05 February 2009

Tranparency International Indonesia: Surabaya Menempati Peringkat Ke-31 Kota Terkorup

Iman D. Nugroho, Surabaya

Pemerintah Kota Surabaya menempati peringkat ke-31 dalam Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia 2008. Dari 50 kota se-Indonesia yang disurvei Transparency International Indonesia (TII), Surabaya hanya mendapatkan skor 4,26. Skor itu di bawah Malang, Jember dan Kediri yang menempati urutan ke-13, 14 dan 15. Sementara itu, Kota Jogjakarta, Palangkaraya dan Banda Aceh menempati tiga besar dengan nilai tertinggi 6,43 yang didapatkan Jogjakarta. Urutan terbawah ditempati oleh Kupang, Tegal dan Manokwari. “Data ini menunjukkan , Pemerintah Kota Surabaya belum serius melakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi di Surabaya,” kata Anita Rahman Akbarsyah dari TII, Kamis (5/2) ini di Surabaya.


Lebih jauh Anita menjelaskan, data yang dilansir TII ini adalah fakta bahwa masih ada penjabat pemerintah Surabaya yang terjebak dalam prilaku korupsi. Salah satu contohnya adalah kasus korupsi yang melilit Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) Kota Surabaya. Seperti diketahui, kasus itu menyeret Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Surabaya Bunari dengan jumlah uang Negara yang dikorupsi sebesar Rp. 1,5 miliar. Sebelumnya, kasus korupsi juga terjadi di dermaga Kalimas Pelabuhan Antar Pulau Tanjung Perak Surabaya. Dalam kasus itu, enam pegawai negeri sipil diperiksa secara intensif karena diduga terlibat pungutan liar.

Selain mengukur tingkat korupsi di 50 kota di Indonesia, TII juga mengungkapkan indeks suap yang terjadi di 15 institusi public. Yang mengejutkan, institusi kepolisian menempati posisi teratas, dengan nilai rata-rata uang transaksi korupsi yang beredar sebesar Rp.2.273.000,-. Namun, jumlah uang yang paling besar justru terjadi di pengadilan di Indonesia. Jumlah rata-rata uang yang beredar hingga mencapai Rp.102.412.000,- Uniknya, korupsi juga terjadi di Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan jumlah uang korupsi sebesar Rp.1.678.000,-.

Wakil Walikota Surabaya, Arief Affandi berkomentar datar atas data yang ditunjukkan oleh TII ini. Menurut mantan pimpinan redaksi sebuah media terbesar di Jawa Timur ini, pemerintah memang membutuhkan koreksi terus menerus dari masyarakat. “Ini semacam evaluasi bagi pemerintah kota, dan kami memastikan akan ada sanksi dari pemerintah kepada oknum pelaku korupsi yang terungkap, pasti akan kita pecat,” kata Arief Affandi. Arief mencontohkan kasus yang menimpa Kadishub Surabaya, Bunari. “Kalau memang polisi menentukan Bunari bersalah, pasti akan kita sanksi,” katanya.

Sementara itu Gunawan Hadi Susilo, Kepala Bagian Pengawasan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) mengatakan Indonesia masih menghadapi berbagai kendala pemberantasan korupsi. Mulai aspek strukturan, kulturan, instrumental dan manajemen. “Seperti lemahnya koordinasi, sifat ewuh pakewuh hingga peraturan yang tumpang tindih, ini harus kita akui,” katanya. Meski demikian Menpan meyakinkan adanya percepatan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. “Dan ini adalah upaya bersama, tidak bisa hanya dilakukan oleh pemerintah saja,” katanya.

No comments:

Post a Comment