20 November 2009

Kemiskinan Masih menjadi Pekerjaan Rumah SBY-Boediono

Fully Syafi

Selain problem makelar kasus pengadilan, hal kemiskinan tetap menjadi pekerjaan rumah yang belum terselesaikan oleh pemerintahan Susilo Bambang-Boediono. Bagi anak-anak, kemiskinan berarti kurangnya asupan gizi dan kurang gizi. Seperti tampak pada gambar, seorang anak di Surabaya yang dirawat di RS Dr. Soewandhi Surabaya karena kurang gizi.

18 November 2009

Dicuekin di Indonesia, Diminati Luar Negeri

Iman D. Nugroho [3]

Dalam dunia industri, tidak hanyak perusahaan yang memandang temulawak sebagai bahan baku yang bisa diolah dan dilempar ke pasaran. PT. Helmigs Prima Sejahtera atau dikenal sebagai PT. Helmigs adalah salah satu perusahaan yang percaya diri menjadikan temulawak menjadi "menu utama". Perusahaan yang didirikan pada tahun 1993 itu memiliki empat produk utamanya berbahan baku temulawak. Mulai Curcumin Sugar Free, Curcumin Tablet, Curcumin plus Vitamin C dan Curcumin Candy dengan curcumin dan Xylitol.

Factory Manager Sutarko Tantra menjelaskan setiap hari bertonton extract temulawak didatangkan dari perusahaan pengekstrak temulawak untuk diproses. Dengan menggunakan bahan pembantu dan effervicient, perusahaan di bawah PT. Helmigs Jerman ini mengemas temulawak menjadi produk siap saji. "Karena kami bergerak di bidang bahan baku tradisional, maka seluruh penanganan yang kami lakukan adalah kombinasi tradisional dan modern," jelasnya.

Extract yang sudah diukur kandungan zatnya, terlebih dahulu dikeringkan di sebuah alat khusus. Baru kemudian dipacking kedalam tablet atau saset dengan mesin canggih yang didatangkan dari China. "Kami mengikuti standart dengan quality control tinggi, karena produk yang kami hasilnya dipasarkan tidak hanya di Indonesia, melainkan ke luar negeri," kata Sutarko. Mulai Singapura, Filipina, Thailand, Hong Kong, Arab, Canada, Belanda dan Korea Selatan. Selebihnya dipasarkan di Indonesia.

Sutarko menjelaskan, sebagian besar produk yang dihasilkan PT. Helmigs diekspor ke luar negeri. Berdasarkan survey pasar yang dilakukan perusahaan itu, justru orang luar negeri yang memahami arti penting mengkonsumsi temulawak. "Seperti di Korea misalnya, justru permintaan banyak datang dari sana," ketanya. Sementara di Indonesia, yang menjadi daerah asal temulawak, justru kehadiran produk temulawak tidak banyak diterima.

Pada tahun 2007 misalnya, ketika pemerintah menggalakkan Gerakan Minum Temulawak Nasional, dengan salah satu langkah strategis menjadikan temulawak sebagai welcome drink di hotel-hotel, malah tidak disambut secara baik. Hal ini berbeda dengan yang terjadi di Korea dan Malaysia. "Malaysia sekarang lagi gencar menggalakkan minuman ramuan Tongkat Ali, dengan promosi yang tidak kalah menarik, tapi temulawak, justru tidak seperti itu," katanya.

Sayang, di Pacitan Tidak Ada Pabrik Pengolahannya

Iman D. Nugroho [2]

Dua provinsi di Indonesia, Jawa Timur dan Jawa Tengah adalah dua wilayah yang menghasilkan temulawak dalam jumlah besar. Di Jawa Timur sendiri, setiap tahun rata-rata menghasilkan 9 juta kilogram temulawak siap jual.Pacitan, kota asal Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadi penghasil temulawak terbesar. Setiap tahun, 5 juta kg temulawak dihasilkan dari petani yang menanam temulawak di lahan seluas 6 juta hektar. Selain Pacitan, Trenggalek, Malang dan Pasuruan juga merupakan pemasok temulawak potong kering siap panen.

Budiwahyuningsih, Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Holtikultura Kabupaten Pacitan mengungkapkan, kondisi di daerah barat Jawa Timur ini memang pas untuk penanam temulawak. Kondisi geografis yang berbukit dan kering, membuat temulawak tumbuh subur di sela-sela pepohonan keras yang juga tumbuh di wilayah itu. "Tidak ada trik khusus untuk menumbuhkan temulawak, tinggal ditanam saja di sela-sela pohon jati atau cengkeh yang banyak tumbuh di sini," katanya.

Kondisi yang demikian membuat Pacitan memprogramkan penggalakan tanaman biofarmaka seperti temulawak, jahe dan kunyit, sebagai tanaman sampingan. Khususnya di daerah kawasan Kecamatan Nawangan dan Kecamatan Bandar yang terletak di perbatasan antara Pacitan dan Ponorogo. Di daerah yang terletak di ketinggian sekitar 1000 dpl memang pas dengan kebutuhan tanaman temulawak. Apalagi, temulawak termasuk tanaman berbatang basah yang tidak banyak membutuhkan air.

