Iddaily Mobile | Dari Anda Untuk Publik
Youtube Pilihan Iddaily: Riuh Bendera One Piece
       

17 Juni 2007

Memilih Untuk "Jamuran"

Jamuran, bagi kebanyakan orang adalah kondisi yang sangat mengganggu. Berbagai cara dilakukan untuk menghilangkan tumbuhan parasit itu. Namun, tidak bagi penduduk Desa Bulukandang, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan. Karena tumbuhnya jamur, berarti meningkatnya taraf hidup bagi masyarakat di daerah yang pada masa lalu dikenal sebagai kawasan maling kendaraan bermotor itu.

Kaiman adalah salah satu penduduk Bulukambang yang menggantungkan hidupnya pada jamur. Melalui budidaya jamur Tiram Putih, laki-laki berusia 47 tahun itu berhasil keluar dari krisis keuangan yang menderanya. Tidak hanya itu, jamur juga membuat bapak dua anak ini menjadi budidayawan sukses dengan 10 tenaga kerja. "Jamur benar-benar merubah hidup saya dan keluarga," katanya pada The Jakarta Post, Sabtu (16/06) ini.

Perkenalan Kaiman dengan jamur, berawal dari sulitnya kondisi keuangan keluarga pada tahun 2005. Ketika itu, menurunnya jumlah penyewa truk, membuat Kaiman tidak mampu lagi menghidupi keluarga dari penghasilan sebagai sopir truk. "Selama 15 tahun menjadi sopir truk, tiba-tiba saya harus berganti pekerjaan, bingung sekali saya saat itu," kenang Kaiman. Di tengah kebingunannya, seorang teman asal Blitar, Jawa Timur memberi ide untuk membudidayakan jamur.

Meski sempat ragu, Kaiman memilih untuk mempelajari proses pembiakan jamur. Merasa masih kurang mahir, Kaiman pergi ke rumah seorang kenalannya di Wonosobo, Jawa Tengah untuk memperdalam ilmu per-jamuran. "Selama beberapa minggu saya di Blitar dan Wonosobo untuk belajar, tapi sepertinya belum cukup," kata Kaiman. Setiap praktek di rumahnya di Bulukandang, hanya kegagalan yang diperoleh.

Meski begitu, Kaiman bersikeras untuk terus mencoba. Surat kendaraan bermotor miliknya dijadikan jaminan untuk mendapatkan pinjaman sejumlah Rp.10 juta dari bank. Sejumlah Rp.6 juta digunakan untuk membeli peralatan pembiakan jamur, seperti membeli alat sterilisasi, plastik tempat pembiakan dan membangun kumbung (bangunan khusus dari anyaman bambu-red). Sisanya, digunakan untuk membeli bahan-bahan pembuat jamur, seperti agar-agar, gula, kentang dan air suling.

Setiap malam, laki-laki bertubuh ceking itu meluangkan waktu untuk membuat benih jamur. Dengan mencampur agar-agar, gula, kentang dan air suling dalam sebuah panci, dan direbus hingga 10 jam lamanya. Selalu saja ada kesalahan produksi. Mulai hasil pembibitan benih yang terlalu asam sampai benih tidak tumbuh sempurna. "Beberapa bulan mencoba, hasilnya selalu tidak maksimal, hanya cukup untuk makan sebulan saja, belum lagi dipotong untuk membayar cicilan bank," katanya.

Keberuntungan mulai berpihak pada Kaiman setelah bulan keenam. Setiap bibit jamur yang disemainya, tumbuh sempurna. Bahkan, di bulan keenam itu juga, Kaiman menerima order sebanyak 10 ribu baklok (sebutan untuk satu buah benih jamur-red). Padahal ketika itu, jumlah jamur milik Saiman hanya 1000 baklok. "Terpaksa order itu harus saya tolak, meski begitu, pada bulan keenam, saya sudah balik modal," katanya.

Semakin lama, budidaya jamur milik Kaiman terus meroket. Pada tahun 2006, dirinya terpilih sebagai salah satu pengajar pelatihan budidaya jamur yang diadakan HM. Sampoerna bagi warga Bulukandang. Sejak saat itu, ada 40 keluarga di desa itu yang membuka usaha budidaya serupa. Kaiman sendiri, memilki 10 pekerja. "Saya merekrut pemuda-pemuda desa yang dulu banyak berprofesi sebagai maling sepeda motor, karena mereka pengangguran," katanya.

