21 June 2006

Perusahaan Korban Lumpur Kecewa, Bantuan PT. Lapindo Sangat Kecil

Sejumlah 15 perusahaan yang kini tidak bisa beroperasi karena kawasan pabriknya tergenangi lumpur panas PT. Lapindo Brantas Inc kecewa. Biaya ganti rugi yang diberikan perusahaan eksporasi gas dan minyak bumi itu pada 15 perusahaan yang terendam lumpur hanya berjumlah Rp.1,4 juta/orang untuk 1879 pekerja. Atau sekitar Rp.2,6 miliar.

Kekecewaan itu terungkap dalam pertemuan antara perwakilan 15 perusahaan dengan PT.Lapindo Brantas Inc yang difasilitasi Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Sidoarjo di kantor Disnaker Sidoarjo, Rabu (21/06) ini. Dalam pertemuan itu, pimpinan rapat yang juga Kepala Disnaker Sidoarjo Bambang S. Widagdo itu mengatakan bahwa PT. Lapindo akan memberikan uang bantuan Rp.700 ribu/orang.

"Berdasarkan himbauan Wakil Presiden Yusuf Kalla dan ditegaskan Gubernur Jawa Timur Imam Utomo, maka PT. Lapindo akan memberikan bantuan Rp.700 ribu per orang, dan akan diselesaikan selama dua bulan ke depan," kata Bambang. Nilai itu berdasarkan upah minimum kabupaten (UMK) Kabupaten Sidoarjo senilai Rp.682 ribu/bulan dikalikan dua bulan perusahaan itu diperkirakan akan tutup.

Keputusan ini, menurut Bambang Widagdo adalah solusi terbaik dan harus segera diberikan karena waktu terus berjalan. "Saya meminta 15 perusahaan yang tidak beroperasi segera memberikan bukti-bukti jumlah karyawan, agar uang bantuan PT. Lapindo itu segera cair," kata Bambang. Selain itu Bambang juga meminta agar 15 perusahaan yang kini tidak beroperasi untuk tidak memecat karyawannya. Karena hal itu akan membuat keadaan semakin sulit.

Kesanggupan PT. Lapindo Brantas Inc untuk memberikan bantuan itu dinilai terlalu kecil oleh perwakilan perusahaan. General Manager HRD PT.Primarindo Pangan Makmur, Agung Budianto mengatakan nilai kerugian yang diderita perusahaan yang kini tidak bisa beroperasi lagi, jauh lebih besar dari itu.

"Setiap bulan, perusahaan kita harus mengeluarkan dana Rp.111 juta/bulan atau Rp.222 juta/perdua bulan untuk 63 pekerja, masa' untuk kasus lumpur ini kita hanya mendapatkan Rp.88 juta untuk dua bulan," kata Agung pada The Jakarta Post. Seharusnya, kata Agung, kalau PT.Lapindo berniat untuk mengganti rugi, maka PT. Lapindo harus menggaji karyawan berdasarkan slip gaji yang dimiliki tiap karyawan.

Itupun masih belum cukup. Karena dalam kasus lumpur, masih ada bentuk kerugian lain yang harus diganti. Seperti properti yang rusak, tingkat kepercayaan pasar yang menurun karena pabrik tidak bisa mensuply produk selama pabrik berhenti beroperasi hingga kemungkinan hancurnya business oportunity. "Jumlahnya bisa jauh lebih besar dari jumlah yang disebutkan sekarang," tegas Agung.

Protes juga dilakukan oleh Muhammad Hadi dari CV. Sari Inti Pratama. Menurut Hadi, hitungan bantuan yang diberikan perbulan, dengan mengacu pada UMK sangat tidak adil. Di perusahaan snack tempat ia bekerja, setiap bulannya mengeluarkan dana Rp. 160 juta untuk 346 karyawan lepas maupun kontrak.

Dan untuk nilai sebesar itu, produk yang dijual memberikan laba yang jauh lebih besar. "Nah, kalau hitungannya dua bulan, jelas tidak adil, karena selain karyawan tidak dibayar, perusahaan pun rugi lantaran tidak ada produk yang dijual dipasaran," jelas Hadi pada The Jakarta Post.

PT. Lapindo terkesan abai dengan protes ke-15 perusahaan itu. Perwakilan PT. Lapindo yang hadir dalam pertemuan dengan 15 perusahaan itu, Partogi mengatakan pihaknya sangat prihatin dengan kejadian itu. Karenanya, PT. Lapindo akan segera membayar bantuan seperti yang disebutkan diatas, hanya Rp.1,4 juta/karyawan untuk dua bulan. "Untuk itu, mohon ada kepastian jumlah karyawan, agar jumlah itu tidak berubah lagi," kata Partogi.

Sementara itu, data yang dirilis Gabungan Perusahaan Eksport Indonesia (GPEI) menyebutkan, biaya yang harus dikeluarkan perusahaan akibat terganggunya jalan tol karena lumpur panas mencapai Rp.1 juta/kontainer/hari. Padahal, setiap hari lalu lalang truk kontainer ke pelabuhan tanjung perak mencapai 5000 kontainer/hari. Sejumlah 3000 kontainer untuk import dan 2000 kontainer untuk eksport.

Karena jalan tol ditutup atau arusnya melambat, setiap hari ada keterlambatan 4-5 jam dari jadwal semula. Hal itu terarti ada perubahan jadwal pengapalan. Atas keterlambatan itu, perusahaan pengangkutan pada umumnya meminta biaya tambahan Rp. 250 ribu-Rp.1,5 juta tergantung lokasi pengangkutan.

Belum lagi untuk membayar relokasi kontainer pada gudang depo dan pengangkatan kontainer ke kapal saat cloosing time yang memerlukan biaya tambahan Rp.250 ribu-Rp1,5 juta untuk kontainer berukuran 20-40 feet. Bila dijumlahkan seluruh kontainer yang hilir mudik, kerugian yang ditanggung eksportir mencapai Rp.1 miliar/hari.***

Perusahaan Yang Berhenti Beroperasi:

1. PT. Catur Putra Surya. Jumlah Pekerja: 120 orang
2. PT. Titis Sampurna. Jumlah Pekerja: 105 orang
3. PT. Surya Indonesia. Jumlah Pekerja: 70 orang
4. CV. Sari Inti Pratama. Jumlah Pekerja: 346 orang
5. PT. Primarindo Pangan Makmur. Jumlah Pekerja: 63 orang
6. PT. Victory Rotan Indo. Jumlah Pekerja: 81 orang
7. PT. Gunung Mas Sentosa Raya. Jumlah Pekerja: 119 orang
8. CV. Airlangga. Jumlah Pekerja: 150 orang
9. PT. Srikaya Mas. Jumlah Pekerja: 100 orang
10. PT. Ima Melindo. Jumlah Pekerja: 20 orang
11. PT. Karya Kasih Karunia. Jumlah Pekerja: 70 orang
12. PT. Pasific Prestice Indonesia. Jumlah Pekerja: 125 orang
13. PT. Pertamina Jawa Bagian Barat. Jumlah Pekerja: 4 orang
14. PT. De Brima. Jumlah Pekerja: 250 orang
15. PT. Niagara Prima. Jumlah Pekerja: 26 orang

Jumlah Bantuan PT. Lapindo Brantas Inc

Rp.700.000/bulan x 2 (dua) bulan x 1879 karyawan= Rp.2.630.600.000,-

No comments:

Post a Comment