19 August 2008

Berpeluh Demi Tempat Penyu Berlabuh











Iman D. Nugroho

“Ada penyu bertelur!..ada penyu bertelur!..” Teriakan petugas Taman Nasional Meru Betiri (TMNB), Sabtu (16/08/08) malam lalu itu memecah keheningan Pos Penjagaan TNMB di Partai Penyu Sukamade, Banyuwangi. Sontak, beberapa pengunjung yang saat itu berada di areal pos penjagaan berlarian ke arah pantai yang berjarak sekitar 1 Km. Ada yang membawa senter, ada juga yang nekad menembus gelapnya malam sambil memanfaatkan cahaya bulan.


Sekitar 20 meter menjelang bibir pantai, suara debur ombak mulai terdengar. Angin laut pun bertiup sedikit kencang, menggoyangkan rerumputan yang tumbuh liar di sekitar pantai. Kilatan blitz kamera pengunjung yang sudah sampai di lokasi penyu bertelur, bagai penunjuk arah di tengah gelap malam. “Tolong jangan terlalu dekat dengan penyu, hal itu akan mengganggu proses bertelurnya penyu,” kata Slamet, salah satu petugas TMNB yang ada di lokasi pendaratan penyu.

Saat akan bertelur, penyu menjadi sangat sensitif. Adanya sedikti cahaya saja mampu membuat penyu membatalkan aktivitasnya. Sebaliknya, ketika penyu sudah bertelur, dia akan lebih tenang. Penyu betina yang malam itu bertelur tergolong besar. Panjang cangkang penyu sekitar 1 meter, dengan sirip sepanjang 60 Cm di samping kanan dan kirinya. Kepala penyu sebesar dua kali kepalan tangan orang dewasa itu selalu bergerak-gerak ke kanan dan ke kiri. Seperti mengawasi keadaan sekitarnya. Sesekali, sirip depannya mengibas pasir pantai, membuat lobang pendaratan penyu menjadi lebih dalam. Usai bertelur, penyu betina bergerak ke arah kiri, dan membuat lubang tipuan bagi predator. Setelah itu, bergerak pelan menuju pantai, dan menghilang dalam gulungan ombak.

Pantai penyu Sukamade hingga saat ini masih digunakan sebagai lokasi pendaratan penyu untuk bertelur. Di pantai sepanjang 3 Km seluas 250 Ha yang membentang dari timur ke barat ini sering didarati oleh empat jenis penyu. Penyu Hijau (Chelonia Mydas), Penyu Lekang (Lephidochelys olivacea), Penyu Sisik (Eretmochelys Imbricata) dan Penyu Belimbing (Dhermochelys Coriacea). Namun, hanya Penyu Hijau dan Penyu Selengkap yang paling sering “menyapa” pantai ini.

Kehadiran penyu di Pantai Penyu Sukamade, adalah hal yang penting. Tidak hanya bagi TNMB sebagai aparat pengelola pantai itu, melainkan bagi penduduk Jawa Timur pada umumnya. “Kehadiran penyu adalah bukti masih alaminya pantai, dan itu yang harus terus dijaga,” kata Heri Subagiyadi, Kepala TNMB pada The Jakarta post. Karena alasan itu jugalah, TNMB berupaya keras untuk menjaga kealamian Pantai Sukamade. Apalagi, berdasarkan pantauan organisasi World Wide Fund (WWF), Pantai Sukamade merupakan tempat makan penyu terbesar di Jawa.

Di pantai ini, setiap bulannya ada sekitar 20 penyu yang mendarat dan bertelur. Seekor penyu, rata-rata bertelur 100-150 butir. Penyu yang Sabtu malam lalu mendarat, bertelur sebanyak 118 butir. Setidaknya ada 2500 butir terlur yang ditanam di pantai Sukamade setiap bulannya. Namun jumlah itu bukan berarti angka “aman”. Jumlah penyu telur penyu yang menetas dan menjadi penyu dewasa adalah 1000:1. Artinya, untuk tiap 1000 telur yang menetas menjadi tukik dan kembali ke laut, hanya 1 tukik yang bertahan hidup.

Belum lagi bila ada predator yang siap memangsa telur penyu. Seperti anjing, elang, ular hingga macan tutul. “Namun, predator terganas adalah manusia, manusialah yang sering “memangsa” telur penyu untuk dijual,” kata Heri. Telur penyu memiliki harga cukup tinggi. Sampai Rp.1500-2000,-/ekornya. Sementara telur ayam hanya seharga Rp.15 ribu/Kg dan berisi 15-16 butir telur.