Selain membuka kursus mengajar, HM. Sampoerna juga memberikan bantua modal berupa 1000 baklok bibit jamur senilai 30 juta bagi 20 kepala keluarga. Masing-masing keluarga mendapatkan Rp.1,5 juta. Dengan sistem pembayaran 50:50 untuk setiap jamur yang berhasil dipanen. "Hampir seluruh petani jamur di Bulukandang bekerjasama untuk budidaya dan pemasaran jamur," kata Kaiman yang kini sudah memiliki dua kumbung seluas 20x70 m2. Penghasilan bersih yang didapatkannya mencapai Rp.7,5 juta/bulan.

Dalam pengamatan The Jakarta Post, setiap kumbung terdiri dari dua ruangan yang memiliki fungsi beragam. Ruangan pertama khusus digunakan untuk pembiakan bibit jamur dan pencampuran bibit itu dengan ketam (sisa penggergajian kayu). Sementara ruang kedua yang tertutup dari cahaya sinar matahari, digunakan sebagai tempat perkembangan jamur. Keseluruhan proses pembibitan hingga panen, dibutuhkan waktu selama 45 hari.

Kaiman mewakili penduduk Bulukandang yang menggantungkan hidupnya dari budidaya jamur mengharapkan pemerintah bersedia mengucurkan dana pinjaman lunak untuk mereka. Dana itu akan digunakan untuk pengembangan budidaya jamur, guna memenuhi kebutuhan permintaan jamur yang menunjukkan peningkatan. "Kami terpaksa menolak tawaran eksport ke Taiwan dan China sebanyak 5 kwintal perminggu, karena tidak ada modal untuk menaikkan produksi," katanya. Sementara ini, Jamur Bulukandang dipasarkan hanya di sekitar Kabupaten Pasuruan. Seperti Surabaya, Malang, Mojokerto dan Kabupaten Pasuruan sendiri.

Sebuah perusahaan pengelola lapangan golf Taman Dayu di Prigen adalah salah satu menjadikan jamur Bulukandang sebagai andalan menu. Taman Dayu yang juga tetangga desa Bulukandang sekaligus menjadikan budidaya jamur Bulukandang sebagai target CSR."Kami ingin masyarakat Bulukandang tidak hanya memiliki kemampuan membudidayakan jamur, tapi bagaimana mereka mampu memasarkannya," kata J.Johny Budiono, General Manager Taman Dayu.

Karena itu, Taman Dayu sedang berupaya untuk melakukan berbagai pelatihan manajeman dan pengemasan jamur. Pada titik akhirnya, akan ada peningkatan pendapatan bagi masyarakat Bulukandang. "Kalau jamur dijual dalam kemasan yang bagus, mungkin akan lebih menguntungkan daripada dijualmentahan saja," kata Johny. Di Taman Dayu, jamur Bulukandang disajikan sebagai menu masakan, bersanding dengan menu Eropa dan China yang ditawarkan di tempat itu.

15 Juni 2007

KA Penataran Anjlok


ANJLOK. Kereta Api Penataran jurusan Blitar-Surabaya, anjlok di Gedangan Sidoarjo, Kamis (15/06) ini. Kejadian itu sempat membuat jalur kereta api lewat selatan terganggung beberapa jam. Hingga siang ini, evakuasi masih dilakukan. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa ini.

Retrolide Level 42


RETROLIDE. Penggemar jazz Surabaya dihibur oleh kehadiran grup jazz asal Inggris Level 42, Kamis (14/06) malam di Hotel Shangri-La. Malam itu, grup yang dimotori oleh Mark King sebagai bassis dan vokalis itu benar-benar memuaskan publik jazz Surabaya. Kehadiran Level 42 sekaligus mempromosikan album terbarunya, Retrolide.

11 Juni 2007

Menjaga "Rumah Bersalin" Penyu di Pantai Sukamade

Mendung tebal memayungi Pantai Penyu Sukamade, Banyuwangi, Jumat (8/6/2007) malam ini. Bintang-bintang yang tersebar di langit, hanya sesekali menunjukkan wajahnya, setelah itu kembali tenggelam dalam gulungan mendung. Pantai pun gelap gulita. Di antara gelapnya malam itu, dua Polisi Hutan Resort Sukamade terus beraktivitas. Menjaga pantai yang selama ini menjadi "rumah bersalin" penyu.

