19 August 2009

Union Busting Masih Terjadi di Indonesia

Iman D. Nugroho

Hingga saat ini, Union Busting atau pemberangusan serikat pekerja (SP) atau serikat buruh (SB) masih terjadi di Indonesia. Ironisnya Union Busting itu juga dilakukan dengan berbagai trik-trik baru yang mengarah pada eksploitasi buruh dan menyebabkan puluhan buruh kehilangan pekerjaan ketika memperjuangkan hak-haknya. Hal itu dikatakan oleh Anwar Santro Ma'ruf Koordinator Komite Solidaritas Nasional (KSN) dalam seminar nasional buruh di Jakarta, Selasa (18/08) ini.


Union Busting di masa kini, jelas Sastro, pada umumnya dilakukan dengan dua bentuk dasar, melarang buruh untuk membentuk atau tergabung dengan SP/SB. Dan melemahkan SP/SB dengan memberikan sanksi pada aktivis SP/SB dengan intimidasi dan tindakan diskriminatif. "Semua itu dilakukan dengan beragam cara, mulai keterlibatan negara, membentuk serikat pekerja/buruh boneka hingga menolak perjanjian kerja bersama atau PKB," jelas Sastro.

Keterlibatan negara dalam union busting menurut Sastro bisa dilihat melalui Undang-Undang no.21 tahun 2000 dengan SP/SB yang melakukan pelebelan yang berbeda antara "serikat buruh" dan "serikat pekerja". Begitu juga dengan prasyarat yang sangat mudah bagi pendirian serikat pekerja. Di satu sisi hal itu bisa mendorong munculnya banyak serikat pekerja, namun di sisi lain hal itu berpotensi menciptakan serikat pekerja tandingan.

Dalam hal lain, klausul perselisihan antar serikat pekerja yang ada dalam UU no.2 tahun 2004 tentang Pernyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI), akan membuka ruang legal bagi perusahaan untuk melakukan adu domba antar serikat pekerja. Sastro juga mencium adanya upaya perusahaan untuk melakukan doktrinasi pada aktivis serikat buruh dengan mengikutkan aktivis serikat buruh itu pada pelatihan khusus. Seperti di Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas). Bukan tidak mungkin, setelah pelatihan itu, maka aktivis yang bersangkutan akan mengalami disorientasi pada organisasi serikat pekerjanya.

Sementara itu, Direktur LBH Jakarta Nurkholis Hidayat menganggap penting adanya kesadaran yang merata pada aktivis serikat pekerja mengenai hal ini. Terutama kesadaran hukum tentang Union Busting. Nurkholis mengingatkan tentang ancaman serius pada pihak-pihak yang sengaja melakukan Union Busting. Dalam Pasal 43 UU Serikat Pekerja jelas disebutkan upaya Union Busting diancam sanksi pidana 1-5 tahun atau denda Rp.100-500 juta.

Sayangnya, hal itu tidak membuat upaya Union Busting terhenti. Dalam catatan LBH Jakarta, ada beberapa kejadian Union Busting akhir-akhir ini. "Seperti mutasi tidak rasional dan ancaman di Blue Bird, PHK di Lippo, indo Prima, Kompas, Polysindo dan ancaman PHK di Blue Bird dan PT. Sarana," kata Nurkholis.

Dalam hal regulasi, :LBH Jakarta mencatat adanya regulasi yang muncul dan memandulkan serikat pekerja. Seperti UU. no. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dan UU no.2 tahun 2004 tentang PPHI dan Permenaker no.6 tahun 2005. "UU PPHI telah mengabaikan UU no.21 tahun 2003 tentang Pengesahan Konvensi ILO no 81 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan dana Industri dan Perdagangan," jelas Nurkholis.

No comments:

Post a Comment