Dengan tinggi rata-rata 1 meter temulawak bisa dipanen pada umur 7 – 12 bulan. Tanda paling sederhana adalah bau menyengat khas temulawak. Panen temulawak paling bagus dilakukan saat temulawak berusia 10 – 12 bulan. Biasanya, saat itu, dedaunan akan luruh dan mengering. "Uniknya, umur temulawak bisa sangat panjang, bahkan, tidak dipanen pun masih tetap bisa digunakan untuk panen masa berikutnya," kata Budiwahyuningsih.

Rimpang temulawak hasil panen dicuci dari tanah dan kotoran, lalu diangin-anginkan, hingga kulitnya tidak lagi basah. Temulawak yang sudah siap diolah kemudian diiris setebal 2-3 mm lalu dijemur akan dikeringkan dengan menggunakan oven. Para pengepul temulawak biasanya akan mengambil temulawak kering secara berkala dan dipasarkan ke pabrik-pabrik pengolahan extract temulawak. Lalu, dipasarkan ke perusahaan pengobahan produk berbahanbaku temulawak. "Sayang, di Pacitan belum ada pabriknya," kata Budiwahyuningsih.

Secara turun temurun, masyarakat setempat menjadikan air rebusan temulawak untuk membantu memperlancar air susu ibu dan inflamasi (pembengkakan) rahim pada wanita sehabis melahirkan. Oleh penduduk di beberapa daerah di Pulau Jawa, ada yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi batang dan rimpang muda sebagai sayur, baik secara mentah maupun dimasak terlebih dahulu.

Temulawak, "Harta" Terpendam yang Belum Banyak Digali

Iman D. Nugroho [1]

Kalau China memiliki ginseng, Indonesia punya temulawak. Bedanya, temulawak tidak termasyur sebagaimana ginseng. Padahal soal kasiat, temulawak tak kalah hebat.

***

Siapa tidak kenal temulawak? Akar dari tanaman perdu ini, sering kali diidentikkan dengan obat tradisional seperti halnya jahe, kunyit dan kencur. Tapi, belum banyak yang tahu khasiat dahsyat tanaman bernama ilmiah Curcuma Xanthorrhiza dari keluarga perdu Zingiberaceae. Temulawak memang bukan tanaman biasa. Tanaman perdu yang pada awalnya tumbuh di sela-sela pohon berbatang keras itu mengandung berbagai zat yang sangat berguna.

Terutama untuk merangsang sekresi empedu dan pankreas. Ahli tanaman obat tradisional Universitas Airlangga, Mangestuti mengatakan, zat-zat yang terkandung dalam temulawak, seperti protein, pati, zat warna kuning kurkuminoid dan minyak atsiri bisa digunakan untuk menstimulus berfungsinya organ-organ tubuh secara baik. "Saat ini, temulawak sudah digunakan untuk mengobati saluran pencernaan, kandung empedu, pankreas, usus halus, kelainan hati, tekanan darah tinggi dampai TBC," katanya.

Bagi masyarakat tradisional, terutama di Jawa, temulawak juga dijadikan sebagai bahan obat diare, kurang nafsu makan, lambung dan kurang darah. Karena itulah, hingga saat ini, minuman temulawak tetap menjadi favorit masyarakat tradisional. Biasanya, minuman berbahan temulawak akan disejajarkan dengan minuman tradisional lain seperti sinom (daun pohon asam) dan beras kencur (berbahan beras dan tanaman kencur). Juga jamu-jamu tradional lainnya.

Bagian dari temulawak yang umum dipakai adalah rimpangnya. Rimpang temulawak bercabang-cabang, bagian luar berwarna kuning gelap sampai coklat merah. Kalau diiris, akan terlihat bagian dalam yang berwarna oranye sampai merah oranye. Warna ini bisa dibedakan dari rimpang empon-empon lainnya sehingga kita dengan mudah untuk mengenalinya.

Mangestuti menjelaskan, banyak penelitian yang sudah dilakukan terhadap temulawak, baik di luar maupun dalam negeri. Hasilnya memang menakjubkan. Temulawak kaya akan kandungan minyak atsiri, dimana dari rimpang kering dapat dihasilkan lebih kurang 3,8 persen minyak yang mengandung ar-kurkumen, xanthorrizol, omega, beta-curcumene sebagai senyawa utama. Hasil sebuah penelitian menunjukkan bahwa xanthorrhizol berkhasiat anti tumor.

Senyawa kandungan lain yang terkenal adalah kurkumin, yaitu senyawa berwarna kuning yang mempunyai khasiat antimikroba. Kurkumin berkhasiat sebagai antioksidan,dan mampu mencegah terjadinya kerusakan sel yang memicu timbulnya penyakit yang menakutkan, yaitu tumor dan kanker. Penelitian pada hewan percobaan untuk membuktikan khasiat antikanker temulawak sudah banyak dilakukan dan menunjukkan hasil yang menggembirakan.

"Yang tak kalah hebat adalah kerja temulawak sebagai analgesik (penghilang rasa sakit), diuretik (pelancar keluarnya air seni), inflamasi, penurun kadar trigliserida karena modifikasi metabolisme lemak dan penurun kadar gula darah," jelasnya. Salah satu hasil penelitian membuktikan khasiat temulawak sebagai hepatoprotektor, yaitu pelindung fungsi liver. Selain gangguan liver dalam bentuk penyakit kuning, bahan ini juga dapat membantu mengatasi atau mencegah terbentuknya batu empedu. Wow,..