Pantai penyu Sukamade di Banyuwangi dan Pantai Puger di Jember, adalah dua pantai di Jawa Timur yang sering dijadikan lokasi pendaratan penyu liar untuk bertelur. Namun, sejak beberapa tahun lalu, hanya pantai Sukamade yang masih eksis dikunjungi penyu. Hampir setiap malam, selalu ada penyu yang "mampir" ke pantai yang berjarak 239 KM dari Ibukota Jawa Timur Surabaya itu. Untuk bertelur, atau sekedar bermain-main di pasir pantai.

Dalam catatan tahun 2006 lembaga swadaya masyarakat (LSM) lingkungan ProFauna Indonesia, pelanggaran hukum terhadap binatang penyu terus terjadi. Pada itu, Polisi Air Polda Bali menangkap 2 kapal yang mengangkut ratusan penyu. Bahkan, di tahun yang sama, Kepolisian Nusa Tenggara juga menangkap satu kapal yang berusaha menyelundupkan penyu.

Investigasi yang dilakukan ProFauna Indonesia menghasilkan data beragamnya cara perdagangan penyu. Mulai perdagangan dalam bentuk daging, telur, karapas dan souvenir yang terbuat dari bagian tubuh penyu. Pantai Puger Jember, sebagai satu rangkaian pantai SUkamade adalah salah satu pusat penjualan ilegal penyu. Selain itu, pergadangan juga dilakukan di Pantai Teluk Penyu Cilacap Jawa Tengah, Pangandaran Jawa Barat, Pelabuhan Ratu Jawa Barat, Pangumbahan Sukabumi dan Pantai Samas Yogyakarta.

Telur penyu, menjadi salah satu bagian dari kehidupan penyu yang paling banyak diperdagangkan. Selain, minyak penyu, souvenir terbuat dari penyu dan daging penyu. Penyu jenis penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu hijau (Chelonia mydas) dan penyu lengkang (Lepidochelys olivacea) adalah jenis penyu yang sering dijual bebas.

Setiap tahun, sekitar 1000-2000 ekor penyu dibunuh untuk dijual. Puluhan lain tertangkap tidak sengaja oleh nelayan yang kemudian membunuhnya. Hal itu jelas bertentangan dengan UU Nomer 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, perdagangan satwa dilindungi. Ancaman pelanggaran pasal ini adalah hukuman penjara 5 tahun dan denda Rp 100 juta.

Di Banyuwangi sendiri, telur penyu banyak dijual di Pasar Kota Banyuwangi dan Pasar Kecamatan Jajag, Banyuwangi. Biasanya pedagang menawarkan dagangannya di pagi hari, secara diam-diam. Meskipun beberapa tahun belakangan jumlah penjual telur penyu jauh berkurang. "Sudah beberapa tahun ini sudah sulit mendapatkan telur penyu, kalau pun ada jumlahnya sedikit dan sangat mahal," kata Bambang, penduduk Sarogan pada The Post. Satu butir telur dijual Rp.1500-2000/butir.

Dengan semangat untuk melindungi telur penyu dari tindak pencurian itulah, patroli polisi hutan dilakukan setiap hari. Termasuk di pantai penyu Sukamade. Tepatnya pada malam hari, waktu di mana penyu mendarat di pantai dan bertelur. Patroli biasa dimulai sekitar pukul 19.00 WIB hingga menjelang waktu terbitnya matahari.

Jumat malam lalu, The Jakarta Post mengikuti proses penjagaan pantai bersama dua petugas polisi hutan Resort SUkamade, Slamet dan Jumadi. Di tengah gelapnya malam, dua polisi hutan itu mengawali penjagaan dengan perjalanan menembus hutan bakau, satu-satunya jalan menuju pantai penyu. Setelah itu, keduanya menggunakan gethek (perahu bambu) untuk menyeberangi Kali Gethek seluas 20-an meter.

Sesampainya di bibir pantai, keduanya berbagi tugas. Dua orang petugas berjaga di sisi barat dan timur pantai yang berjarak 3,5 KM. Berjalan di pantai penyu pada malam hari hanya diterangi cahaya bulan dan bintang. Remang-remang, bisa terlihat banyaknya bekas-bekas jalur pendaratan penyu di pasir pantai. Termasuk beberapa lubang bekas sarang telur.

