," kata Adreas Wicaksono, Koordinator Upah Layak AJI Surabaya.

AJI Surabaya menilai, selama ini belum adanya standarisasi pengupahan jurnalis. Penentuan gaji wartawan hanya berdasar nilai rata-rata upah jurnalis yang berlaku di pasaran. Rata-rata masih jauh dari kelayakan. Bahkan, masih ada jurnalis yang tidak digaji sama sekali oleh media tempatnya bekerja. Meski demikian, AJI Surabaya juga melihat ada manajemen media yang menjadikan jenjang pendidikan jurnalis sebagai patokan. Tidak layaknya upah jurnalis ini selalu menjadi alasan untuk melanggengkan praktek terima suap "amplop", meskipun dalam kode etik jurnalistik jelas-jelas melarang praktek tersebut.

Data-data yang didapat AJI Surabaya mendapatkan nilai rentang upah pokok yang diterima jurnalis berdasarkan jenis media. Ironisnya, rentang upah ini menunjukkan adanya jurnalis yang digaji lebih rendah dari upah minimum kota/kabupaten 2009 sebesar Rp. 910 ribu. "Rentang gaji jurnalis di Surabaya mulai Rp. 300.000,-1.650.000,- nilai itu jelas jauh dari nilai standart menengah kebutuhan harian jurnalis di Surabaya," jelas Andreas yang juga jurnalis salah satu stasiun televisi di Surabaya ini.

Selain menjelaskan soal upah layak, AJI Surabaya juga menjabarkan hasil kerja sepanjang tahun 2008. Diantaranya advokasi terhadap berbagai kasus yang menimpa jurnalis di wilayah kerja AJI Surabaya. Seperti kasus Kasus pemukulan wartawan di Bojonegoro dan kasus intimidasi jurnalis Radar Mojokerto, Jalaluddin Hambali. "AJI Surabaya juga sempat bereaksi atas pernyataan Kapolda Jawa Timur Herman S. Sumawiredja yang menyalahkan jurnalis dalam kasus tragedi pembagian zakat di Pasuruan," kata Donny, Ketua AJI Surabaya.

Dalam kasus perburuhan, AJI Surabaya juga terlibat dalam kasus perburuhan antara Hendro Dwijo Laksono sebagai Chief Editor Majalah Mossaik dengan manajemen Suara Surabaya Media. Hendro yang semula terancam diberhentikan dengan alasan bekerja di dua tempat secara bersamaan, akhirnya berubah dengan alasan Pensiun Dini. Juga, himbauan kepada pengelola media massa, baik cetak dan elektronik untuk membayarkan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada jurnalis.

31 Desember 2008

Aksi Berbahaya Menjelang Tahun Baru

Iman D. Nugroho, Surabaya

BERBAHAYA. Masyarakat Surabaya memeriahkan datangnya tahun baru 2009 dengan berpesta di jalanan. Seperti yang tampak di jalan protokol Jl.Gubernur Suryo Surabaya, seorang pengendara sepeda motor beraksi di tengah-tengah kerumunan massa sepeda motor yang menyemut, Rabu(31/12) malam.





Regenerasi Penari Agar Seni Reyog Tak Pernah Basi

Iman D. Nugroho, Ponorogo, Jawa Timur

Alunan suara gamelan khas Ponorogo bertalu-talu, saat Holsea Peter Agung Saputra atau Peter bersama dua temannya beraksi dia atas panggung penutupan Festival Reyog Ponorogo, akhir Desember 2008 lalu. Dengan rancak, Peter yang kini berusia 12 tahun itu menari khas Bujang Ganong, salah satu tokoh dalam tarian Reyog Ponorogo. Tidak hanya menari, Peter dan dua temannya juga jumpalitan bersalto bak atlet senam. Decak kagum dan tawa renyah ribuan penonton yang hadir terdengar.


Peter adalah salah satu seniman muda dalam dunia Reyog Ponorogo. Anak pasangan Andik Riyanto dan Lidya Trimurti itu sudah menggeluti dunia reyog sejak masih bersekolah di taman kanak-kanak. "Sejak awal saya melihat ada bakat menari di dalam anak saya, waktu saya perkenalkan dengan reyog, ternyata dia suka sekali," kenang Andik pada The Jakarta Post. Sejak itulah, Peter seakan tidak pernah berhenti menari.

Sepulang sekolah, Peter mendapatkan latihan privat dari sang ayah. Mulai mengenal jenis-jenis gerakan tari, hingga belajar bersalto. Namanya anak kecil, hal itu dipandang sebagai permainan belaka. "Peter suka sekali menari, sampai prestasi pertamanya diraih saat kelas 4 SD (Sekolah Dasar)," kenang Andik. Saat itu, Peter menyabet juara satu Lomba Tari Bujang Ganong untuk siswa SD se-Ponorogo. Andik pun mengarahkan Peter menjadi seniman profesional dengan memasukkan Peter ke sanggar reyog Singo Aglar Nuswantoro pimpinan Seniman Reyog, Shodik Pristiwanto.

