22 April 2007

Banjir Masih Meneror Bojonegoro, Jawa Timur



Ribuan hektar sawah dan ratusan rumah terencam di dua Kelurahan Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur terendam banjir, Jumat-Minggu (20-22/04) ini. Hal itu menyababkan padi siap panen di wilayah itu gagal panen. Kerugian diperkirakan ratusan juta rupiah. Dalam catatan pihak keluarah Cengungklung dan Manukan, ada 350 keluarga terpaksa hidup di antara genangan air. Sejumlah 150-an jiwa mengungsi di jalan Raya Bojonegoro-Cepu. Hingga berita ini diturunkan, banjir masih merendam desa.


Minggu (22/04) sore Sidik memilih untuk menghabiskan sepanjang hari di rumahnya. Kebiasaan pergi ke sawah mulai pagi hingga petang menjelang, tidak bisa dilakukan. Seluruh sawahnya terendam air kali Bengawan Solo yang meluap. "Seluruh tanaman padi yang saya tanam pada musim tanam tahun ini hancur dan membusuk, banjir menghancurkan semuanya," kata Sidik pada The Jakarta Post, Minggu sore ini.


Tiga hari terakhir ini, penduduk di Kabupaten Bojonegoro Jawa Timur dan Kabupaten Cepu Jawa Tengah diteror oleh banjir. Air di Bengawan Solo meluap. Menggenangi ribuan hektar sawah dan ratusan rumah yang ada di sepanjang sungai terpanjang di Pulau Jawa itu. Ratusan orang terpaksa mengungsi di kawasan yang dianggap aman dari banjir. Kebanyakan memilih di samping jalan raya Bojonegoro-Cepu.

Dalam pengamatan The Jakarta Post di lokasi kejadian, banjir yang terjadi di Bojonegoro memiliki ketinggian 30cm-1,5 meter. Air berwarna cokelat itu meluber di areal persawahan, lapangan bola rumah warga hingga jalan-jalan desa. Kondisi terparah terjadi di Kecamatan Kalitidu Bojonegoro. Terutama di Kelurahan Cengungklung dan Kelurahan Manukan. Hampir di seluruh desa di Kelurahan itu tidak bisa ditempati lagi karena terendam air.

Bahkan, akses jalan menuju dan keluar kelurahan tidak bisa digunakan. Penduduk terpaksa memakai perahu kayu atau dahan pisang untuk bisa sampai ke rumah mereka. Dengan cara itu pula mereka menyelamatkan harta benda berharga dari amukan air. Penduduk juga menyelamatkan ternak yang ketakutan, dengan cara membawanya ke tepi jalan raya. "Semua ternak sudah kami amankan ketika air masih bisa dilewati," kata Trimo, warga Kelurahan Cengungklung pada The Post.

Banjir yang melanda di Bojonegoro memang bukan hal baru. Hampir setiap tahun, kawasan di kota yang mendeklarasikan diri sebagai kota minyak ini. Hampir pasti, banjir disebabkan oleh meluapnya Sungai Bengawan Solo yang membelah kabupaten yang sebentar lagi akan menjadi kawasan eksplorasi minyak milik Exxonmobil itu.

Tahun 2006 lalu, banjir juga terjadi di Bojonegoro. Pada tahun itu, air merendam 14 kecamatan dengan ketinggian rata-rata hingga satu meter di atas permukaan tanah. Dua kawasan, Ledok Kulon dan Ledok Wetan pada tahun itu menjadi kawasan terparah. Tahun ini tidak demikian. Dalam catatan The Jakarta POst, Pemerintah Kabupaten Bojonegoro sudah mencoba mengendalikan banjir dengan cara memecah jalur Sungai Bengawan Solo di Kawasan Sedayu. Namun, upaya itu tetap gagal. Alam menolak untuk tunduk.

Lagi-lagi, masyarakat menjadi pihak yang paling dirugikan ketika banjir menerjang. Sidik adalah salah satunya. Laki-laki asli Bojonegoro itu mengaku sawah yang selama ini dijadikan sandaran hidup, justru menuai kerugian. Pada masa-masa ini, seharusnya tanaman padi miliknya masuk ke masa "mbrobot" atau keluarnya biji padi. "Harusnya sekarang ini mbrobot, apalagi sebelum banjir datang saya sudah menebar pupuk,..tapi sepertinya semua sudah rusak karena terendam air," kesahnya.

Tampak di depan mata kerugian finansial karena itu. Dalam hitung-hitungan kasar, Sidik akan merugi hingga Rp.6 juta. Sebuah nilai yang sangat untuk petani sederhana dengan luas tanah 0,5 ha ini. Beruntung, Sidik masih bisa menggantungkan hidup kedelapan anggota keluarganya dengan hasil toko kelontong yang dimilikinya. "Yah,..sedikit-sedikit yang penting bisa makan lah," katanya.

Hal yang sama juga dirasakan Trimo. Warga yang tinggal tepat di bantaran sungai Bengawan Solo ini mengaku sama sekali tidak berharap banjir akan segera habis dari sejarah desa tempatnya tinggal. Karena hampir setiap tahun dirinya merasakan banjir melanda desanya. "Saya sempat senang ketika jalur sungai di kawasan Sedayu dipecah, karena sejak dibuat jalur baru, desa saya tidak kebanjiran, hanya kalinya saja yang bertambah banyak airnya," katanya.

Namun harapan itu kandas ketika Jumat kemarin, air di sungai Bengawan Solo tiba-tiba meluap melewati tanggul dan mengalir deras ke jalan-jalan desa. Penduduk di kawasan bantaran sungai pun mulai resah. Mereka mulai mengemasi barang-barang ketika air sudah setinggi lutut orang dewasa. Ternak yang ada di kandang pun mulai diungsikan. "Kami takut, banjir akan tidak bisa dikendalikan karena ketika itu kabarnya daerah Cepu sudah terendam," kenang Trimo, melukiskan kejadian Jumat lalu.

Meski tidak sampai menelan korban, namun debit air sampai ketinggian maksimal 1,5 meter. Jumlah pengungsi pun semakin banyak. "Sampai saat ini saya masih takut kalau terdengar guntur menggelegar, saya khawatir hujan akan kembali turun, air sungai meluap dan desa ini kembali kebanjiran," katanya. Hingga Minggu malam, air yang membanjiri Bojonegoro belum juga surut. Sementara hujan masih saya menyapa daerah perbatasan Jawa Timur dan Jawa Tengah ini.

No comments:

Post a Comment