Salah satu standart operation procedure (SOP) dalam penjagaan penyu adalah tidak diperbolehkan menyalakan kegiatan yang menghasilkan cahaya. Seperti senter dan menyalakan api. Penyu adalah binatang yang sensitif dengan cahaya lampu. Penyu akan mengurungkan niatnya untuk mendarat bila insting mereka menganggap cahaya adalah tanda hadirnya "predator" manusia. Senter hanya bisa digunakan bila penyu sudah melakukan aktivitas bertelur.

"Biasanya, pencuri telur penyu beraksi di malam yang gelap seperti ini," kata Jumadi, salah satu Polisi Hutan yang bertugas malam itu. Benar juga. Malam itu, sekitar pukul 00.30 WIB, polisi hutan sempat memergoki beberapa orang yang dicurigai sebagai pencuri telur penyu. Mereka menyaru sebagai nelayan dan pencari ikan. Meski akhirnya mereka dilepas karena tidak ditemukan bukti telah terjadi pencurian telur penyu. "Mereka mengatakan hanya mencari ikan dengan memancing," kata Slamet.

Dalam pengamatan The Jakarta Post, gerombolan yang mengaku pemancing itu terlihat membawa karung dan sekrop (alat penggali tanah). Selain kerasnya medan, keterbatasan peralatan adalah salah satu hambatan yang harus dihadapi polisi hutan. Tidak adanya alat komunikasi berupa handy talky (HT) menjadikan Senter menjadi satu-satunya alat komunikasi yang mereka miliki. Bila ada penyu yang mendarat di pantai, biasanya senter berubah fungsi sebagai alat morse untuk memberitahu petugas yang lain. "Nyala tiga kali berarti ada penyu yang mendarat, itupun dilakukan kalau penyu benar-benar sudah bertelur," kata Slamet.

Tidak adanya senjata api, tidak membuat nyali polisi hutan surut. Meski mereka mengaku akan mengalami kesulitan bila ada pelaku menyerangan yang menggunakan senjata tajam, bahkan senjata api rakitan. "Anda bisa lihat sendiri, malam membuat kita tidak bisa melihat sekeliling, kalau ada tembakan, bagaimana kita membalasnya?" kata Slamet.

Ketua LSM ProFauna Indonesia Asep R. Purnama mengatakan, penjagaan yang dilakukan polisi hutan sangat tidak evektif. Tidak adanya fasilitas yang memadai, membuat penjagaan itu sia-sia. Tidak adanya perahu karet untuk melakukan pengejaran di laut misalnya akan menyulitkan pengejaran. "Aktivitas pencurian itu dilakukan lewat laut, polisi hutan di Sukamade tidak memiliki perahu itu, apa mau berenang!" kata Asep R. Purnama pada The Post.

Juga kondisi pantai Sukamade yang sangat mudah dijangkau baik melalui jalan darat susur pantai, maupun dengan perahu nelayan, membuat celah pencurian terus terbuka. Belum lagi jumlah petugas yang sangat sedikit. Untuk mengamankan resort Sukamade yang luasnya 10 hektar lebih, hanya ada tujuh petugas. Lima polisi hutan dan dua Pengendali Ekosistem Hutan (PEH). "Mutlak harus ada penambahan petugas penjagaan," kata Asep.

Dan Telur Pun Menjadi Tukik

Menjaga pantai penyu Sukamade, berarti pula menjaga salah satu siklus terpenting dalam perkembanganbiakan penyu. Mulai menjaga agar kawasan pantai penyu Sukamade tetap nyaman bagi penyu, sampai menjaga penyu agar bisa bertelur dengan tenang. Selanjutnya, menyelamatkan telur penyu dari predator alami dan membantu penetasan telur menjadi tukik atau anak penyu.

Setelah itu, melepaskan kembali tukik-tukik itu ke laut lepas agar berkembang menjadi telur dewasa. Tugas itulah yang menjadi kewajiban pokok Polisi Hutan Resort dan petugas Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) Resort Sukamade. Setiap hari, tujuh anggota resort Sukamade secara bergantian menjaga bibir pantai. Bila ada penyu yang mendarat di pantai dan bertelur, dengan cekatan petugas yang kebetulan berjaga saat itu mengambil seluruh telurnya dan membawa ke tempat menetasan di kantor Resort Sukamade yang akrab disebut Wisma Sukamade.