Kehadiran Peter dalam dunia reyog di Ponorogo adalah salah satu gambaran upaya regenerasi seniman reyog di kota itu. Hal itu penting, seperti banyak seni tradisional lain, reyog pun memiliki ancaman tergerus gempuran budaya modern. Hal itu juga yang dirasakan Pemerintah Kabupaten Ponorogo hingga perlu menstimulus munculnya seniman reyog dengan menggelar Reyog Ponorogo untuk anak-anak atau dikenal dengan Reyog Mini. "Itu salah satu upaya melestarikan Reyog Ponorogo," kata Wiwik Dyah Pratiwi, Kepala Seksi Dinas Promosi Wisata Dinas Dinas Pariwisata dan Seni Budaya Kabupaten Ponorogo.

Reyog Mini adalah festival Reyog Ponorogo yang dikhususkan untuk anak-anak dan remaja. Pelaksanaan festival yang dimulai lima tahun lalu itu adalah ajang bagi sanggar-sanggar reyog yang banyak tersebar di Ponorogo untuk menunjukkan kebolehan anak didiknya. Juga, ruang apresiasi grup reyog yang dimiliki sekolah-sekolah di Ponorogo.

"Hampir setiap sanggar reyog dan sekolah di Ponorogo memiliki grup reyog, saat Festival Reyog Mini itulah mereka beraksi," kata Wiwik pada The Post. Satu grup reyog mini memiliki paling tidak 40 pemain. Semuanya tersebar sebagai penari Jatilan, penari Dhadak Merak dan Karawitan. Selain festival Reyog Mini, Kabupaten Ponorogo juga memiliki even bertajuk Parade Budaya yang dilaksanakan setiap tahun. Dalam parade budaya itu, seluruh grup reyog di seantero Kabupaten Ponorogo akan menunjukkan performanya dengan berkarnaval keliling kota Ponorogo.

Kabupaten Ponorogo juga memiliki cara lain untuk meregenerasi senimannya. Yakni dengan memasukkan pelajaran Reyog Ponorogo dalam Kurikulum Lokal tiap sekolah di Ponorogo. Dalam mata pelajaran kesenian, siswa di Ponorogo diajarkan secara utuh tentang Reyog Ponorogo. Mulai sejarah, jalan cerita, arti busana yang dikenakan hingga makna gerakan tari tiap-tiap tokoh yang diperankan dalam pagelaran Reyog Ponorogo. Karena kurikulum lokal itulah, mayoritas anak-anak dan remaja di Ponorogo memahami Reyog Ponorogo secara utuh.

Shodig Pristiwanto, salah satu seniman Reyog Ponorogo yang juga pimpinan sanggar reyog Singo Aglar Nuswantoro mengatakan, adanya kurikulum itu mempermudah pegiat seni reyog di Ponorogo untuk meregenerasi seniman reyog. "Kurikulum lokal itu paling tidak sudah meletakkan dasar seni yang kuat bagi seniman reyog di Ponorogo," katanya. Shodig mencotohkan sosok Peter yang juga salah satu anggota sanggar yang dipimpinnya.

Di mata Shodik, Peter adalah sosok seniman muda yang kuat nilai seninya. Karena itu juga, Shodik tidak ragu memasang Peter sebagai pemain tokoh Bujang Ganong saat grupnya mengikuti Festival Reyog Nasional 2008 lalu. Hebatnya, dalam festival itu Singo Aglar Nuswantoro menyabet juara pertama. Prestasi itu tidak bisa dilepaskan dari sosok Peter sebagai salah satu pemain tokoh Bujang Ganong. "Kalau Bujang Ganongnya jelek, mungkin kami tidak akan menang, jadi kemenangan ini adalah kemenangan seluruh anggota sanggar, termasuk Peter," kata Shodik.

Pentingnya regenerasi seniman Reyog juga dirasakan grup Reyog yang ada di luar Jawa, seperti Grup Reyog Margomulyo asal Tarakan, Kalimantan Timur. Menurut Ketua Grup Reyog Margomulyo, Sarju Prasetyo, regenerasi seniman reyog akan terkait dengan masa depan seni Reyog itu sendiri. "Bayangkan saja, sekarang saja, Malaysia sudah berani mengklaim reyog sebagai budaya mereka, bagaimana bila nanti seniman reyog sudah hilang?" kata Sarju pada The Post.

Awal Januari lalu, dalam website Dinas Pariwisata Malaysia termuat klaim reyog sebagai budaya asli Malaysia. Hal itu sempat memicu kemarahan seniman reyog di Indonesia. Termasuk seniman reyog di Tarakan, daerah perbatasan Indonesia-Malaysia. "Tidak ada solusi lain, selain regenerasi seniman reyog," tegas Sarju.

Masyarakat Harus Bersatu Membela Korban Lumpur Lapindo

Catatan Akhir Tahun LBH Surabaya
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya mengingatkan masyarakat untuk kembali bersatu, berjuang bersama membela korban lumpur Lapindo. Karena tanpa hal itu, penyelesaian kasus Lumpur Lapindo yang membuat belasan ribu warga Porong, Sidoarjo terusir dari daerahnya akan semakin jauh. "Masyakat dan korban lumpur Lapindo harus bersatu untuk membela semua korban lumpur tanpa terkecuali," kata Faiq Assidiqi, Divisi Tanah dan Lingkungan LBH Surabaya, Rabu (31/12) ini di Surabaya.