17 June 2014

KPK, segera sidik korupsi migas Hatta dan Riza

PRESS RELEASE | Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hendaknya segera menyidik mafia minyak dan gas (migas) yang membuat ekonomi biaya tinggi, oleh Hatta Radjasa dan Muhammad Riza Chalid.


Negara ini sengaja tidak membangun kilang pengolahan minyak mentah, hanya supaya terus-menerus impor bahan bakar minyak (bbm), sebab dari impor bbm itulah mafia migas meraup untung sedikitnya Rp 100 miliar per hari atau Rp 36 triliun per tahun.

Mafia migas membuat harga bbm menjadi lebih mahal dari seharusnya. Pengeluaran rakyat dan pemerintah untuk anggaran bbm, jadi lebih mahal, termasuk bbm untuk mobil-mobil operasional KPK untuk memburu koruptor.

Maka jika KPK berdiam diri atas praktik mafia migas, sama dengan membiarkan KPK/rakyat diperbudak mafia migas. Jika KPK tidak segera menyidik mafia migas, maka posisi KPK layak dipertanyakan, ada pihak rakyat atau malah melindungi mafia migas.

Kalau mafia migas bisa dibasmi, uang rakyat yang dihemat, setara dengan secara gratis membagi-bagi 50 ribu unit rumah Tipe 36 setiap tahun kepada rakyat.

Pembangunan rumah Tipe 21 sekarang ini sekitar Rp 72 juta per unit. Jumlah 50 ribu unit rumah adalah angka yang luar biasa, sebab target rumah baru bersubsidi tahun 2014 hanya 75 ribu unit.

Jika mafia migas bisa dibasmi, negara ini melakukan banyak hal menekan jumlah orang miskin, membangun rumah sakit, gedung sekolah/pendidikan dan banyak lagi. Bisa juga untuk menciptakan lapangan kerja, supaya Indonesia berhenti "ekspor manusia."

Aneh bin ajaib, hingga kini Hatta Radjasa dan Muhammad Riza Chalid tidak berani berbicara mengenai mafia migas. SKK Migas dan BP Migas, siap berhadapan dengan Hatta Radjasa dan Riza di depan pengadilan, di depan hukum dan di depan rakyat.

Kebenaran selalu menemukan jalannya sendiri, maka Hatta Radjasa dan Muhammad Riza Chalid jangan berlindung di balik topeng.

Menurut Politisi Partai Golkar Poempida Hidayatullah,  Hatta Radjasa (semasih Menko Perekonomian), menjadi penyebab kebijakan energi menjadi tidak jelas dan praktik mafia migas sulit diberantas.

"Mafia migas gagal dibasmi karena saat Menko Hatta tidak punya konsep mengenai energi terbarukan. Akibatnya, kita terus impor minyak yang banyak mafia bergentayangan," kata Poempida di Jakarta. Poempida Hidayatullah menegaskan, Hatta Rajasa seharusnya bertanggung jawab atas merajalelanya mafia migas. (Metrotvnews.com, Rabu (11/6/2014).

Selama ini Indonesia terus bergantung pada bahan bakar minyak (bbm) impor, sengaja tidak mendirikan kilang pengolahan, hanya supaya impor jalan terus dan komisi diperoleh mafia.

Menurut penelusuran Soliodaritas Kerakyatan Khusus Migas (SKK Migas) dan Badan Pemerhati Migas (BP Migas), mafia Hatta-Riza bukan hanya impor bbm untuk kebutuhan dalam negeri, tetapi cengkeraman luas dalam seluruh bisnis ekspor-impor migas di Indonesia, termasuk pembagian ladang minyak kepada perusahaan asing.

"Siapa yang menjadi direksi dan komisaris di Pertamina, juga keluar dari kantong mafia. SBY gagal membasmi mafia migas, malah menyuburkan. Ini jadi pertanyaan, SBY tahu tetapi tidak dibasmi," kata Ferdinand Hutahayan, Direktur Pengolahan SKK Migas.

BP Migas berharap, KPK hendaknya mendahulukan kepentingan bangsa ke depan ketimbang melindungi rejim Hatata Radjasa dan Muhammad Riza Chalid.

"Puluhan tahun Indonesia tidak mempunyai kilang pengolahan minyak. Kenapa bisa begitu? Kenapa? Silakan dijawab oleh KPK," tukas Syafti Hidayat, Direktur Riset BP Migas.

MAFIA KAKAP

Migas di Indonesia dikuasai mafia kakap. Mafia legendaris sejak jaman Orde Baru adalah Riza, yang kini "mempekerjakan" Hatta Radjasa sebagai hulu-balang. Mafia mengendalikan Pertamina Trading Energy Ltd (Petral), anak perusahan Pertamina yang bergerak dalam perdagangan minyak.

Tugas utama Petral adalah menjamin supply kebutuhan minyak kebutuhan Pertamina/Indonesia dengan cara impor.

