03 March 2008

Yustinus Menahan Rasa Nyeri Selama 21 Tahun

Manusia Kutil dari Jawa Timur

Iman D. Nugroho

Untuk menjaga keseimbangan saat berjalan, kepala Yustinus selalu miring ke kiri. Sementara tubuhnya dimiringkan ke kanan. Benjolan sebesar biji alpukat di kiri belakang kepala laki-laki berumur 34 tahun itu, membuatnya berjalan sedikit terseok. "Ya begini ini, yang saya rasakan, benjolan di tubuh saya terus tumbuh entah sampai sebesar apa,..." katanya.

----------------------------

Laki-laki yang oleh media lokal dijuluki sebagai Manusia Kutil itu bernama lengkap Yustinus Cokrohadikusumo. Waktu kecil, meski memiliki "toh" atau tanda lahir di punggung, secara fisik Yustinus tidak berbeda dengan anak kecil kebanyakan. Hanya saja, laki-laki kelahiran 6 Maret 1974 itu sedikit mengalami keterbelakangan mental. Karena itulah, kedua orangtuanya, Yosep Samian (62) dan Maria Sumarni (58) menyekolahkan Yustinus di Sekolah Luar Biasa (SLB) Bhakti di Malang.

Enam tahun berlalu. Di SLB Bhakti, Yustinus menuntut ilmu hingga lulus Sekolah Dasar. Karena alasan ekonomi, Yustinus memilih keluar dari sekolah dan kembali ke Jember. Yustinus yang berumur 13 tahun tidak menyadari "toh" atau tanda lahir punggungnya bertambah lama bertambah besar. "Tiba-tiba, keluarga sudah mengetahui "toh"itu sudah sebesar bola tenis meja," kata Maria, Senin (03/03/08). Tidak hanya itu, dalam hitungan bulan, muncul bercak-bercak merah yang kemudian menggelembung berisi daging.

Kadang-kadang, gelembung yang tumbuh di sekujur tubuh Yustinus itu terasa nyeri. Sebentar nyeri itu hilang, sebentar kambuh lagi. Begitu seterusnya. Yus hanya bisa mengadukan hal itu kepada kedua orang tuanya. "Kami juga kebingungan, karena tidak ada uang untuk membawanya ke dokter, maka hal itu kita biarkan saja," kata Yosep, sang ayah yang sehari-hari bekerja sebagaui buruh di bengkel motor tidak jauh dari rumahnya. Apalagi, masih ada empat anak lagi yang membutuhkan dana. Nasib Yustinus pun masih terabaikan.

Pertambahan umur membuat Yustinus semakin menderita. Lama kelamaan, daging tumbuh ditubuhnya-yang dalam bahasa medis dikenal sebagai Epidermodysplasia verruciformis atau kutil-semakin banyak saja. Yang paling besar sampai sebesar buah alpukat. Letaknya di punggung bawah dan sebelah kiri belakang kepalanya. "Seperti Anda lihat, inilah bentuknya," kata Maria sembari membantu Yustinus membuka baju dan menyibakkan rambut.

Setahun lalu, kutil utama di bagian punggung sempat lecet dan mengeluarkan darah. Saat itu keluarga membawa Yustinus ke mantri desa. Saat itulah untuk pertama kali Yus mendapatkan pertolongan medis. "Mantri mengatakan, Yustinus harus segera dioperasi, lha uangnya dari mana?" kata Maria.

Kutil yang semakin banyak dan membesar, berpengaruh pada keseimbangan tubuh Yustinus. Bukan sekali dua, laki-laki yang gemar anak kecil ini terjatuh saat berjalan. Bahkan, untuk menghindari seekor kucing yang melintas pun, Yustinus tidak sanggup. "Dengan kondisi semacam itu, mana ada perusahaan yang mau menerimanya sebagai pekerja," kata Maria. Karena itulah, Yustinus memilih mengisi harinya sebagai penjaga toko kelontong milik keluarga. Tokoh itu terletak di bagian depan rumahnya.

Untuk mengurangi penderitaannya dari kutil yang mengganggu, Yustinus melakukan eksperimen penghilangan kutil secara mandiri. Yakni dengan mengikat bagian pangkal kutil dengan karet gelang. Lama kelamaan, kutil itu akan mengering dengan sendirinya. Kalau sudah begitu, Yustinus tinggal menyanyatnya dengan pisau dapur atau gunting. "Hasilnya seperti ini,"kata Yustinus sambil menunjukkan bercak hitam pada kutil yang berhasil "dioperasi".

Meski hidup dalam keterbatasan, fisik maupun mental, Yustinus mengaku tidak malu dengan masyarakat. "Buat apa malu, memang kondisi saya seperti ini," kata Yustinus sambil tersenyum. Bahkan, Yustinus mengaku ingin sembuh dengan operasi. "Kalau ada yang mau membiayai, saya mau dioperasi," katanya. Yustinus bercita-cita ingin bekerja, entah sebagai apa. "Kalau sudah bekerja, nanti menikah, haha,.." katanya diselingi tawa.

Dokter specialis kulit dan kelamin asal Jember, Dr. Johny S. Erlan mengatakan, apa yang diderita Yustinus itu adalah jenis neurofibrimatosis multiple atau jenis tumor jinak. Biasanya penyakit yang tidak bisa disembuhkan ini berhubungan dengan faktor genetika. "Bisanya dioperasi pada kutil yang mengganggu, itupun bisa tumbuh lagi," kata Dr. Johny.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jember Dr. Olong Fajri Maulana mengatakan, ada baiknya bila Yustinus segera dibawa ke puskesmas terdekat. Memang, puskesmas tidak akan mampu mengobati Yustinus, namun setidaknya Yustinus bisa mendapatkan rujukan ke RS. Dr. Soebandi Jember atau ke RS. Dr. Soetomo Surabaya. "Kalau memang miskin, kan ada kemanisme untuk mendapatkan pengobatan gratis," kata Dr. Olong.

Sayangnya, hingga saat ini Dinas Kesehatan Kabupaten Jember tidak berinisitif mendatangi keluarga Yustinus untuk menjelaskan hal itu. Dengan alasan keterbatasan sumber daya manusia (SDM), Dinas Kesehatan meminta keluarga Yustinus untuk secara mandiri membawa Yustinus ke rumah sakit. "Tenaga dinas kesehatan itu terbatas, ada 2,5 juta penduduk Jember yang kami urus, perlu ada partisipasi aktif bagi masyarakat untuk membawa Yustinus ke puskesmas, baru kemudian ke rumah sakit," katanya.***

No comments:

Post a Comment