Iddaily Mobile | Dari Anda Untuk Publik
Youtube Pilihan Iddaily: Riuh Bendera One Piece
       

24 Juli 2007

Tim Penyelidikan Mulai Teliti Bangkai Pesawat

DIMAKAMKAN.
Jenazah Letda Penerbang Elesius Quintaruniarsa, pilot pesawat yang meninggal dunia dalam kecelakaan pesawat TNI AU jenis OV-10 Bronco di Bunut Wetan, Pakis, Malang, Senin (23/7) kemarin, Selasa (24/7) ini dimakamkan di Taman Makam Pahlawan, Malang. Komandan Lanud Abdurahman Saleh Malang, Yushan Sayuti mengatakan, hingga saat ini bangkai pesawat masih belum dievakuasi karena menunggu investigasi tim Keselamatan Penerbangan Angkatan Udara yang akan bekerja mulai hari ini.

----------------

19 Juli 2007

Tidak Ada Pilihan Bagi Si Miskin Selain Askeskin

Sorot mata sayu menghiasi wajah Warsiah. Sambil menahan nyeri di dada, perempuan berusia 43 itu berusaha bangkit dari kursi tunggu di selasar RSU. Dr. Soetomo Surabaya. Kejenuhan menunggu selama 5 jam pun sirna ketika tiba gilirannya untuk diperiksa di Ruang Periksa Bedah Poli Ongkologi Satu Atap RSU. Dr. Soetomo. Ditemani M.Taufik, anaknya, Warsiah memasuki ruang pemeriksaan. Setengah jam berlalu, pemeriksaan pun akhirnya usai. “Kata dokter, kami harus membayar obat sendiri, ada obat-obat yang tidak lagi gratis meskipun kami memiliki Askes,” kata M.Taufik usai pemeriksaan pada The Jakarta Post.

Sudah dua tahun ini Warsiah berjuang melawan kanker payudara yang dideritanya. Upaya pengobatan yang dilakukan wanita asal Lamongan, Jawa Timur itu pun belum menunjukkan progres positif. Uang pengobatan dan operasi pengangkatan payudara sejumlah Rp.25 juta-an pun melayang sia-sia. Sungguh jumlah yang besar untuk keluarga pedagang ikan seperti Warsiah. “Kata dokter, kankernya sudah tidak ada lagi, tapi kok masih nyeri, setelah saya periksakan ternyata kanker itu masih ada,” kenang Warsiah. Sejak Juni lalu, Warsiah memilih untuk memulai lagi proses pengobatan di RSU. Dr. Soetomo. Kali ini, Warsiah menggunakan fasilitas Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin (Askeskin) yang dimilikinya. “Tidak ada uang lagi,” katanya pelan.

Menggunakan Askeskin bagi penderita kanker seperti Warsiah, ibarat makan buah simalakama. Karena Askeskin tidak memberi kemudahan yang berarti bagi pasien yang menggunakannya. M.Taufik, anak Warsiah menceritakan, ketika ibunya menggunakan Askeskin pertama kali, harus dihadapkan dengan lamban dan berbelitnya pelayanan. “Pernah kami diharuskan untuk memeriksakan ibu dengan USG (ultra sonografi-red), namun jadwalnya harus menunggu satu bulan, dari pada tambah parah,..dengan sisa dan yang ada kami memilih untuk meng-USG ibu di RS lain,” kata M. Taufik. Hasil USG itu yang diserahkan kepada RSU.Dr.Soetomo. Ironisnya, dera cobaan kembali melanda M.Taufik dan keluarganya. Sejak 1 Juli 2007 ini, Askeskin tidak lagi bisa menggratiskan obat yang dibutuhkan. “Kalau sudah begini, tidak tahu lagi harus bagaimana,” kata M.Taufik.

Keputusan RS untuk tidak menggratiskan obat-obatan itu bukan tanpa dasar. Berdasarkan SK Menteri Kesehatan Nomor : 471 Tahun 2007, tentang Pedoman Pelaksanaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin tahun 2007 disebutkan bahwa Askeskin menyiutkan jenis obat yang bisa diberikan kepada pasien miskin. Keputusan itu ditetapkan karena selama ini kebutuhan obat terlalu tinggi. Menteri Kesehatan menilai, penggelembungan itu terjadi karena seringnya RS menggunakan obat non generik yang berharga tinggi. Harga obat non generik itu bisa mencapai 10 kali lebih mahal dari obat generik.

