11 April 2011

Ketika kehamilan dipersoalkan

Kehamilan buruh migran Indonesia (BMI) dianggap masalah oleh PJTKI dan BP3TKI. Demikian yang disampaikan oleh Rizal Saragih, Perwakilan Badan Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Sumatera Utara (9/4).


“Sekitar 95-97 persen masalah yang sering timbul, bukan karena permasalahan hubungan kerja melainkan di luar hubungan kerja misalnya melarikan diri dan hamil” ujar Rizal.

Ketua Indonesian Migrant Workers Union (IMWU) di Hong Kong Sringatin mengatakan, apa yang dikatakan Rizal mengingkari hak reproduksi BMI, yang dijamin oleh standar Internasional.

"Buruh migran perempuan, merasa kaget, bahwa ternyata pemerintah dan PJTKI memandang bahwa hamil itu merupakan masalah, ini sangat menggelikan," katanya.

Hak reproduksi perempuan yang dikatakan oleh Antin tercantum dalam berbagai setidaknya di konvensi internasional seperti Konvensi PBB Tahun 1990 Tentang Perlindungan Hak Buruh Migran dan Anggota Keluarganya dan Konvensi PBB tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan.

Masih menurut Ketua IMWU, bahwa seharusnya pemerintah menjamin hak atas reproduksi ini dalam kerangka hak-hak dasar dan demokratis BMI. Sampai hari ini BMI menanggung beban ganda baik sebagai BMI maupun sebagai perempuan

“Seharusnya perlindungan terhadap hak reproduksi ini dapat menjadi perhatian pemerintah, semenjak mayoritas BMI adalah kaum perempuan. Sudah seharusnya MoU dengan negeri penempatan hak ini dijamin, wong di Hong Kong saja majikan dilarang melakukan PHK terhadap pekerja rumah tangganya yang hamil” terang Antin.

Merubah cara pandang

Masih dimasukannya kehamilan dalam daftar masalah, mencerminkan bahwa pemahaman terhadap kesadaran gender dikalangan pemerintah dan PJTKI belum tercapai.

“Ini repot, jika pemahaman terhadap kesetaraan gender tidak tuntas di kalangan PJTKI dan terutama pemerintah, karena mayoritas BMI adalah kaum perempuan dan pihak yang harus bertanggung jawab dalam melakukan perlindungan adalah pemerintah. Kalau kesetaraan gender belum menjadi nilai dalam system penempatan dan perlindungan BMI maka tingkat kerentanan terhadap BMI akan semakin tinggi” jelas Antin.

Kiranya sebuah kursus tentang kesetraan gender bagi seluruh pihak terkait mulai dari Pemerintah, PJTKI, BNP2TKI dan buruh migran itu sendiri, bahkan dirasa perlu untuk dimasukan kedalam kurikulum pendidikan BMI dan syarat pendirian PJTKI. | Press Release

No comments:

Post a Comment