Hanya saja, tambah Mangestuti, hal ini belum tersosialisasi dengan baik. Kegunaan temulawak yang luar biasa tidak secara baik dimengerti oleh generasi masa kini. Masih banyak kengganan generasi modern untuk mengkonsumsi temulawak. "Mereka lebih percaya dengan ginseng atau obat-obat modern dari pada temulawak, padahal temulawak jauh lebih sehat," katanya. Karena itu, Mangestuti menyarankan adanya gerakan nasional untuk mensosialisasikan temulawak menjadi bahan baku yang menyehatkan.

05 September 2009

Me and My Family: Menjadi Ibu

Balgis Muhyidin

Pergulatan ini mungkin berbeda antara wanita yang satu dengan yang lain. Pilihan-pilihan yang diambilpun akan berbeda. That’s fine. Yang saya tulis ini adalah pergulatan saya. Pilihan saya. Bisa dikatakan hampir separo hidup saya, saya sudah bekerja. Saya mulai bekerja sejak usia saya 21 tahun, semasa menempuh S1. Delapan belas tahun tepatnya. Uang dari bekerja saya gunakan untuk membiayai kuliah. Meskipun saat itu, sebagian kebutuhan masih ditopang orang tua.

21 August 2009

Me and My Family: Masih Ada Ketidaktahuan

Balgis Muhyidin

Tadi pagi saya mengantarkan putri bungsu kami ke puskesmas. Minggu lalu dia berusia sembilan bulan. Usia dimana dia sebaiknya mendapatkan imunisasi campak. Penyakit ini bahkan bisa menyebabkan kematian, khususnya jika menyerang anak yang kurang gizi atau mempunyai daya tahan rendah dan belum diimunisasi campak. Saya ke loket, mengambil nomor antrian, dipanggil dan membayar biaya registrasi sebesar Rp. 2.500. Kemudian bidan BKIA memanggil nama putri saya dan kami mendapatkan pelayanan. Tiba-tiba seorang ibu yang sedang menggendong bayi datang kepada petugas di BKIA yang sedang melakukan pencatatan dan bertanya.

03 June 2009

Prita Case is Violation of People Constitutional Right

Iman D. Nugroho

Non Government Organizations activist and journalist demand Attourney General Office (AGO) to release Prita Mulyasari, young mother who is facing legal cases for her oppinion of Omni International hospital which is writen on mailing list. The activists also demand AGO to erase all claims which are submited by Omni International. “The freedom of speech are be guaranteed by Indonesia Basic Law of 1945 chapter 28 F,” Margiyono, coordinator of the Alliance of Independent Jurnalis, Wednesday, June 3.



Prita Mulyasari is citizen of Tangerang City who is arrested by Tangerang AGO for Criminal Defamation case. Prita case started from her email which is containing her oppinion about the bad facilities of Omni International hospital of South Tangerang District of Banten Province. Omni Hospital is very angry with it and sued Prita by administrative and criminal sue. For it Prita was treatened by Information and Electronic Transaction Law number 11, especially Article number 27. According to law, Prita will imprisonmant for maximum for six year and Rp. 1 billion for penalthy fine.

According to Prita cases, AJI think the criminal defamation is still become big threat for the freedom of expresion in Indonesia. Many countries has been erased those kind of law, but in Indonesia, the offence of criminal defamation become more stonger by Information and Electronic Transaction Law. “Until now, we still encourage erasing of criminal defamation,” Margiono said.

Anggara of Indonesian Human Right and Legal Aid Assosiasion (PBHI) said there are no strong reasons for AGO to arrest Prita by the cases. It’s must be other additional requirements for AGO to do that like dissapear of the evidence and flee. “Prita will not do that, PBHI and others NGO are willing to become a guarantor for Prita,” Anggara said. Meanwhile, Sudaryatmo of Indonesia Consumer Agencies Foundation (YLKI) said according Indonesia Consumer Protection Law number eight of 1999 what Prita has done is legal. According to the law one of the basic rights of consumer is to complaints. “On these cases, Prita are just wanted to complaints what happened on Omni Hospitals, and it’s protected by the law,” he said.

Indonesian Blogger Enda Nasution said Prita Cases created fearness for blogger and other internet users. It also will make netter afraid to publish their experience and oppinion. Especially complaint which is contained bad experience for companies and other institutions. “I think these conditions are put Indonesian people to entered represive conditions with no freedom of expresion,” Enda Said.

30 April 2009

Flu Babi Direaksi di Surabaya

Akbar Insani

Munculnya penyakit flu babi memunculkan reaksi di Indonesia. Salah satunya di Surabaya. Seperti pada gambar, seorang petugas dari Dinas Pertanian Bidang Peternakan Surabaya dibantu seorang pekerja memeriksa daging babi yang siap dipasarkan di pemotongan hewan di Jl. Penggirian Surabaya, Rabu (28/4). Semenjak maraknya flu babi penjualan daging babi mengalami kemerosotan.

28 April 2009

Bersih-bersih Menjelang Ulang Tahun Surabaya

Akbar Insani

Bersih-bersih menjelang ulang tahun kota Surabaya ke-716 dilakukan petugas pertamanan, Selasa (28/4 mulai sibuk untuk membersikan aikon kota Surabaya. Salah satunya patung suro boyo yang berada di jalan darmo. Selasa (28/4)

Flu Burung Muncul di Jawa Timur Bagian Timur

Rumi Madinah

Kabupaten Jember dinyatakan berstatus siaga terhadap bahaya virus flu burung. Status ini diberikan menyusul kondisi unggas yang tersebar di 17 dari 31 kecamatan di Kabupaten Jember dinyatakan positif virus flu burung. “Penyebaran virus yang dapat menular pada manusia itu dikhawatirkan akan sampai ke 14 kecamatan lain,” kata Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Jember, Dalhar, Selasa(28/4) ini.