Kenyataannya, hal itu tidak selalu benar. Selama ini dokter-dokter masih mengacu kepada formularium, atau daftar jenis obat yang digunakan untuk melayanani masyarakat miskin. Meski begitu, dalam banyak kasus, obat-obatan non generik itu diberikan karena tidak ada pilihan obat lain bagi pasien. Terutama bagi pasien yang menderita penyakit berat, seperti kanker. Seperti contoh obat peningkatan protein seperti jenis albumin dan antibiotik jenis botol ampul yang harganya bisa mencapai jutaan rupiah. Asosiasi Rumah Sakit Daerah (Arsada) pun mengajukan protes. Meski akhirnya SK itu akan direvisi dalam waktu dekat ini, namun belakangan, SK Menkes itu menciptakan persoalan baru. Yaitu macetnya kucuran dana dari Askes untuk menyokong biaya pengobatan pengguna Askeskin, sebagai rangkaian hutang Askes secara nasional yang mencapai Rp. 900 milyar rupiah.

Pada ujungnya, RS pun terbebani tunggakan hutang pada distributor obat. Karena itulah, mau tidak mau RS harus menghentikan pemberian obat gratis. Direktur RSU. Dr.Soetomo Surabaya, Slamet R. Juwono mengatakan, kondisi kali ini benar-benang mengganggu kinerja rumah sakit. Dari bidang mengadaan obat misalnya, sampai saat ini RSU. Dr. Soetomo memiliki tunggakan pembayaran obat sebesar Rp.23 miliar. Sejumlah Rp.14 miliar sudah diklaimkan ke Askes, sementara Rp.11 miliar sudah jatuh tempo dan harus segera dilunasi. “Toleransi hutang kepada distributor obat paling lama dua bulan, ketika lebih dari bulan bulan, maka distributor tidak bisa memberi obatnya lagi. Padahal kita tahu, Askes mulai pertengahan maret sampai Juni belum memberikan dana ke RS,” kata Slamet.

Data dari Askes Jawa Timur menyebutkan dari dana Rp.37 miliar yang dianggarkan untuk masyarakat miskin Jawa Timur, saat ini sudah terpakai Rp. 30 miliar. Jumlah itu jauh lebih sedikit dari tagihan distributor obat untuk RS di Jawa Timur yang mencapri nilia Rp. 100 miliar. Karena itu, Rabu (18/7) ini, Slamet R. Juwono beserta pimpinan RSU daerah di Jawa Timur mengadukan persoalan ini ke DPRD Jawa Timur. Dalam dialog itu terungkap adanya solusi sementara untuk menyokong pembiayaan Askeskin dengan menggunakan dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Selain itu, DPRD Jawa Timur juga akan berangkat ke Jakarta untuk mengkomunikasikan persoalan ini dengan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari. Anggota DPRD Jatim Saleh Mukadar mengatakan, Menteri Kesehatan Siti Fadilan Supari harus mengetahui bahwa SK Pedoman Pelaksanaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin meresahkan masyarakat.

Saleh Mukadar mengusulkan pemerintah untuk bisa menalangi sementara dana Askeskin, khususnya bagi masyarakat miskin yang menderita penyakit besar. Seperti penyakit jantung, hemofilia atau kankes. “Pengobatan penyakit itu akan ditalangi pemerintah, meskipun hanya berjalan satu bulan pengobatan, atau selama bulan Juli ini saja,” kata Saleh Mukadar. Saleh tidak bisa memastikan apakah setelah pengobatan selama satu bulan itu berakhir, maka pemerintah akan kembali menalangi pengobatan.

Bisa jadi, solusi sementara ini adalah angin segar bagi Warsiah dan keluarganya yang kini berjuang melawan kanker payudara. “Kalau memang pengobatan secara medis tidak mampu menyembuhkan ibu Saya, mungkin yang bisa saya lakukan adalah mencoba pengobatan alternatif, karena kami sudah tidak punya uang lagi, sementara ini kami masih tetap berharap pada Askeskin,” kata M. Taufik, anak Warsiah. Memang, tidak ada lagi pilihan bagi masyarakat miskin selain Askeskin.


