19 May 2010

Kandidat Perempuan dan Independen tampil beda

Iman D. Nugroho

Kehadiran kandidat perempuan dan kandidat independen dalam Pemilihan Walikota Surabaya 2010-2015 ini bisa jadi akan mengantar Surabaya ke dalam sejarah baru walikotanya.

Dua kandidat yang menjadi buah bibir itu adalah kandidat perempuan Tri Rismaharini (nomor 4) dan Fitradjaya Purnama (nomor 5). Dalam debat yang juga menandai kampanye hari pertama itu, Risma memunculkan figure keibuan, sementara Fitra menawarkan solusi sederhana dalam persoalan pelik yang dihadapi Surabaya. Tiga kandidat lain, Bagio F. Sutadi (nomor 1) , Fandi Utomo (nomor 2) dan Arif Afandi (nomor 3) tampil datar.

Perempuan


Nama Risma sempat mencuat ketika dirinya berhasil mengubah wajah Surabaya saat menjabat sebagai Kepala Dinas Pertamanan Pemerintah Kota Surabaya. Perempuan yang kini menjabat sebagai Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya ini yang mengubah Surabaya menjadi penuh bunga dan bertabur hijau taman kota.

Risma juga berhasil menggenjot Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Surabaya dalam waktu 2 tahun, dan orang yang mendesain system lelang melalui internat atau dikenal sebagai E-proc. “Saya sudah membuktikan kalau saya bisa,” kata perempuan yang menolak mengubah penampilan fisiknya dalam pencalonan walikota ini. Bila Risma terpilih, maka untuk pertama kali dalam sejarah, Surabaya akan dipimpin oleh Walikota Perempuan.

Independen

Aksi kandidat independen Fitradjaya Purnama juga membawa atmosfir berbeda dalam Pilkada Surabaya kali ini. Fitra yang diusung oleh beberapa elemen NGO di Surabaya, dengan didukung oleh Sultan Hamengkubowono IX ini tampil bak orator dalam demonstrasi di atas panggung debat kandidat. Terobosan ide Fitra yang “garis keras” tak jarang meniptakan aplaus panjang dari pengunjung.

“Ada satu cara yang bisa dilakukan dalam mengurangi kemacetan, yakni menggalakkan transportasi public dan melarang mobil berplat selain “L”, untuk masuk ke Surabaya,” kata aktivis tahun 90-an ini dalam debat kandidat itu. Bahkan, Fitra juga meminta masyarakat untuk menerima segala bentuk money politics yang beredar, namun tetap memilih dirinya dalam Pilkada Surabaya, mendatang.

Lulusan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya ini bahkan dengan tegas menyatakan dirinya tidak akan mundur selangkah pun bila nantinya gagal menjadi Walikota Surabaya. “Orang banyak mengira saya ingin jadi Walikota Surabaya, padahal cita-cita saya menjadi Presiden Indonesia, dan kalau toh saya gagal jadi Walikota, hal itu tidak akan menghalangi cita-cita saya,” kata organizer berbagai aksi massa dalam demonstrasi melawan Orde Baru ini.



| republish | Please Send Email to: iddaily@yahoo.com |

No comments:

Post a Comment