Ke-17 Kecamatan yang dimaksud adalah Kec. Kalisat, Kec. Panti, Kec. Jenggawah, Kec. Ajung, Kec.Pakusari, Kec.Sumbersari, Kec.Tempurejo, Kec.Mumbulsari, Kec.Sukorambi, Kec.Patrang, Kec.Ambulu, Kec.Tanggul, Kec.Kaliwates, Kec.Jelbuk, Kec.Arjasa, Kec.Sukowono dan Kec.Puger. Dalhar menuturkan, penyebaran virus flu burung terhadap unggas di Kabupaten Jember semakin meluas dalam tiga bulan terakhir ini. Selain menyerang unggas milik warga yang diternak secara liar, kasus flu burung ini juga telah menyerang salah satu peternakan ayam di Kecamatan Pakusari. “Ada sekitar 1.511 ekor unggas milik salah seorang peternak ayam itu, harus dimusnahkan,” katanya.

Lebih jauh Dalhar mengaku khawatir jika penyebaran flu burung ini dapat menyebar ke kecamatan lain bahkan ke kabupaten lain. Pasalnya, Dalhar menuturkan, pihaknya tidak bias menghentikan atau memantau “pergerakan” unggas dari kecamatan satu ke kecamatan lainnya. “Yang sulit dikendalikan adalah pergerakan hewan ternak. Padahal, ayam-ayam yang dibawa tadi kan tadi belum tentu sehat. Sehingga, yang sulit dipantau adalah lalu lintas ternak antar kecamatan bahkan kabupaten,” Tukas Dalhar.

Penyebaran virus flu burung yang semakin meluas, kata dia, disebabkan banyak warga yang membuang ayam-ayam yang mati mendadak ke sungai, sehingga virus flu burung menyebar ke unggas yang lain. Karena itu, Dalhar menuturkan, pihaknya meningkatkan status siaga di Kabupaten Jember, terkait penyebaran flu burung. Untuk mengantisipasi penyebaran flu burung, Dalhar sudah mengintruksikan petugas dinas peternakan sudah melakukan penyemprotan dengan disinfektan terhadap kandang ayam yang berada di sekitar lokasi unggas yang positif terjangkit flu burung.

“Selain penyemprotan, petugas juga melakukan penyuluhan kepada warga yang tinggal di sekitar lokasi unggas yang tertular virus flu burung,” Tegasnya. Karena itu, Dalhar mengimbau masyarakat untuk segera melapor ke dinas peternakan dan perikanan jika terdapat kasus ayam mati mendadak, agar segera bisa ditangani.

Body Clean Disinfection Health Quarantine di Bandara Juanda Surabaya

Akbar Insani

Seorang turis yang datang dari Singapurs, diperiksa dengan alat Body Clean Disinfection Health Quarantine di Terminal Kedatangan Internasional, Bandara Internasional Juanda Surabaya, Jumat (24/4). Alat tersebut digunakan untuk mencegah masuknya segala macam virus yang dibawa penumpang dari luar negeri. Termasuk virus flu babi yang kini sedang mewabah di AS dan Mexico.

10 February 2009

Korban Gendam Tato Wajah Dilaser

DILASER. Korban gendam tato wajah asal Probolinggo mulai mendapatkan perawatan medis. Selasa (10/2/09) kemarin, dua korban Asmad dan Budi menjalani operasi laser di Surabaya Skin Centre (Pusat Kesehatan Kulit dan Laser) Surabaya. Melalui laser, tato yang menempel di wajahnya akan bisa dihilangkan. Biayanya tergolong fantastis, Rp.1,5 juta untuk 10 centimeter tato di wajahnya. Tentu saja, ada diskon khusus untuk keduanya.

Foto istimewa


08 July 2008

Memunculkan Kepedulian Pada The Forgoten Killer

Iman D. Nugroho

Secara fisik, Nerisa memang tidak berbeda dengan anak-anak seusianya. Gadis berusia sekitar tujuh tahun itu memiliki bagian tubuh yang lengkap. Hanya saja, hampir semua bagian tubuhnya lunglai, bagai tidak bertulang. Mulai leher, tangan, kaki hingga punggungnya. "Leher anak saya seperti leher ayam yang sudah dipotong, tidak bisa tegak," kata Yuni, sang ibu.


Gejala yang dialami Nerisa terjadi saat gadis itu akan masuk sekolah. Saat itu, entah mengapa Nerisa mulai kesakitan dan kejang-kejang. Dokter dari sebuah rumah sakit di Jakarta mengatakan, ada peyakit yang menyerang otak yang kemudian didiagnosa sebagai kanker otak. Karena kanker itulah, pendengaran, pengelihatan dan kemampuan motorik Nerisa mulai berkurang.

Nerisa adalah salah satu anak yang sakit karena bakteri pnemokokus yang menyerang otak. Kisah tentang Nerisa dan tujuh anak lain (enam di antaranya meninggal dunia-RED) yang menderita karena pnemokukus dijadikan salah satu materi sosialisasi Asian Strategic for Pnemococcal Disease Prevention (ASAP) Indonesia.