17 Juli 2007

Bambu Runcing Pengungsi Porong



BAMBU RUNCING.
Isu adanya rencana pengusiran pengungsi dari lokasi pengungsian di Pasar Baru Porong, Sidoarjo membuat pengungsi bersiaga. Salah satunya dengan membuat bambu runcing. Bambu-bambu itu diletakkan di depan Posko Pengungsi di Pasar Baru Porong. Foto diambil, Selasa (17/7) ini.

12 Juli 2007

Solidaritas Untuk Aktivis Mahasiswa ITS


SOLIDARITAS.
Mahasiswa yang tergabung dalam Solidaritas Mahasiswa Untuk Mahasiswa ITS melakuan demonstrasi di Pengadilan Negeri Tata Usaha Negara (PTNU) Surabaya, Kamis (12/7) ini. Pada saat yang sama, sedang digelar sidang tuntutan mahasiswa pada Rektor ITS Priyo Suprobo, karena menjaduhkan skorsing karena aktivitas pembelaan mereka pada kasus lumpur Lapindo Brantas Inc.

Polisi Tembak Polisi Pengedar Narkoba

Seorang Polisi yang diidentifikasi sebagai pengedar narkoba jenis sabu-sabu, Bripda Ainur Rofiq, ditembak oleh anggota Satuan Narkoba Polwiltabes Surabaya, Kamis (12/7) pagi ini. Dua peluru yang disarangkan di paha dan lengan Bripda Ainur berhasil melumpuhkan polisi bertubuh gempal itu yang kini bertugas di Detasemen Markas Polda Jatim itu.

Penembakan Bripda Ainur Rofiq diawali dengan aksi pengejaran yang berliku. Kapolwiltabes Surabaya Kombes Anang iskandar menceritakan, pencarian Bripka Ainur adalah sosok yang sudah lama diincar polisi. Apalagi, pada bulan April tahun lalu, Ainur sempat berhasil lolos dari sergapan polisi dalam kasus yang sama. "Pada April lalu, tersangka sempat lolos dalam sergapan tim narkoba, namun pencarian tetap dilanjutkan," kata Anang.

Pada bulan Mei, Bripda Ainur Rofiq berhasil ditangkap dan diajukan ke pengadilan etik Polda Jawa Timur. Dalam persidangan itu Ainur divonis diberhentikan dengan tidak hormat. Namun, saat proses administrasi sedang berlangsung, tersiar kabar bahwa Bripda Ainur kembali beraktivtias mengedarkan narkoba. Polwiltabes pun memutuskan untuk menetapkan Ainur dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) kasus Narkoba.

Pada Juli ini polisi berhasil mengendus keberadaan Bripda Ainur di Sidoarjo. Tepatnya di daerah Sedati, di rumah salah satu teman wanitanya. Sejumlah tim berjumlah 25 petugas diturunkan dalam operasi itu. Setelah diintai, polisi memutuskan untuk melakukan penangkapan. Saat itu Ainur menyandera teman wanitanya dengan dua sangkur (pisau kecil). Negosiasi pun dilakukan. Pada awalnya, mengancam akan membunuh teman perempuannya bila polisi tetap menangkapnya.

Negosiasi yang berjalan alot itu berakhir sekitar pukul 05.00 WIB. Ketika itu Ainur yang kelelahan berusaha menerobos kepungan polisi dan berlari ke arah pemakaman yang tidak jauh dari tempatnya disergap. "Polisi berusaha mengejar, waktu akan ditangkap justru Bripda Ainur mengacungkan sangkur itu ke arah polisi, tembakan pun dilepaskan di kaki dan di tangan," jelas Anang.

Saat ini, Bripda Ainur Rofiq menjalani operasi pengangkatan peluru di RS. Bhayangkara, Surabaya. Saat tertangkap, di dalam rumah Ainur ditemukan barang bukti berupa 14 poket sabu-sabu. Ainur akan segera disidangkan di pengadilan sipil.