20 June 2009

Menahan Mual di Antara Para Tim Sukses Capres

Iman D. Nugroho

Entah, dosa apa yang saya perbuat selama ini. Kok bisa-bisanya kumpul dengan para tim sukses calon presiden dan calon wakil presiden 2009 plus para supporternya. Bisa dibayangkan, mereka sama-sama menunjukkan sisi baik kandidat yang mereka dampingi dan pura-pura bego dengan sisi negatif yang ada. Agak-agak memuakkan,..


Malam sudah berlalu, berganti dini hari. Tetap saja pembicaraan pagi ini berkutat masalah si pasangan capres/cawapres ini dan itu. "Memang pasangan ini lebih maju soal pendidikan, tapi masalah lain kan tidak," kata kawan yang tergabung dalam tim capres. "Tapi kalau persoalan Aceh, justru dia (menyebut nama capres) yang berperan," katanya. Kawan yang lain menimpali,"Itukan katamu, bagiku tetap si anu," katanya. Kawan yang lain, dari tim capres yang lain lagi, malah nggerundel. "Kalau memang seperti itu, mengapa tidak dilakukan kemarin-kemarin," katanya.

Begitulah. Kalau kita berada di antara para tim sukses, yang terjadi bisa ditebak. Kalau tidak mendengar nilai plus capres-cawapres, atau malah terhujani dengan hal-hal buruk yang belum pernah kita dengar sebelumnya. "Tahu nggak, kasus monorel itu, itu kan rebutan antara di ini dan si itu," kata seorang kawan. "Lain lagi soal IMF, aku ada data, si ini yang tanda tangan," katanya.

Dalam hati kecil, ingin rasanya mengambil kerupuk ukuran besar dan menyorongkan ke mulut mereka. Selain membuat konsentrasi bicara akan beralih menjadi konsentrasi menggigit kerupuk, juga (rasanya)mendengarkan suara krupuk tergigit lebih indah ketimbang mendengarkan semua hal tentang capres-cawapres. Tentu saja, hal itu tidak aku lakukan. Memilih untuk menjunjung tinggi prinsip dasar demokrasi dengan mendengarkan hasil "kerja" para tim sukses.

Kawan-kawan tim sukses ini lupa. Ada regulasi yang sudah dilanggar, ada kebohongan yang sudah ditebar dan ada persoalan rakyat yang terabaikan saat pilpres menjelang. Meski ada uang bertaburan, tapi juga ada airmata bercucuran. Ada cita-cita yang kandas ditelan hiruk pikuk iklan pilpres di televisi. "Pokoknya si ini yang harus jadi!". "Itu pilihanmu, tapi aku menyarankan si itu,". "Gimana kalau ini saja,"

Alamak,..

No comments:

Post a Comment