"Mereka hanya contoh kecil, masih banyak lagi yang lainnya," kata Prof Dr. dr. Sri Rezeki S. Hadinegoro, Divisi of Infection and Tropical Disease, Universitas Indonesia yang juga ketua ASAP Indonesia.

ASAP adalah kelompok independen di Asia yang fokus pada pencegahan infeksi bakteri pnemokokus. Ada 20 negara yang menjadi anggota kelompok ini. Indonesia adalah salah satunya. Dana yang dirilis World Health Organisation (WHO) dan Unicef menyebutkan setidaknya ada 2 juta kematian setiap tahun oleh bakteri jenis ini. Sekitar 700 ribu hingga 1 juta korban adalah balita. Di Asia Pasifik, dilaporkan ada 98 balita meninggal dunia karena penemonia setiap jam. "Kita punya masalah yang seolah-oleh terpendam, yaitu penyakit yang disebabkan oleh Pnemokokus," kata Sri.

Karena pentingnya persoalan pnemokokus itulah, ASAP hadir. Dr. Lulu Bravo Ketua College of Medicine, Universitas Manila, Philipine yang juga ASAP Filipina mengatakan, awareness pada pnemokokus di Asia Tenggara tenggolong rendah. “Karena itu harus ada upaya bersama-sama untuk membangkitkan kepedualian terhadap hal ini,” kata Lulu Bravo di Surabaya.

MENGENAL PNEMOKOKUS

Dr. Soedjatmiko, Ketua III Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia menjelaskan, ada 90-an jenis bakteri pnemokokus. Namun hanya 11 jenis yang berbahaya. Biasanya, bakteri jenis ini berada di daerah tenggorokan. “Hebatnya, meski terjangkit bakteri jenis ini, tidak ada keluhan dan tanpa gejala khusus,” kata Soedjatmiko. Justru karena itulah, pnemokokus cepat menyebar. Melalui bicara, bersin atau tertawa terbahak-bahak.

Bila pnemokokus masuk ke anak atau balita, yang kekebalannya rendah, maka bakteri itu akan berjembang jadi peneumoni. Bukan tidak mungkin, anak berkembang dalam darah dan bisa mencapai otak bisa. Anak tersebut akan menderita maningitis atau radang otak. “Juga bis amenjadi pnemoni atau radang paru yang ditandai dengan batuk dan sesak napas,” jelas Soedjatmiko.

Yang paling parah, bila menyebar melalui darah berkembang ke otak, maka akan terjadi radang selaput otak dengan tanda-tanda sakit kepala, muntah, gelisah, sampai koma. Soedjatmiko mencatat, angka kematian karena hal ini mencapai 30 persen. “Di Mataram, angka kematiannya mencapai 45 persen. Kalau toh sembuh, maka anak itu tidak bisa bergerak dan bicara, tidak cerdas,” katanya. Nerisa, adalah salah satu contohnya. Yang harus juga diperhatikan, kata Soedjatmiko, pnemoni adalah pembunuh terbesar bila dibanding AIDS, diare, TBC, malaria atau campak.

Di indonesia, pnemoni memang bukan hal baru. Seja tahun tahun 1976, penyakit yang disebabkan oleh pnemokokus sudah banyak ditemukan. Saat ini, penyakit jenis ini diperkirakan akan semakin meningkat. Lantaran kekebalan pada antibiotik juga meningkat. Data menyebutkan sejak 1990, antibiotik di beberapa negara seperti India, Singapura, Malaysia, China, Taiwan, Hongkong hingga Australia memiliki kekelan antibiotik yang tinggi. Kalau sudah seperti itu, maka pengobatan dengan cara apapun akan melambat.

MELAWAN PNEMOKOKUS

Seperti halnya penyakit yang lain, upaya pencegahan pnemokokus lebih baik dari pada pengobatannya. Hal yang dikatakan Prof. Iqbal Ahmad Memon, dokter Civil Hospital, Karachi, Pakistan. “Bagaimana pun pencegahan lebih bagus dari pengobatan,” kata Iqbal Ahmad Memon di Surabaya. Selain pemberian air susu ibu (IBU) ekslusif, nutrisi dan gizi yang baik dan seimbang bisa memperkecil menguatnya pnemokokus. Lantaran kekebalan bayi secara alamiah bisa meningkat.

Juga, membersihkan lingkungan dari berbagai polusi. Terutama polisi asap kendaraan dan asap rokok. Dua hal terakhir itu bisa mempercepat terjadinya invensi saluran pernapasan atas yang membuat pnemokokus cepat berkembang. Kebiasaan menitipkan bayi di tempat penitipan anak, pun bisa berbahaya. Di kota seperti Jakarta, setidaknya bayi yang dititipkan selama 8 jam/hari. Yang tidak kalah penting adalah prilaku sehat. Semisal membiasakan memakai masker saat batuk, hingga tidak mencium bayi mouth to mouth.

“Pencegahan terakhir dengan memberikan vaksin,” kata Iqbal. Vaksin, katanya, bisa sedikit demi sedikit menghilangkan penyakit, karena penyakit tidak diberi kesempatan untuk berkembang dalam tubuh yang sudah imun dengan penyakit tertentu karena vaksin. Vaksin cacar dan vaksin Folio misalnya, adalah contohnya.

