27 October 2009

"Sedikit" Belajar dari Guy Lagache

Iman D. Nugroho

Beberapa hari di Kalimantan bersama Guy Lagache, sungguh sebuah kesempatan berharga. Guy yang lahir 9 Februari 1966 di Boulogne-Billancourt, Prancis itu memberikan khasanah baru bagaimana seharusnya jurnalis bekerja. "Kita tidak boleh menyimpulkan sebelum berita itu ditemukan," katanya. Di Indonesia, Guy (baca: Gi), memang tidak seberapa terkenal. Tapi di Prancis, Guy merupakan sosok yang dianggap sebagai "bintang" baru dalam dunia jurnalistik negeri Menara Eiffel itu.


Anak tukang kayu yang kemudian memilih menekuni dunia jurnalistik setelah lulus dari School of Journalism di Columbia University di New York ini memulai karir pertama kalinya pada tahun 1990. Selama dua tahun. ia bekerja di kantor berita Capa untuk acara 24 Hours. Lalu, memilih bergabung dengan France 3 bersama jurnalis Christine Ockrent.

Di tempat itu, laki-laki penggemar salad ini dipercaya memegang program politik France 3 di Prancis Eropa Express. Dari tahun 1995 hingga 1999, Guy pindah ke M6 TV untuk acara Capital on M6 dan mulai menjadi presenter pada 2003 untuk program ekonomi di stasiun yang sama. Karir jurnalistiknya semakin memuncak saat 5 Februari 2009 lalu, Guy mewawancarai Nicolas Sarkozy bersama presenter lain, Laurence Ferrari (TF1), David Pujadas (France 2) dan Alain Duhamel (RTL).

Guy menyunjungi Indonesia pertama kali pada 2002. Saat Bom Bali meledak, Guy sedang berlibur di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Beberapa hari lalu, dia kembali ke Indonesia untuk acara baru bernama Objectif Terre. Kalimantan menjadi tujuannya. Menurut Guy, pulau terluas di Indonesia itu memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan di bumi. Sayangnya, perkembangan yang terjadi, justru banyak hutan di Kalimantan berubah kondisi karena berbagai hal. Mulai terbakarnya lahan gambut, hingga perubahan peruntukan menjadi perkebunan kelapa sawit.

Berbeda dengan banyak jurnalis, dalam pembuat pertanyaan kepada nara sumber, Guy kerap kali bertanya "mengapa?" (baca: why?). Menurutnya, pertanyaan itu menjadi cara jurnalis untuk mengetahui alasan sebuah kejadian. Apapun jawaban narasumber, katanya, menjadi sangat penting untuk diketahui. Meskipun, Guy mengetahui, jawaban itu tidak selalu "memuaskan" jurnalis, tapi paling tidak jurnalis menjadi mengerti apa "jawaban resmi" yang bisa dilontarkan nara sumber.

Guy memilih untuk menjaga jarak antara pengetahun jurnalis dan kenyataan di lapangan. Meski secara terbuka dia meyakini, jurnalis sudah mengetahui jawaban dari semua yang dihadapinya, tapi hal itu tidak membuat jurnalis bisa menyimpulkan di awal tentang sesuatu. Bisa jadi, apa yang diperkirakan jurnalis sebelumnya, justru beebanding terbalik dengan kenyataan di lapangan. "Tugas kita hanya bertanya, tidak menyimpulkan," katanya.

Keterangan Foto:
Guy Lagache sedang menunggu proses pengambilan gambar sunset di sebuah bukit di Palangkaraya. (Iman D. Nugroho)

No comments:

Post a Comment