03 January 2015

MAULID NABI MUHAMMAD SAW, DIA YANG SAYA KENAL

Foto ilustrasi seorang muslim sedang berdoa. | *follow URL
Kali ini, saya ingin mengenang Muhammad. Sosok buta huruf yang kemudian dikenal sebagai Muhammad SAW. Dia yang dipercaya umat Islam sebagai nabi terakhir, dan sekaligus menjadi penutup agama-agama keturunan Ibrahim. Tentu saja, tulisan ini adalah tentang Muhammad yang saya “kenal”.


Tak banyak yang bisa saya ceritakan soal Muhammad, karena saya tidak pernah secara serius mempelajari sosok ini. Meski demikian, dalam perjalanan hidup saya, cerita-cerita tentang dia, beberapa kali muncul dan menjadi warna yang tak mudah dilupakan.

Buku berjudul Muhammad atau Muhammad, A Prophet For Our Time karya penulis AS Karen Armstrong adalah salah satu buku yang pernah saya baca untuk mengenal sosok Muhammad. Bagi saya, bagaimana studi Armstrong (yang notabene orang “barat”) soal Muhammad, menarik untuk diketahui. Apalagi, sebelumnya, saya membaca buku Sejarah Tuhan, yang juga ditulis olehnya.

Bagi saya, Armstrong menulis secara baik soal Muhammad. Itu mengejutkan saya. Awalnya, saya menduga, Muhammad berarti buruk di mana orang barat, tapi ternyata tidak seperti itu. Armstrong, bagi saya, berhasil menyajikan sosok Rasulullah sebagai seorang manusia yang utuh, pemimpin yang disegani dan berhasil membawa Islam dan kejayaan, di tengah peradapan Arab yang rumit.

Melalui Armstrong, saya memahami bagaimana “jihad” ala Muhammad. Sebuah jalan hidup yang sama sekali berbeda dengan jihad yang selama ini diteriakkan oleh kelompok Islam “garis keras”, yang suka melakukan kekerasan. Jihad dalam Muhammad, adalah menjalani hidup secara lurus, berdasarkan ajarah Tuhan atau Allah SWT. Penjelasan ini, saya harap, mengubah pandangan barat tentang sosok Muhammad.

Lalu, buku kedua yang membuka mata saya soal Muhammad adalah Michael H. Hart, seorang penulis berdarah Yahudi. Melalui buku berjudul 100 Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia, Hart menempatkan Muhammad di posisi nomor 1.

Saya bisa merasakan betapa “berat” keputusan Hart atas hal itu. Kalau saya tidak salah ingat, melalui buku yang ditulis tahun 1978 itu, Hart sempat “meminta maaf” kepada pembaca (yang diasumsikan sebagai orang barat), karena menempatkan Muhammad pada posisi pertama. Namun, secara terbuka, Hart menjelaskan, hasil studinya justru menemukan fakta ajaran Muhammad sangat berpengaruh bahkan lebih di lebih dari separuh penduduk bumi.

Di urutan selanjutnya, Hart menempatkan Isaac Newton, Yesus, Siddhartha Gautama, Kong Hu Cu, Santo Paulus, Ts’ai Lun, Johann Gutenberg, Christopher Columbus, Albert Einstein pada urutan 10 besar. Saya yakin, buku Hart sama sekali jauh dari niat untuk mengecilkan arti tokoh-tokoh itu dalam urutan. Dia hanya ingin menakar, pengaruh yang dihasilkan oleh ajaran/peran mereka itu di dunia.

Dan yang tidak kalah penting, adalah informasi yang saya dapat dari orang tua, kakek-nenek, guru/ustadz dan buku-buku klasik lain yang menjadi dasar pengetahun agama saya. Muhammad SAW, memang sosok yang luar biasa.

Luar biasa yang saya maksud, tentu saja dari dua dimensi: vertikal dan horisontal. Dialah, orang yang bisa secara vertikal mengenal Tuhannya. Menerima ajarannya, menjalankannya, dan menyebarkannya ke masyarakat secara luas. Lalu secara horisontal, saya memahami Muhammad SAW, sebagai sosok yang menghormati orang lain (termasuk menghormati musuhnya). 

Dalam hubungan horisontal ini, bagi saya, menjadi poin penting untuk kehidupan di dunia. Dia memperkenalkan arti kata keadilan, kesederhanaan hingga kemakmuran, tidak hanya bagi dirinya dan umatnya, tapi juga seluruh alam, tanpa pandang bulu. Bagi saya, seorang yang mengaku sebagai pengikut Muhammad, haruslah menjalani hidup seperti dia. Well, mungkin itu belum saya lakukan,..




Hal yang tidak lepas dari sosok Muhammad adalah kontroversinya. Satu hal yang sering dijadikan sasaran kritik padanya adalah jumlah istri Muhammad yang lebih dari satu. Juga, keputusannya untuk menikahi gadis berusia muda, di antara istri-istrinya yang kebanyakan adalah para janda.

Saya tidak pernah menganggap hal itu sebagai hal yang buruk. Tidak fair bila kita yang hidup di jaman kekinian, menakar peristiwa yang terjadi di jaman lampau, dengan sistem nilai (dan budaya) yang berbeda pula. Apa yang baik di jaman lampau, belum tentu baik di jaman ini. Begitu juga sebaliknya. Pengetahuan yang mendalam sungguh diperlukan untuk memahami masa lampau.

Bila suatu saat nanti saya berkesempatan untuk bertemu dengan Muhammad SAW dan orang-orang suci lainnya, saya sungguh ingin berterima kasih, sekaligus meminta maaf, karena sepanjang hidup saya, tidak mampu menjadi sosok sebaik mereka...

Iman D. Nugroho

No comments:

Post a Comment