Lokasi penetasan telur terletak di bagian belakang wisma seluas hampir dua hektar itu. Ketika The Post mengunjungi lokasi itu Jumat (8/6/2007) itu ada 57 ember plastik yang berisi 30-80 telur setiap embernya. Setiap hari, keadaan masing-masing telur itu diperiksa dan dicatat. "Telur-telur ini akan berada di ember selama tiga bulan, ketika waktunya tiba, telur akan dipindah ke tempat penetasan yang lebih luas, dan dibiarkan menetas menjadi tukik," kata Jumadi Tukik-tukik itu kemudian dipindah ke ember khusus berisi air laut. Tujuannya untuk memperkenalkan tukik pada ekosistem laut.

Bila jumlahnya mencapai ratusan ekor, baru kemudian tukik-tukik itu dilepas ke laut. "Bisa saja melepas tukik-tukik itu sejak awal, namun banyaknya predator membuat kemungkinan hidup tukik-tukik itu semakin kecil," kata Jumadi. Proses penetasan yang dilakukan polisi hutan dan PEH dinilai keliru oleh LSM ProFauna Indonesia melalui Ketua LSM ProFauna Indonesia Asep R. Purnama. Kepada The Post Asep mengatakan, cara yang selama ini dilakukan polisi hutan itu membuat tukik semakin tidak mengenal lingkungannya. Bahkan, cara yang tidak alami itu membuat tukik tidak bisa survive di alam bebas.

"Seharusnya, tukik-tukik itu dibiarkan menetas di pantai tempat induknya menetas, dan dibiarkan langsung kembali ke alam bebas," kata Asep. Hal itu mutlak dilakukan. Karena ada mekanisme alamiah dari tukik utuk mengenali tempat ia ditetaskan. Insting itu juga yang kemudian dipakai panduan untuk kembali menemukan lokasi tempat ia dilahirkan, bila tukik itu sudah tumbuh menjadi penyu dewasa yang siap bertelur. "Kalau dia ditetaskan di darat, maka tukik akan kehilangan kesempatan untuk mengenali pantai tempat ia ditetaskan, dia akan kesulitan menjadi tempat bertelur di kemudian hari," jelas Asep.

Cara penanganan telur penyu hingga menjadi tukik yang paling ideal, menurut Asep, bisa dilakukan dengan cara yang diperkenalkan Prof. Colijn Lympus asal Selandia Baru. Profesor yang serius melakukan penelitian soal penyu ini memiliki lahan khusus yang sengaja diisolasi untuk pendaratan dan peneluran penyu. Isolasi itu termasuk menjauhkan telur penyu dari predator alami dan predator tidak alami, seperti manusia.

Atau, ProFauna menawarkan sistem ecoturism. Menjadikan ekosistem sebagai daya tarik turis. Cara ini, melibatkan masyarakat sekitar pantai tempat pendaratan penyu. "Masyarakat akan merasa memiliki pantai penyu itu, sekaligus menjadi bagian dari kelompok yang menjaga kealamian penyu, karena kealamian itu yang juga bisa dijual sebagai daya tarik, yang pada ujungnya akan menguntungkan warga sekitar juga," kata Asep.

Serunya Perjalanan Ke Pantai Penyu


Pantai penyu Sukamade terletak di bagian selatan Kota Banyuwangi. Lokasi ini adalah bagian dari Taman Nasional Meru Betiri (TMNB) seluas 55.845 ha. Untuk menjangkau pantai ini, perjalanan bisa dilakukan dari Surabaya melalui Kabupaten Jember, dan diteruskan ke Kecamatan Jajag-Pesanggaran-Sorogan-Sukamade. Dari arah Denpasar, Sukamade bisa dijangkau melalui Kabupaten Banyuwangi, dilanjutkan menuju menuju Kecamatan Jajag-Pesanggaran-Sorogan-Sukamade. Keseluruhan perjalanan bisa mencapai 6 jam perjalanan darat.

Tanpa menggunakan kendaraan pribadi berjenis off road, perjalanan ke Pantai Penyu Sukamade, Banyuwangi sangat menyusahkan. Angkutan umum yang terjadwal secara pasti, hanya bisa didapatkan hingga kawasan Pesanggaran. Setelah itu, perjalanan bisa dilanjutkan dengan menggunakan truk bak terbuka langsung menuju ke Sukamade.

