Press Release
Pada tanggal 25 Maret dan 27 Maret 2009, KPU diam-diam telah mengeluarkan Peraturan KPU No 22 Tahun 2009 tentang Pedoman Audit Laporan Dana Kampanye  serta Surat Edaran Nomor 612/KPU/III/2009 perihal Penjelasan Teknis Peraturan KPU No 1 Tahun 2009. Peraturan tersebut diperuntukkan bagi Kantor Akuntan Publik  (KAP) dan Surat Edaran tersebut ditujukan seluruh Pimpinan Partai Politik tingkat pusat, KPUD Propinsi dan KPUD kabupaten/kota. Surat Edaran ini hendak  menegaskan dan menjelaskan klausul teknis yang ada pada Peraturan KPU No 1 tahun 2009 tentang Pencatatan dan Pelaporan Dana Kampanye Pemilu Legislatif.
Setelah membaca dengan teliti peraturan dan surat tersebut, ada beberapa hal yang bunyinya sangat membahayakan proses pemilu itu sendiri. Dalam lampiran A huruf 9  Peraturan 22/2009, disebutkan bahwa “jumlah sumbangan untuk setiap nama penyumbang untuk setiap transaksi sumbangan tidak boleh melebihi ketentuan pasal 131 dan  133 UU No 10 Tahun 2008.” 
Demikian halnya dalam Surat Edaran 612, yakni pada poin 4 huruf f yang menyebutkan bahwa “batasan sumbangan maksimal dana kampanye, baik untuk individu  maupun badan usaha sebagaimana diatur dalam UU No 10 Tahun 2008 pasal 131 dan 133 berlaku untuk sumbangan per transaksi, bukan batasan sumbangan maksimal  secara akumulasi.” Dari pengertian dan aturan yang dibuat oleh KPU, bisa diartikan bahwa
 batasan maksimal sumbangan dana kampanye berlaku untuk setiap kali  transaksi saja. Jika ada penyumbang individu yang menyumbang hingga 50 kali, sepanjang tiap kali menyumbang nilainya tidak lebih dari Rp
1miliar, menurut KPU itu adalah sah.
Penafsiran terhadap pasal 131 dan pasal 133 teramat konyol karena sebenarnya fungsi pembatasan sumbangan dana kampanye untuk menciptakan iklim kompetisi  kampanye yang lebih adil bagi setiap peserta pemilu. Atas keluarnya surat tersebut, akan ada implikasi buruk kedepan, yakni: Pertama, batasan sumbangan maksimal  pertransaksi hanya akan memperlebar jurang antara peserta pemilu yang berlimpah uang dengan yang tidak. Pincangnya sumber daya yang dimiliki antara masing-masing  peserta pemilu membuat proses pemilu menjadi tidak fair dan kompetitif karena peserta pemilu yang memiliki banyak dana kampanye akan dapat menggunakan dana
tersebut untuk kepentingan memenangi pertarungan. Ibarat pertandingan, pemain kelas bulu tentu tidak akan bisa menang berhadapan dengan pemain kelas berat.
Kedua, batasan sumbangan maksimal pertransaksi telah mendorong sumbangan dana kampanye menjadi tidak terkontrol karena pada prinsipnya batasan sumbangan dana  kampanye menjadi tidak berlaku. Siapapun, baik perusahaan maupun individu dapat menyumbang tanpa batas sepanjang dalam tiap kali transaksi, sumbangannya tidak  melebihi Rp 1 miliar untuk individu dan Rp 5 miliar untuk swasta. Peraturan ini akan mendorong penyumbang besar menggelontorkan dana mereka untuk peserta pemilu  yang prospektif. Dengan demikian, aturan main yang dibuat oleh KPU justru telah meniadakan aturan mengenai batasan sumbangan dana kampanye itu sendiri.
Ketiga, batasan sumbangan maksimal pertransaksi akan menciptakan pemenang pemilu yang kemungkinan besar akan disandera oleh penyumbang besar. Tanpa adanya  batasan sumbangan maksimal dana kampanye, pengusaha terkaya di Indonesia bisa membeli partai politik untuk menjaga kepentingan mereka kedepan. Keempat, batasan  sumbangan maksimal pertransaksi hanya akan mendorong manipulasi laporan dana kampanye yang kian intens. Jika pada UU No 10 tahun 2008 pengertian mengenai  batas sumbangan dana kampanye maksimal untuk satu kali periode pemilu (akumulasi), akan menyulitkan bagi peserta pemilu untuk melakukan manipulasi dana  kampanye, meskipun tetap dimungkinan terjadi. Akan tetapi dengan pengertian yang diciptakan oleh KPU, pelaporan dana kampanye akan menjadi sangat mudah  dimanipulasi mengingat setiap orang atau perusahaan yang sama, dapat menyumbang lebih dari satu kali sepanjang tidak melebihi batasan per transaksi
sebagaimana diatur KPU.
Dengan lahirnya peraturan diatas, KPU hanya akan melahirkan kompetisi politik yang lebih liar dan merendahkan derajat akuntabilitas pelaporan dana kampanye setelah  sebelumnya KPU terlambat sekali menjatuhkan sanksi administratif bagi peserta pemilu yang lalai dalam menyerahkan rekening khusus dana kampanye dan laporan awal  dana kampanye.
Oleh karena itu, kami menuntut kepada KPU untuk :
Pertama, merevisi peraturan KPU No 22 tahun 2009 dan Surat Edaran 612/2009 dengan menetapkan bahwa batasan sumbangan maksimal dana kampanye adalah  akumulasi dari seluruh sumbangan dari masing-masing penyumbang dalam satu periode pemilu legislatif, bukan pertransaksi.
Kedua, mendesak KPU untuk tidak menafsirkan secara sembrono bunyi peraturan perundang-undangan yang berimplikasi pada makin buruknya kualitas pemilu karena  pertanggungjawaban dan transparansi dana kampanye peserta pemilu yang sulit dikendalikan.
Jakarta, 3 April 2009
TII-CETRO-ICW



 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar