Iddaily Mobile | Dari Anda Untuk Publik
Youtube Pilihan Iddaily: Keroncong Kenangan
       

21 Januari 2010

[ Atmosphere ] Lembayung Sore

Syarif Wadja Bae

Lembayung senja sore tadi dibungkus mendung dan gerimis.
Pulau-pulau menangis meratapi pancaroba tak berujung
seperti diselimuti nuansa mistis.
Pengembara kehilangan jejak dan bingung menghitung persimpangan karena kosong yang tragis.

Lagu Ibu dinyanyikan dengan kelopak hati yang rusak
bersama hidungmu yang terus membengkak
saat gejolak rindu akan cita-cita pudar ditelan ombak.
kau paksa semua semakin terkoyak dalam gelombang kepalsuan yang membuat muak.

aku akui, Sungguh dahsyat pengakuan iblis !
ketimbang kau yang mengaku malaikat ksatria tapi jiwamu bencong.
kau takut pada badai dan teriakan generasi.
kau lebih pantas jadi keong yang merangkak dikawasan peternakan gajah

Januari 2010

*puisi lain, klik Atmosphere.

20 Januari 2010

[ Kabar dari Seberang ] Susahnya Bikin SIM di AS

Maya Mandley

Birokrasi memang tak selalu mudah. Di Indonesia atau Amerika, sama saja. Bedanya, di Indonesia, kalau punya uang, ada biro jasa yang bisa potong kompas untuk membantu. Tapi di Amerika, meski ada uang, tapi tetap saja hal itu tidak berlaku. Capek deh!


Di Amerika, birokrasi pun berliku dan makan waktu. Tapi yang terpenting, NO CALO apalagi amplop. Nggak main-main, pegawai negeri yang korupsi mendapatkan sanksi sangat tegas. Sampai-sampai kehilangan hak untuk memilih pada pemilu. Sebagai seorang perantau yang harus ikut aturan, mau tak mau, aku menghormarti hal itu. Waktu mau bikin SIM alias driver license di negara bagian New Jersey, semua keruwetan itu berawal.

Sebagai gambaran, di sini [AS], setiap negara bagian punya aturan sendiri soal ketentuan membikin SIM. Dan menurut cerita beberapa teman, negara bagian tempatku tinggal, NJ, termasuk daerah yang susah, dengan standard kelulusannya sangat tinggi. Tapi, mau tidak mau semua tantangan itu harud dilalui. Apalagi, SIM termasuk identification yang penting, selain ID lain yang juga hanya boleh dikeluarkan Motor Vehicles Agency (MVC).

Petugas di MVC adalah orang sipil yang tak perlu berseragam tentunya. Untuk dapat ID atau SIM dari MVC di NJ, ada beberapa persyaratan. Di antaranya prove address dari bank statement, akte kelahiran, Sosial Security Card dan lain-lain. Sementara untuk orang asing seperti aku, yang paling penting adalah permanent residence card atau yang dikenal dengan greencard, atau work permit, atau student visa untuk mahasiswa asing. Tentu saja semua persyaratan ini dicek terlebih dahulu sebelum mengikuti proses selanjutnya.

Sampai aku dapat izin mengemudi sementara, ada 4 windows yang aku lalui. Mula-mula isi formulir, kemudian, cek kelengkapan, lalu membayar USD 25 untuk permit test dan NJ ID plus foto, dan terakhir window untuk ujian. Ujian tulis dilakukan di depan komputer dengan touch screen. Ada 15 komputer untuk ujian dan semuanya nge-link dengan komputer petugas.

Sebelum ujian, si petugas memasukkan data dan menyiapkan komputer mana yang harus aku hadapi untuk ujian. Jadi si petugas bisa tahu lulus atau tidaknya aku setelah menjalani tes lewat komputer di depannya. Dari 50 pertanyaan multiple choice, untuk NJ salah maksimal 10 alias 80% untuk bisa lulus. Sebelum ikut ujian tulis ini, calon peserta harus membaca buku panduan yang dikeluarkan MVC yang bisa didapatkan cuma-cuma alias gratis.