Truk, yang oleh masyarakat sekitar disebut "taksi" itu adalah satu-satunya kendaraan umum yang bisa menembus medan terjal menuju Sukamade. Selain mengangkut penumpang, truk ini juga digunakan untuk mengangkut hasil perkebunan di daerah itu. Seperti cokelat, kelapa, karet, kopi dan kayu. Tidak jarang, truk yang sama digunakan untuk mengakut ternak yang akan dijual ke kota.

Ada empat unit "Taksi" Sukamade yang memiliki jadwal sekali jalan. Pada pukul 6.30 WIB, truk akan berangkat dari Sukamade menuju ke Pesanggaran yang berjarak 35 KM, dengan memakan waktu tiga jam perjalanan. Pukul 13.00 WIB, truk akan kembali ke dari Pesanggaran menuju Sukamade. "Itu kalau ada penumpang yang naik, kalau tidak ada penumpang, biasanya truk tidak akan jalan," kata Kariyono, salah satu pengemudi truk.

Ketika The Jakarta Post ke Sukamade Jumat ini misalnya, tidak ada truk yang melayani trayeknya. Pilihan kedua jatuh pada angkutan pedesaan berubah mobil station yang memiliki jalur Pesanggaran-Sorogan yang berjarak 18 KM. Tidak seperti angkutan di perkotaan, angkutan pedesaan jenis bemo ini tidak akan berangkat bila tidak full terisi penumpang. Selain penumpang, angkutan pedesaan juga melayani pengiriman barang belanjaan milik penduduk setempat. Sesampainya di Sarongan, biasanya bisa dilanjutkan dengan ojek sepeda motor.

Jalan turun-naik berbatu cadas sepanjang 17 KM plus menyisiri jurang di kanan kiri, menjadi warna perjalanan ke Sukamade. Pengunjung selain penduduk asli setempat diwajibkan mengisi buku tamu di Pos Penjagaan Perkebunan Sukamade. Dari pemukiman Sukamade, perjalan dilanjutkan dengan menembus kebun kopi sepanjang 4 KM. Kali ini perjalanan bisa dilakukan dengan menyewa sepeda motor atau berjalan kaki, menyeberangi Sungai Gethekan selebar 7 meter dengan kedalaman 40 cm. Di sungai ini seringkali membuat mogok sepeda motor yang nekad menyeberang.

Wisma Sukamade adalah pos terakhir sebelum masuk ke kawasan pantai. Di wisma inilah, Polisi Hutan dan petugas Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) berkantor. Di tempat ini juga, proses pengumpulan dan penetasan telur penyu terjadi. Penyu-penyu yang sudah ditetaskan dilepaskan kembali ke laut lepas. Dari Wisma Sukamade ke pantai berjarak 300 meter. Menembus hutan bakau dan kembali menyeberangi sungai Gethek.

10 Juni 2007

"Rumah Bersalin" Penyu Itu,..


Pantai Penyu Sukamade, Banyuwangi Jawa Timur tetap menjadi salah satu "rumah bersalin" penyu liar. Di pantai inilah, hampir setiap hari ada penyu yang bertelur. Berharap suatu saat, telur-telur itu akan menetas menjadi tukik (anak penyu). Dan bila waktunya tiba, tukik-tukik itu tumbuh menjadi penyu dewasa dan berenang menjelajahi samudera. Ironisnya, manusia tercatat sebagai salah satu predator utama yang mampu membuyarkan siklus itu. Hingga kini, proses pencurian telur penyu masih berlangsung. Hmmm,..


Keindahan pantai penyu Sukamade, Banyuwangi, menyimpan pesona kealamian lain yang lebih dari sekedar pemandangan alam: Rumah Bersalin Penyu.


Untuk sampai ke pantai penyu Sukamade, Banyuwangi, harus ditempuh dengan menggunakan gethek (perahu bambu).


Jenis pasir, suhu dan faktor kealamian lain yang membuat penyu merasa pas bertelur di pantai penyu Sukamade, Banyuwangi.


Banyaknya kasus pencurian telur penyu, membuat Polisi Hutan melakukan penjagaan pantai penyu Sukamade, Banyuwangi.

Jejak-jejak penyu banyak ditemukan di pantai penyu Sukamade, Banyuwangi.

Polisi Hutan Resort Sukamade, Banyuwangi memeriksa setiap sarang peneluran penyu.


Telur-telur yang dikumpulkan di tempat penetasan Resort Sukamade, Banyuwangi


Tukik Penyu yang siap dilepaskan di laut lepas.