Di AS, vaksinasi pnemokokus rutin diberikan. Hasilnya luar biasa. Jumlah penderita pnemokokus pada anak usia 1-3 tahun, menurun drastis. Di negara Paman Sam itu, vaksi pnemokokus dimasukkan dalam imuniasi wajib pada balita. Sementara di Indonesia, tidak seperti itu. Program nasional imunisasi hanya memasukkan tujuh jenis imunisasi wajib. Polio, Hepatitis, Campak, Difteri, Pertusis, Tetanus dan BCG.

Itupun masih berhadapan dengan penolakan di beberapa kawasan. Beberapa pemimpin agama di Madura misalnya, masih menolak imunisasi karena proses pembuatannya dari babi dan pangkreas kera. Bagi muslim, hal itu tergolong haram. Di luar hal itu, persoalan besarnya biaya menjadi salah satu alasan.

Di Indonesia, untuk vaksi pnemokokus lengkap dibutuhkan setidaknya Rp.600 ribu. Bisa dibayangkan, untuk 22,8 juta anak di Indonesia, setidaknya pemerintah perlu setidaknya Rp.1 T lebih. “Karena itu, perlu hitungan secara cermat bila pemerintah anak memasukkan pnemokokus sebagai program imunisasi nasional,” kata Prof Dr. dr. Sri Rezeki S. Hadinegoro, Divisi of Infection and Tropical Disease, Universitas Indonesia yang juga ketua ASAP Indonesia.

Namun, Prof. Sri lebih menekankan, persoalan biaya setidaknya tidak dilihat menjadi salah satu masalah. Yang lebih penting adalah kepedulian. Perlu dilihat, apakah vaksin ada dan aman untuk digunakan pada bayi di Indonesia atau tidak. “Kalau harga yang dipikirkan lebih dahulu, maka program itu akan berhenti di tengah jalan,” katanya. Harus dilihat data dan evek pada anak-anak. Lalu dilihat apakah faksin ada, aman dan mungkin tidak.

Satu-satunya vaksin yang digunakan untuk pnemokokus adalah Pnemococcal Sccharide Conjugated Vaccine atau PCV-7. Vaksin ini adalah vaksin yang aman digunakan pada bayi dan anak-anak. Selama ini ada 17 negara, termasuk Inggris Raya, AS, Australia dan Prancis yang menggunakan PCV-7. Akankah Indonesia memasukan PCV-7 dalam salah satu program imuniasi nasional? “Kita masih berusaha untuk itu,” kata Prof. Sri.



Menkes Kembali Kritik WHO Soal Flu Burung

Press Release

Tak banyak perempuan Indonesia yang pemberani. Jika dulu kita mengenal RA Kartini, di masa ini Indonesia memiliki asset bangsa luar biasa. Dialah Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Dr.dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP(K). Tak berlebihan jika Dr. Siti Fadilah disebut sebagai perempuan pemberani. Sebab berkat gebrakannya yang kontroversial, dia berhasil mereformasi kebijakan WHO yang sudah banyak memunculkan ketidakadilan, terutama bagi negara berkembang. Dalam acara bedah buku karyanya yang berjudul “Saatnya Dunia Berubah,

Tangan Tuhan Dibalik Virus Flu Burung”, Siti Fadilah mengungkapkan keprihatinannya terhadap tidak transparannya WHO (organisasi kesehatan dunia) dalam menanggapi kasus flu burung. Bedah buku yang dibuka Wakil Rektor III Unair, Prof. Soetjipto, dr., MS., PhD itu digelar di Ruang Garuda Mukti lantai V Gedung Rektorat Universitas Airlangga kemarin, Menkes juga menjelaskan perjuangannya mendobrak ketidaktransparanan WHO dalam mengelola data sequencing virus H5N1.

Menurut dia, terdapat banyak ketidakadilan yang WHO lakukan dalam kasus ini. Diantaranya adalah ketidakadilan WHO dalam mengatur pendistribusian obat-obatan pada keadaan outbreak dan virus sharing yang sangat tidak adil. “Satu hal lagi yang membuat saya marah adalah ketika WHO menyimpulkan klaster yang terjadi di Tanah Karo adalah suatu kejadian penularan antar manusia. Bagaimana bisa organisasi global seperti WHO yang memiliki banyak ahli epidemologi membuat keseimpulan segegabah itu,”jelas Siti Fadilah.

Menurut Siti Fadilah, berita tentang penularan flu burung secara langsung dari manusia ke manusia itu tidak benar. Sebab jika benar, maka korban yang pertama adalah tenaga kesehatan yang merawat mereka. Dan mungkin kematian di daerah korban akan sangat banyak, bisa mencapai puluhan bahkan ribuan orang. Pernyataan tersebut didukung oleh hasil penelitian dari Lembaga Eijkman yang berhasil melakukan sequencing specimen virus H5N1 dari Tanah Karo.

Akibat perisitiwa tersebut, Siti Fadilah pun segera meluncurkan aksi protes keras terhadap WHO. Ia menilai seharusnya masalah tersebut didiskusikan terlebih dahulu sebelum memberi kesimpulan kepada media internasional. Tak hanya itu, Siti Fadilah pun sangat menyayangkan ketidaktransparanan yang dilakukan WHO terhadap distribusi obat Tamiflu. Negara-negara kaya seperti Amerika Serikat menjadikan Tamiflu sebagai stockpiling padahal negara-negara kaya itu tidak mengalami pandemi flu burung. Sehingga pada saat Indonesia dan negara-negara
lain yang terkena kasus flu burung membutuhkan, di pasaran obat ini tidak dijumpai.