Meski pernah ikut ujian tulis SIM di Surabaya, aku harus 3 kali ambil ujian tulis di NJ. Standar kelulusan yang tergolong tinggi di antara negara bagian Amerika, serta pertanyaan yang sangat menjebak menyebabkan aku harus belajar ekstra keras dan membaca pertanyaan dengan hati-hati untuk bisa lulus. Dari dua kali tes, aku salah 11, padahal salah maksimal 10.

Yang bikin sebel, ada pertanyaan paling gampang yang aku salah menjawabnya. Yaitu pertanyaan urutan lampu merah. Harusnya sambil merem juga bisa, tapi ya gitu, waktu liat ada jawaban yang depannya red duluan langsung aku pilih, padahal urutannya salah. Di tes ketiga, aku betul-betul mempersiapkan diri, dan alhamdulillah dari 50 pertanyaan aku betul semua menjawabnya.

Lega sekali rasanya. Dan permit alias surat izin latihan ini berlaku dua tahun. Namun karena umurku yang sudah di atas 21 tahun, aku bisa ambil road test setelah tiga bulan. Dan waktunya pun sudah ditentukan setelah aku selesai ikut ujian tulis. Sesuai peraturan, mereka yang berusia 16 tahun sudah diperbolehkan ambil permit atau izin mengemudi. Tentu saja dengan persyaratan ketat.

Misalnya gak boleh drive malam hari, gak boleh drive sendirian dan paling penting harus lulus sekolah mengemudi yang khusus untuk siswa SMA. SIM untuk usia 17 tahun juga ada persyaratannya, tapi tentu tak seketat untuk usia 16 tahun. Mereka yang betul-betul tak ada persyaratan dalam SIM nya kalo sudah mencapai 18 tahun.

Betul-betul pengalaman berharga buatku untuk dapat SIM NJ. Meski banyak teman-teman Indonesiaku yang hanya butuh 1 kali tes untuk bisa lolos. Tahap berikutnya ujian jalan alias road test. Mudah-mudahan kali ini aku bisa langsung lolos. Tapi meskipun tak lolos, aku tak akan sekecewa tak lulus ujian tulis. Karena road test is about skill, bukan soal menghapal dan mengerti pertanyaan seperti halnya ujian waktu sekolah atau kuliah dulu. Wish me luck ya! Salam dari Garden State (Semboyan New Jersey State !)

*kabar dari AS lain, klik di sini.


19 Januari 2010

[ Think Sport ] Stop Rasisme di Liga Indonesia

Jojo Raharjo

Satu poin menarik saya dapat dari jumpa pers bulanan PT Liga Indonesia yang digelar di sekretariat Liga Indonesia di Rasuna Office Centre, Kuningan, Selasa (19/1). Sebagaimana disampaikan CEO Liga Indonesia Joko Driyono, Badan Liga Indonesia memutuskan, mulai putaran kedua Superliga Februari mendatang, wasit dapat menghentikan pertandingan bila merasa ada kata-kata atau tindakan rasisme secara massal dalam partai yang dipimpinnya. “Kita tidak ingin membangun sepakbola dalam spirit rasis,” tegas Joko.

Dalam sesi tanya-jawab, saya mengacungkan tangan, menanyakan, apakah bisa di-breakdown definisi rasisme yang dapat membuat perangkat pertandingan serta-merta memutuskan sebuah laga tidak dilanjutkan? ”Apakah ejekan kepada pemain berkulit hitam saja, atau juga termasuk nyanyian cemooh bagi kelompok supporter lain?” tanya saya memohon penjelasan. Joko tidak menjawab detail. Ia memaparkan, ”Prinsip SARA dalam Pedoman Fair Play dan Kode Disiplin adalah upaya yang sifanya menghasut kebencian kepada orang lain. Baik sifatnya tindakan, ucapan, atau apapun,” katanya.

Joko berkilah, secara spesifik aturan untuk menghentikan pertandingan ada di laws of the game. Katanya, instruksi ini bukan untuk pengawas pertandingan atau panpel, tapi hanya wasit pihak satu-satunya yang bisa menghentikan pertandingan. ”Begitu ada teriakan atau lagu-lagu bernada rasis, wasit harus menghentikan pertandingan,” urai Joko.