Tidak hanya itu, penangkapan penyu dewasa pun terus berlangsung. Utamanya di Pulau Bali, yang memiliki adat memakan daging penyu saat upacara keagamaan. “Tapi ternyata itu cuma alasan, karena investigasi kami menyebutkan, penangkapan itu terjadi setiap saat, tidak hanya saat upacara keagamaan, bahkan ada juga yang menjual lemak penyu untuk bahan kosmetik,” jelas Heri.

Karena alasan itulah, TNMB merasa perlu melakukan intervensi penetasan telur penyu yang sering disebut dengan penetasan semi alami. Penetasan semi alami yang dimaksud di sini adalah menetaskan telur dipasir pantai yang diawasi secara ketat oleh aparat TNMB. Prosesnya tergolong sederhana. Telur penyu yang “ditanam” secara alami oleh induk penyu betina akan diambil dan kembali ditanam di pos TNMB yang terletak sekitar 1 Km dari bibir pantai. Di tempat itu, telur-telur penyu akan didata. Biasanya, dalam jangka waktu satu minggu, telur akan menetas menjadi tukik. Tukik-tukik itu akan dikembalikan ke habitatnya di laut lepas. Hingga Juli ini, sudah 13.510 tukik dilepas di laut lepas. Dalam satu tahun TNMB rata-rata menetaskan 20 ribu telur penyu.

Yang unik, jenis kelamin penyu bisa “diatur” berdasarkan panas pasir pantai yang digunakan untuk penetasan. Untuk “menghasilkan” penyu jantan, diperlukan pasir pantai bersuhu 26-28 derajat celcius. Sementara untuk penyu betina bisa terbentuk dengan pasir pantai yang sedikit lebih hangat, sekitar 29-31 derajat celcius.

Ironisnya meski penanganan sudah begitu rupa, tetap saja masih ada upaya pencurian telur penyu. Setidaknya, TNMB mencatat ada 30 persen dari keseluruhan telur penyu dicuri setiap tahunnya. “Dalam tahun 2008 ini, TNMB sudah melaporkan empat pencurian telur penyu kepada polisi, meski hingga saat ini belum ada tindak lanjutnya,” kata Heri.

Apapun kondisinya, Heri bertekad untuk terus membangun Pantai Sukamade menjadi khawasan konservasi penyu yang disebut Unit Pengelolaan Konservasi Penyu. Unit baru ini akan berkonsentrasi pada aktivitas penelitian, pengambangan habitat dan produksi (penetasan telur penyu) dan pemberdayaan masyarakat. “Saya sudah mempresentasikan hal itu di depan Direktorat Jasa Lingkungan dan Wisata Alam (PJLWA), entah bagaimana hasilnya,” jelas Heri.

Bila proposal itu disetujui, maka akan ada peralatan penelitian baru ditempatkan di TNMB Sukamade. Plus, perbaikan unit penetasan semi alami dan tempat pengamanan penyu. Setidaknya, untuk berbagai hal itu dibutuhkan dana sebesar Rp.150 juta/bulan. Dana terbesar digunakan untuk peralatan tagging (penanda penyu). Alat seharga Rp.24 juta dengan kemampuan pengiriman signal ke satelit ini seharga Rp. 24 juta perbuah. “Namun semua itu penting dilakukan demi menyelamatkan masa depan penyu,” jelas Heri.

Selama ini, anggaran perbulan yang dikeluarkan TNMB Sukamade “hanya” menelan Rp.15 juta/bulan untuk enam orang pekerja. Anggaran itu untuk membiayai 3 orang polisi hutan, 1 aparat pengendali ekosistem hutan (PEH) dan 2 orang non struktural. Sekaligus untuk membeli bahan bakar genset untuk lampu dan satu sepeda motor. Keenam aparat itu bertanggungjawab mengawasi kawasan TNMB seluas 11 Ha dan terdiri dari pantai dan hutan. “Dengan kondisi itu, kita berusaha sebaik mungkin,..” kata Heri. Pripritas utama, segera mengamankan telur penyu yang baru ditanam di pantai, seperti Sabtu malam itu.

“Ada penyu bertelur!..ada penyu bertelur!..”***

No comments:

Post a Comment