Nilai impor oleh yang sedikitnya Rp 300 triliun per tahun, sejak lama diatur mafia, yaitu Muhammad Riza Chalid. Pengamat kebijakan publik Ichsanuddin Noorsy pernah mengatakan, Riza sudah dikenal sebagai mafia minyak sejak era Soeharto. Riza powerful, mengatur berbagai transaksi.

Riza menguasai Petral selama puluhan tahun, melalui kerja sama dengan lima broker minyak: Supreme Energy, Orion Oil, Paramount Petro, Straits Oil dan Cosmic Petrolium -- berbasis di Singapore, terdaftar di Virgin Island (negara yang bebas pajak).

Kelima perusahaan inilah mitra utama Pertamina/Petral. Tender, hanya formalitas, yang menang adalah anggota "pasukan lima."

Nama Riza tidak tercantum dalam akte Global Energy Resources, yang tersurat dalam kepengurusan adalah Iwan Prakoso (WNI), Wong Fok Choy dan Fernadez P Charles. Namun sesungguhnya, pengendali adalah Riza. Akan halnya Hatta Radjasa, 10 tahun ini sebagai "kaki tangan" Riza.

Riza mengatur agar Indonesia bergantung pada bbm impor yang sedikitnya 200 juta barel per tahun. Kelompok Riza selalu menghalangi pembangunan kilang pengolahan bbm dan perbaikan kilang minyak di Indonesia. Kenapa, supaya impor bbm terus berlangsung, sehingga Riza cs memperoleh untung besar.

MARK UP

Harga beli minyak mentah Petral sepanjang tahun 2011 rata-rata US$ 113,95/barel. Padahal, harga rata-rata minyak dunia jenis brent (kualitas baik) pada tahun 2011 hanya US$ 80-100/barel, di mana harga tertinggi US$ 124/barel.

Ada mark up harga oleh Petral minimal sebesar US$ 5 /barel. Jika diaudit lebih rinci, mark up bisa sampai USD 30/barel. Mafia minyak mengatur untuk membeli minyak mentah dari Arab/Afrika, lalu diolah di kilang Singapura, baru diekspor ke Indonesia.

Meski ada indikasi terjadi mark up, menurut   Ichsanuddin Noorsy, sulit mencari auditor yang bisa kita percaya bahwa ada mark up US$ 5 per barel.

Lalu, siapakah Muhammad Riza Chalid? Dia adalah WNI keturunan Arab yang dulu dikenal dekat dengan Keluarga Cendana. Riza, pria berusia 55 tahun ini disebut-sebut sebagai "penguasa abadi"  dalam bisnis impor minyak RI. Dulu dia akrab dengan Suharto, kini "merapat" ke SBY dan Hatta.

Dirut Pertamina akan gemetar dan tunduk jika bertemu Riza. Siapa pun pejabat Pertamina yang melawan kehendak Riza, akan lenyap alias terpental. Termasuk Ari Soemarno, Dirut Pertamina yang tiba-tiba dipecat.

Ari Soemarno terpental dari jabatan Dirut Pertamina, hanya karena hendak memindahkan kantor pusat Petral dari Singapura ke Batam. Riza tidak setuju, maka Ari pun dipecat.

Jika Petral berkedudukan di Batam/Indonesia, pemerintah dan masyarakat akan lebih mudah mengawasi operasional Petral yang terkenal korup. Ini yang dicegah Riza.

Kalangan perusahaan/broker minyak internasional mengakui kehebatan Riza sebagai God Father bisnis impor minyak Indonesia. Di Singapura, Riza dijuluki sebagai Gasoline God Father, sebab lebih separuh impor minyak RI dikuasai Riza.

Banyak sumber mengatakan, bukan lebih separuh, tetapi seluruh impor bbm Indonesia dikontrol Riza. Tidak ada yang berani melawan Riza.

Beberapa waktu lalu Global Energy Resources, perusahaan milik Riza pernah diusut karena temuan penyimpangan laporan penawaran minyak impor ke Pertamina. Tapi kasus tersebut hilang tak berbekas, para penyidik pun diam tak bersuara. Kasus ditutup. Padahal itu diduga hanya sebagian kecil saja.

Hatta Rajasa adalah tokoh yang berada di belakang Riza. Menurut Majalah Forum Keadilan, dalam menjalankan operasinya, Riza-Hatta melakuan segala cara.

Hatta dan Riza adalah mafia yang merekomendasikan 60 persen jago-jagonya sebagai anggota Kabinet Presiden SBY. Semua biaya, dari Riza.

Jakarta, Senin 16 Juni 2014
Ferdinand Hutahayan (0813 1889 2881) | Direktur Pengolahan SKK Migas
Syafti Hidayat (0813 1102 8333) | Direktur Riset BP Migas

No comments:

Post a Comment