Joko berterus-terang, pihaknya mengaku gagal dalam mendefinisikan prinsip-prinsip SARA yang dinilai universal dalam kaidah tutur-kata Indonesia. ”Kami ingin belajar dari orang Surabaya bahwa jancuk itu adalah hal yang lumrah, sebagaimana kata anjing bagi orang Medan. Tapi kami sepakat, bahwa kata Dibunuh Saja bukan hal lumrah dan merupakan perkataan rasis,” kata pria asal Ngawi itu.

Isu rasisme mencuat dalam sepakbola Indonesia terutama berupa ejekan terhadap pemain berkulit hitam dan olok-olok terhadap pendukung klub lain. Awalnya adalah Aremania, yang memang dikenal kreatif dan lagu-lagunya banyak dijiplak supporter lain, memperkenalkan syair untuk menjatuhkan mental tim lawan. Misalkan Arema bertanding melawan Persiba, maka para pendukung itu lantang bernyanyi dengan ending, ”Arema.. Arema.. Singo Edan.. Singo Edan aremania.. sekarang arema menang.. persiba ... dibunuh saja.

Pada putaran pertama Superliga lalu, Arema bahkan mendapat hukuman sekali pertandingan tanpa penonton dan denda Rp 50 juta akibat ulah segelintir oknumnya yang mengejek pemain Persipura sebagai ”monyet jelek”. Akibat teriakan itu, pemain Persipura marah-marah dan merusak kamar ganti Stadion Kanjuruhan, markas tim ”Singo Edan” itu. Di kalangan Aremania, hukuman dari PSSI dinilai tidak adil karena tidak ada bukti yang menyatakan ada teriakan rasis, setidaknya bukti ejekan itu dilakukan secara masif.

Aremania sendiri menganggap, ulah pemain Persipura merusak perabotan di dressing room (belakangan Persipura juga didenda Rp 10 juta atas aksi vandalisme ini) hanya mencari kambing hitam atas kekalahan 1-2 yang mereka derita. Perilaku tidak terpuji bukan hanya dilakukan Aremania. Lagu-lagu ”Dibunuh Saja” diplagiat hampir semua kelompok supporter Indonesia. Adapun lagu ”Bonek Jancuk Dibunuh Saja” kemudian diubah oleh supporter Persebaya menjadi ”Arema Jancuk.. dan lain-lain”.

Sementara itu, seperti diputar di film Romeo dan Juliet karya Andi Bachtiar Jusuf, kebersamaan supporter daerah melawan klub ibukota terdengar jelas dalam lirik lagu, ”Viking dan Bonek sama saja.. asal jangan The Jak.. The Jak itu Anjing..” Kubu Jakmania tak mau kalah. Mereka kerap mengumandangkan lagu ”Aku punya anjing kecil...kuberi nama Viking..” sebagai pelecehan atas pendukung Persib, musuh turun-temurun Persija.

Lima tahun silam, saya yang berada di sisi lapangan Stadion Surajaya Lamongan mendengar teriakan dari pendukung Persela menirukan suara gonggongan anjing. Tak sulit menebak, ledekan itu dialamatkan ke pelatih Persebaya, Jacksen Ferreira Tiago, yang berkulit gelap dan mengenakan kalung emas di lehernya. Tak ada sanksi dari PSSI saat itu. Jacksen sendiri, seusai pertandingan mengelak menjadi korban rasisme, ”Saya tidak memperhatikan mereka, saya konsentrasi ke pertandingan,” kilahnya.

Kini, Badan Liga Indonesia sudah menegaskan aturan resmi, bahwa wasit bisa menghentikan pertandingan atas alasan rasisme secara masif. Akankah langkah tegas ini dapat berwujud nyata? Atau hanya menjadi macan kertas belaka? Akankah peringatan dari Badan Liga ini kemudian membuat supporter sepakbola Indonesia menjadi dewasa dalam menyikapi perbedaan dan menghindarkan diri dari cemoohan tak bermutu?

*analisa olahraga lain klik di sini.