Ketidakadilan itu tidak berhenti disitu saja. “Saya sangat heran ketika mendengar para ilmuwan di dunia tidak semuanya bisa mengakses data sequencing DNA H5N1 yang disimpan di WHO CC. Data yang disimpan di WHO CC ternyata disimpan di Los Alamos, sebuah laboratorium yang berada di bawah Kementerian Energi Amerika Serikat,” ungkap Siti. Laboratorium inilah yang dulunya pernah merancang bom atom Hiroshima. Akibatnya informasi ilmiah itu hanya dikuasai oleh sedikit peneliti saja.

Menghadapi ketidaktransparanan tersebut, Menkes merancang serangkaian aksi. Tanggal 8 Agustus 2006 sejarah dunia mencatat Indonesia menggugat ketidaktransparanan data sequencing tersebut dengan cara mengirim data ke Gene Bank. Awalnya data yang dikirim Indonesia tersebut hanya disimpan di WHO saja. Gebrakan ini pun disambut gembira oleh para ilmuwan seluruh dunia. Semenjak gebrakan yang dilakukan tersebut, laboratorium Los Alamos kabarnya telah ditutup. Namun sayangnya hingga saat ini keberadaan data sequencing virus-virus yang pernah dikirim ke WHO CC tidak diketahui.

Buku tulisan Menkes tersebut juga dibedah oleh empat panelis, yaitu Prof. Rika Subarniati, dr. SKM., Dr.Teguh Sylvaranto,dr,Sp.An KIC; Dr. J.F.Palilingan,dr.SpP(K) dan Drs. Bagong Suyanto, Msi, semuanya dari Universitas Airlangga. Antusiasme peserta terhadap kegigihan Menteri Kesehatan memperjuangkan transparansi WHO telihat cukup tinggi. Di akhir pidatonya Menkes
kelahiran Solo ini mengatakan bahwa saat ini langkah yang harus dilakukan bangsa Indonesia adalah memperkuat kedaulatan. “Hanya negara berdaulat yang mampu menghapus ketidakadilan di muka bumi ini,” tegas menteri.

10 June 2008

Lisa "Face Off" Bertemu Meuthia Hatta

Pasien operasi wajah total atau face off, Siti Nur Jazillah atau Lisa bertemu dengan Menteri Pemberdayaan Perempuan RI Meuthia Hatta di RSU Dr. Soetomo, Selasa (10/06/08) ini. Dalam kesempatan itu Meuthia menyempatkan diri membaca buku harian Lisa yang berisi harapan Lisa setelah proses panjang operasi ini selesai. (Foto by: Mat Surabaya)




03 March 2008

Yustinus Menahan Rasa Nyeri Selama 21 Tahun

Manusia Kutil dari Jawa Timur

Iman D. Nugroho

Untuk menjaga keseimbangan saat berjalan, kepala Yustinus selalu miring ke kiri. Sementara tubuhnya dimiringkan ke kanan. Benjolan sebesar biji alpukat di kiri belakang kepala laki-laki berumur 34 tahun itu, membuatnya berjalan sedikit terseok. "Ya begini ini, yang saya rasakan, benjolan di tubuh saya terus tumbuh entah sampai sebesar apa,..." katanya.

----------------------------

Laki-laki yang oleh media lokal dijuluki sebagai Manusia Kutil itu bernama lengkap Yustinus Cokrohadikusumo. Waktu kecil, meski memiliki "toh" atau tanda lahir di punggung, secara fisik Yustinus tidak berbeda dengan anak kecil kebanyakan. Hanya saja, laki-laki kelahiran 6 Maret 1974 itu sedikit mengalami keterbelakangan mental. Karena itulah, kedua orangtuanya, Yosep Samian (62) dan Maria Sumarni (58) menyekolahkan Yustinus di Sekolah Luar Biasa (SLB) Bhakti di Malang.

Enam tahun berlalu. Di SLB Bhakti, Yustinus menuntut ilmu hingga lulus Sekolah Dasar. Karena alasan ekonomi, Yustinus memilih keluar dari sekolah dan kembali ke Jember. Yustinus yang berumur 13 tahun tidak menyadari "toh" atau tanda lahir punggungnya bertambah lama bertambah besar. "Tiba-tiba, keluarga sudah mengetahui "toh"itu sudah sebesar bola tenis meja," kata Maria, Senin (03/03/08). Tidak hanya itu, dalam hitungan bulan, muncul bercak-bercak merah yang kemudian menggelembung berisi daging.

Kadang-kadang, gelembung yang tumbuh di sekujur tubuh Yustinus itu terasa nyeri. Sebentar nyeri itu hilang, sebentar kambuh lagi. Begitu seterusnya. Yus hanya bisa mengadukan hal itu kepada kedua orang tuanya. "Kami juga kebingungan, karena tidak ada uang untuk membawanya ke dokter, maka hal itu kita biarkan saja," kata Yosep, sang ayah yang sehari-hari bekerja sebagaui buruh di bengkel motor tidak jauh dari rumahnya. Apalagi, masih ada empat anak lagi yang membutuhkan dana. Nasib Yustinus pun masih terabaikan.

Pertambahan umur membuat Yustinus semakin menderita. Lama kelamaan, daging tumbuh ditubuhnya-yang dalam bahasa medis dikenal sebagai Epidermodysplasia verruciformis atau kutil-semakin banyak saja. Yang paling besar sampai sebesar buah alpukat. Letaknya di punggung bawah dan sebelah kiri belakang kepalanya. "Seperti Anda lihat, inilah bentuknya," kata Maria sembari membantu Yustinus membuka baju dan menyibakkan rambut.

