19 February 2009

Bu Hillary, Sampaikan Ini ke Pak Obama, please,..

Iman D. Nugroho, Surabaya


Hai Bu Hillary,..
Beberapa hari di Indonesia, bagaimana rasanya? Jelas sudah bukan hal baru. Kalau tidak salah, Bu Hillary pernah mengunjungi negara Asia. Kurang lebih, atmosfir di Indonesia tidak berbeda. Yang membedakan mungkin adalah senyum yang selalu terkembang. Senyum rakyat Indonesia adalah senyum yang berbeda. Senyum yang di baliknya ada tangis dan air mata. Tangis dan air mata yang terlalu sering hadir, akhirnya menjadi kebiasaan. Atau bahkan lupa, pernah melakukannya,..


Tapi semuanya tidak penting dibanding beberapa hal yang bakal menjadi catatan ini. Catatan pertama adalah persoalan ekonomi. Bu Hillary, perekonomian Indonesia sangat dahyat. Gambarannya seperti donut di Dunkin Donuts yang jarang sekali berubah bentuk. Bulat, tengah-tengahnya berlubang. Permukaannya berisi gula halus, coklat atau berbagai hal lezat lain. Begitulah, perekonomian permukaan memang manis. Jumlah plaza, supermarket dll semakin banyak. Juga bangunan tinggi, dengan berbagai ornamennya. Tapi di balik itu, tepat di tengah-tengah masyarakat---tak ubahnya seperti donut---kosong. Empty! Masyarakat miskin tetap ada.

Tak mampu menikmati manisnya. Tapi, justru di bangian tengah itulah the real Indonesia. Apa yang menyebabkan semuanya. Sistem kapitalisme yang ditawarkan dan (sorry to say) dipaksakan negara maju kepada negara berkembang yang menjadi salah satu stimulus semuanya. Pemerintah Indonesia seperti mendapatkan pelecut yang begitu keras. Ingin mengejar "syarat-syarat" yang diajukan negara maju, namun tidak mempertimbangkan objective fact di lapangan. Hasilnya, kemiskinan! Yup,..poverty, mam. Kemiskinan yang akut. Kanker kemiskinan ini suatu saat akan meledak menjadi revolusi sosial. Apakah itu yang diinginkan AS pada Indonesia. Revolusi sosial? Tentu saja tidak. But,...mungkin AS punya data-data yang lebih valid soal itu. Ada yang bilang, jaringan AS di Indonesia masih sangat kuat. Di setiap strata, AS pasti punya channel. Coba saja tanya channel-channel sampeyan. Dasti data yang ditunjukkan kurang lebih sama.

Dalam dunia politik. Ini yang paling penting. Coba tanya paman Google, dan search soal Indonesian politics issues. Pasti yang keluarga berbagai hal yang sangat menarik. Mulai sengketa pemilihan kepala daerah, kualitas calon legislatif yang minim dan euforia papan nama calon legislatif itu. Tentu saja, untuk kelompok politik yang kaya raya, mereka punya kuasa memasang iklan di televisi, radio dan media-media lain. Well,..itu memang sangat demokratis. Hanya saja, demokrasi ala Indonesia belum mampu bersaing di wilayah kualitas. Maksudnya, jangan pernah bicara soal kualitas demokrasi Indonesia. Bertanyalah soal kuantitas pelaksanaan demokrasi. Bu Hillary akan mendapatkan gambaran yang TOP BGT. Ini bahasa pro-kem Indonesia. Atau,..top banget or wow its great!

Tapi, seperti hal donut, yang justru terpengaruh itu hanya di bagian permukaan saja. Masyarakat Indonesia itu dont give a s**t about that! Masyarakat seperti lagu Indonesia lagi ngetop, judulnya Kepompong (i'm sure you will love this song), sudah berubah dari ulat menjadi kupu-kupu. Bukan kupu-kupu yang indah dengan warna-warninya, namun kupu-kupu hitam yang kuat dan kokoh. Tidak cengeng, namun tetap kecil dan tidak berdaya. Kondisi sosial indonesia adalah "hitam", tidak cengeng namun tidak berdaya. Mengapa? Karena hanya sedikit intelektual dan "orang pintar" Indonesia yang berpikir soal rakyat. Dalam hal ini the real condition of the people. Kebanyakan hanya berpikir soal dirinya sendiri, kelompoknya atau,...ah, tanya aja channel AS di Indonesia.

Dan kondisi sosial itu pun menggeser budaya masyarakat Indonesia yang "ketimuran" menjadi,...mmm,..budaya munafik. Tidak menampakkan hal yang sebenarnya. Memang ini tidak berlaku untuk semua orang, namun itu yang saat ini kental terasa. Yang miskin sok kaya. Yang kaya sok miskin. Yang pintar sok bodoh. Dan yang bodoh sok pintar. Memang seperti itu adanya. If you ask me why? Well, i dont know! Mungkin itu yang disebut dalam budaya jawa: Jaman Edan! Semua terjadi karena sebagai hal bodoh yang menghimpit Indonesia. Hey,...apa yang terjadi di dunia global dengan pernah-pernik negatif-nya ikut ambil bagian membentuk budaya Indonesia menjadi seperti ini.

Seperti numeric yang nggak akan pernah berhenti, persoalan di Indonesia juga masih banyak. Tapi sudahlah, mumpung sampeyan ada di sini, tolong sampaikan dulu hal itu ke Mr. President Barrack Obama. Bilang sama dia, tidak usah lagi bernostagia dengan Jakarta dan Indonesia. Nggak penting! Ada persoalan riil yang harus diadapi...

No comments:

Post a Comment