17 April 2008

Kesalahan Penanganan Dalam Penembakan Alastlogo Pasuruan

Iman D. Nugroho

Penembakan warga desa Alastlogo, Pasuruan, yang menewaskan 4 orang, dan melukai belasan lainnya oleh pasukan Marinir TNI-AL, adalah buah dari berbagai kesalahan penanganan. Hal itu yang tampak dalam persidangan di Mahkamah Tinggi Tinggi III Surabaya, Kamis (17/04/08) ini. Meski begitu, Mantan Kepala Seksi Operasi Marinir Grati Pasuruan, Mayor Marinir Bakri menekankan, penembakan itu bisa dibenarkan sebagai upaya menjaga diri dan alasan menjaga aset TNI-AL.


Penanganan yang keliru itu tampak dari kebiasaan pasukan Marinir yang melakukan patroli dengan membawa peluru tajam. Dalam patroli rutin yang dilakukan 30 Mei 2007 lalu itu misalnya, 13 pasukan patroli Marinir membawa 12 senjata jenis Senapan Serbu (SS) 1, dengan 10 peluru tajam, 5 peliru hampa dan 2 peluru karet. Di hari yang sama itulah tragedi penembakan terjadi.

Mantan Kepala Seksi Operasi Marinir Grati Pasuruan, Mayor Marinir Bakri mengatakan, kebiasaan membawa peluru tajam itu sudah ada sebelum dirinya menjabat di Grati Pasuruan. "Sebelum Saya masuk ke Pasuruan pada Agustus 2006, kebiasaan itu (membawa peluru tajam) sudah dilakukan, makanya ketika hari itu akan dilakukan patroli, perlengkapan yang dibawa pun sama," kata Bakri.

Mayor Marinir Bakri menekankan, sebagai tentara, patroli membawa senjata memang harus dilakukan untuk mengamankan aset TNI-AL. Apalagi di dua lokasi patroli, Desa Alastlogo dan Desa Sumber Anyar, sering ada demo anarkhi. "Karena itu Marinir berhak melakukan upaya pencegahan, bentuknya dilihat kondisi di lapangan," katanya.

Mayor Marinir Bakri juga sudah menekankan kepada Letnan Budi, kepala tim patroli saat itu, untuk menghindari kontak fisik dengan masyarakat. Bakri juga memerintahkan anak buahnya untuk tidak merusak tanaman masyarakat yang ada di wilayah patroli seluas 3600 Ha dengan 10 desa itu. Namun yang terjadi justru di luar dugaan. Pasukan patroli yang sedang bertugas terlibat penembakan warga sipil yang menewaskan empat orang.

Tragedi itu, kata Mayor Marinir Bakri disebabkan karena ada lemparan dengan batu oleh sekitar 300-an penduduk Alastlogo yang mengetahui adanya patroli Marinir. Dalam sebuah pembicaraan telepon, Letnan Budi dan Mayor Bakri sempat dilaporkan bahwa pasukan patroli sedang terdesak oleh tindakan penyerangan oleh penduduk. "Saya sudah perintahkan untuk mundur, tapi kemudian hubungan telepon terputus, hingga akhirnya saya tahu ada penembakan dan korban jiwa," kata Mayor Bakri.

SS1 Senjata Berbahaya

Sementara itu, Suprapto, ahli senjata dari PT. Pindad yang hadir sebagai saksi ahli dalam persidangan Kamis ini mengatakan, senjata SS 1 yang digunakan oleh pasukan Marinir adalah senjata serbu yang tangguh. Dengan 3 jenis operasional tembakan, single shoot, triple shoot dan automatic, senjata berkaliber 5,6 Mm ini memiliki jarak efektif hingga 600 meter. "Jarak kurang dari 400 meter bisa menembus papan setebal 10 Cm," katanya.

Popor senjata yang bisa dibengkokkan, membuat senjata ini mudah untuk dipakai saat mobile pasukan. Karenanya, seperti namanya, SS1 yang merupakan license dari Belgia ini pas sebagai senjata serbu. "Sejauh yang saya tahu, karena alasan itulah, TNI-AL hanya memakai SS1 sebagai satu-satunya senjata laras panjang," katanya.

Imbar Susianto Slamet, ahli magazine dari PT. Pindad Malang yang juga hadir sebagai saksi ahli menjelaskan, keefektifan SS1 juga terlihat dari jenis magazine yang digunakan, yakni jenis MU 5 TJ kaliber 5,5 Mm. Peluru jenis ini, memiliki kemampuan memutar di udara, lantaran ujung senapan SS1 memiliki ulir. "Bila masuk ke dalam target, maka bisa dipastikan akan meninggalkan lubang kecil di bagian depan, namun lubang menganga lebar dan robek-robek di bagian belakang," unkap Imbar.

Karena besarnya daya dorong peluru yang dimiliki SS1, bisa dipastikan proyektil yang terlempat akan pecah bila membentur benda keras seperti tanah, batu, tembok dan kayu. Pecahan proyektil itu pun masih memiliki kemampuan membunuh obyek, bila pecahannya melesat dengan kecepatan di atas 10 joule. "Namun itu tergantung besar dan kecepatan pecahan proyektil, kalau cukup besar dan cepat, maka akan bisa membuat manusia meninggal," kata Imbar.

Seperti diketahui, dalam penembakan Marinir di Desa Alastlogo, dari 12 orang korban (4 meninggal) tiga di antaranya korban meninggal memiliki luka yang diduga terkena pecahan proyektil. Hanya korban Mistin yang memiliki lubang kecil di punggungnya, namun menganga di bagian dada. Proyektil yang menembus Mistin bersarang di anaknya, Chairil Anwar yang saat itu berada digendongannya.


No comments:

Post a Comment