Setahun lalu, kutil utama di bagian punggung sempat lecet dan mengeluarkan darah. Saat itu keluarga membawa Yustinus ke mantri desa. Saat itulah untuk pertama kali Yus mendapatkan pertolongan medis. "Mantri mengatakan, Yustinus harus segera dioperasi, lha uangnya dari mana?" kata Maria.

Kutil yang semakin banyak dan membesar, berpengaruh pada keseimbangan tubuh Yustinus. Bukan sekali dua, laki-laki yang gemar anak kecil ini terjatuh saat berjalan. Bahkan, untuk menghindari seekor kucing yang melintas pun, Yustinus tidak sanggup. "Dengan kondisi semacam itu, mana ada perusahaan yang mau menerimanya sebagai pekerja," kata Maria. Karena itulah, Yustinus memilih mengisi harinya sebagai penjaga toko kelontong milik keluarga. Tokoh itu terletak di bagian depan rumahnya.

Untuk mengurangi penderitaannya dari kutil yang mengganggu, Yustinus melakukan eksperimen penghilangan kutil secara mandiri. Yakni dengan mengikat bagian pangkal kutil dengan karet gelang. Lama kelamaan, kutil itu akan mengering dengan sendirinya. Kalau sudah begitu, Yustinus tinggal menyanyatnya dengan pisau dapur atau gunting. "Hasilnya seperti ini,"kata Yustinus sambil menunjukkan bercak hitam pada kutil yang berhasil "dioperasi".

Meski hidup dalam keterbatasan, fisik maupun mental, Yustinus mengaku tidak malu dengan masyarakat. "Buat apa malu, memang kondisi saya seperti ini," kata Yustinus sambil tersenyum. Bahkan, Yustinus mengaku ingin sembuh dengan operasi. "Kalau ada yang mau membiayai, saya mau dioperasi," katanya. Yustinus bercita-cita ingin bekerja, entah sebagai apa. "Kalau sudah bekerja, nanti menikah, haha,.." katanya diselingi tawa.

Dokter specialis kulit dan kelamin asal Jember, Dr. Johny S. Erlan mengatakan, apa yang diderita Yustinus itu adalah jenis neurofibrimatosis multiple atau jenis tumor jinak. Biasanya penyakit yang tidak bisa disembuhkan ini berhubungan dengan faktor genetika. "Bisanya dioperasi pada kutil yang mengganggu, itupun bisa tumbuh lagi," kata Dr. Johny.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jember Dr. Olong Fajri Maulana mengatakan, ada baiknya bila Yustinus segera dibawa ke puskesmas terdekat. Memang, puskesmas tidak akan mampu mengobati Yustinus, namun setidaknya Yustinus bisa mendapatkan rujukan ke RS. Dr. Soebandi Jember atau ke RS. Dr. Soetomo Surabaya. "Kalau memang miskin, kan ada kemanisme untuk mendapatkan pengobatan gratis," kata Dr. Olong.

Sayangnya, hingga saat ini Dinas Kesehatan Kabupaten Jember tidak berinisitif mendatangi keluarga Yustinus untuk menjelaskan hal itu. Dengan alasan keterbatasan sumber daya manusia (SDM), Dinas Kesehatan meminta keluarga Yustinus untuk secara mandiri membawa Yustinus ke rumah sakit. "Tenaga dinas kesehatan itu terbatas, ada 2,5 juta penduduk Jember yang kami urus, perlu ada partisipasi aktif bagi masyarakat untuk membawa Yustinus ke puskesmas, baru kemudian ke rumah sakit," katanya.***

08 February 2007

Pencegahan AIDS di Lapas terhadang kurangnya tenaga medis

Pencegahan penularan HIV&AIDS di lembaga pemasyarakatan (lapas) di Indonesia terhadang oleh kurangnya jumlah tenaga medis. Hal itu membuat proses pencegahan penularan HIV di dalam lapas tidak berjalan efektif. Apalagi, hingga kini masih ditemui kasus penyalahgunaan narkoba suntik di penjara, yang sekaligus memperbesar resiko tertular HIV. Sihabuddin, Kepala DIvisi Pembinaan Kasus Narkoba Depkeh dan HAM dalam Pertemuan Nasional HIV&AIDS ke III di Surabaya, Rabu(7/02) ini. 

06 February 2007

Kondom perempuan, upaya melindungi perempuan yang terkendala












Raut muka Eva Yuliawati mendadak berubah ketika dirinya melihat contoh kondom perempuan untuk pertama kali. Pelan-pelan ibu rumah tangga dua anak itu menjinjing kondom bermerk Fiesta itu dan memperhatikannya lebih dekat. "Apa kondom ini yang harus saya masukkan ke vagina? Apa tidak sakit?" katanya singkat sambil memperhatikan benda lembek itu dari segala arah. "Kayaknya terlalu besar," komentarnya. 

05 February 2007

Penyebaran obat AIDS ARV mendesak dilakukan

Penyebaran obat AIDS antiretroviral (ARV) di seluruh Indonesia mendesak dilakukan. Karena hingga saat ini, obat yang merupakan cara satu-satunya untuk mempertahankan kondisi tubuh orang dengan HIV itu, tidak terangkau oleh pengidap HIV yang banyak tersebar di daerah.