20 April 2007

Bila "Kartini" Berdemonstrasi

KARTINI DEMO. Masih terpuruknya nasib perempuan di Jawa Timur mendorong aktivis Komite Perempuan Pro Demokrasi menggelar demonstrasi tutup mulut, sekaligus memperingati Hari Kartini Sabtu besok. Demonstrasi dilakukan di depan Gedung Negara Grahadi Surabaya, Jumat (20/04) ini. Aksi itu mengusung tidak adanya jaminan kesehatan pada ibu-ibu. Sampai saat ini tercatat tingginya kematian ibu hamil di Jawa Timur. Hingga 364 per tahun.

-----------

Tingginya angka kematian ibu hamil di Jawa Timur serta banyaknya jumlah perempuan yang masih buta huruf adalah bukti bahwa kondisi perempuan di Jawa Timur masih terpuruk. Belum lagi dengan jumlah kasus kekerasan dalam rumah tangga yang masih terjadi. Harus ada tindakan tersistem untuk mengangkat harkat dan martabat perempuan.

Hal itu dikatakan Ketua Komite Perempuan Pro Demokrasi (KPPD) di sela-sela demonstrasi dalam rangka memperingati Hari Kartini 2007 di depan Gedung Negara Grahadi Surabaya, Jumat (20/04) ini. "Dalam catatan KPPD, setiap 100 ribu kelahiran, ada 364 ibu yang meninggal dunia," kata Erma Susanti. Hal itu terjadi karena hingga saat ini tidak ada anggaran khusus yang disediakan pemerintah untuk pemberdayaan perempuan. Salah satunya anggaran kesehatan ibu.

Tidak adanya anggaran itu juga yang membuat banyak perempuan di Jawa Timur yang masih buta huruf. Tercatat ada 2.8 juta perempuan di Jawa Timur yang tidak tersentuh pendidikan. Bahkan, 17,4 persen dari 35 juta penduduk di Jawa Timur adalah perempuan yang buta huruf. "Ini seharusnya menjadi perhatian khusus bagi pemerintah, dan kemudian menjadi salah satu prioritas penanganan, kalau ibunya saja tidak berpendidikan, maka bagaimana mereka bisa mengasuh anak dengan baik," jelasnya.

Kondisi seperti itu juga yang akhirnya mendorong perempuan menjadi pihak yang selalu menjadi korban kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). KPID mencatat, sepanjang tahun 2006 ada 855 kasus (KDRT). Dari ratusan itu, mayoritas tidak diselesaikan secara adil. Biasanya hanya berujung pada penyelesaian secara kekeluargaan. "Lagi-lagi pihak perempuan yang dirugikan," katanya.

Untuk itu KPPD menuntut pemerintah untuk membuat anggaran khusus bagi perempuan. Anggaran itu sekaligus menjadikan perempuan sebagai prioritas pembangunan. Bila hal itu terjadi, kondisi di masyarakat yang selama ini menjadikan perempuan sebagai warga negara kelas dua akan terhapus. "Masih ada budaya-budaya di masyarakat yang menghambat kesetaraan gender, ini harus berubah," jelasnya.

No comments:

Post a Comment