09 December 2008

Penggunaan Software Bajakan di Indonesia Masih Tinggi

Iman D. Nugroho, Surabaya, East Java

Penggunaan software bajakan di Indonesia masih tergolong tinggi. Berdasarkan data yang dilansir International Data Center (IDC) dan Business Software Alliance (BSA) Indonesia, pada tahun 2007, tingkat pembajakan sotware bajakan mencapai 84 persen dari total software yang diinstal di seluruh Indonesia. Angka ini hanya turun 1 persen pada tahun 2006. Angka kerugian yang dihasilkan dari prilaku ini, mencapai USD 411 juta atau Rp.3,8 trilyun. "Meskipun trennya turun, tapi tingkat pembajakan software masih tinggi," kata Donny A. Syeyoputra di Surabaya, Selasa (9/12) ini.


Di sisi yang lain, belanja produk teknologi industri terus meningkat. Menurut data itu menggunakaan TI pada industri manufaktur saja mengalami peningkatan tajam. Hingga akhir tahun 2008, diperkirakan belanja barang-barang teknologi mencapai USD 630 juta, dan akan terus meningkat sekitar 4,5 persen atau USD 660 juta pada tahun 2009. "Kondisi yang demikian sangat tidak kondusif bagi perkembangan piranti lunak yang berdampak pula pada iklim investasi di Indonesia," kata Donny.

Di Indonesia penggunaan software bajakan melanggar UU no.19 tahun 2002 tentang Hak Cipta. Dalam pasal 72 UU itu menyebutkan pengedar dan penjual software bajakan akan diancam hukuman penjara 5 tahun dan atau denda Rp.500 juta. "Sementara pengguna untuk keperluan komersial akan dihukum dengan penjara dan denda yang sama," kata Donny. Sejak UU Hak Cipta ini diterapkan, Indonesia telah berhasil menurunkan tingkat pembajakan hingga 10 persen, hingga tahun 20011. Secara tidak langsung, hal ini berimbas pada meningkatnya pendapatan belanja negara dan pajak. Juga meningkatkan penyerapan tenaga kerja di bidang TI hingga 2200 orang.

Untuk itu diperlukan adanya program sertifikasi piranti lunak software atau disebut Piagam Hak atas Karya Intelektual (HKI) bagi korporasi. Diharapkan, dilaksanakannya sertifikasi piranti lunak akan menciptakan penghargaan yang tinggi bagi pengguna piranti lunak atau software. "Sebagai gambaran, program sertifikasi adalah program audit khusus software yang akan dilaksanakan oleh tim auditor independen dengan dukungan oleh kepolisian RI," katanya.

Proses sertifikasi yang sudah dilaksanakan di Batam, Medan dan Bandung itu menelan biaya yang cukup mahal. Untuk biaya satu kurang dari 20 komputer dikenakan biaya USD 50. Biaya akan bertambah seiring bertambahnya jumlah komputer. Hingga nilai USD 500 untuk 500 unit komputer. "Bagi perusahaan yang sudah disertifikasi, akan diberikan piagam sertifikasi yang berlaku satu tahun penuh," jelas Donny.

Putu Sudiarta, pemilik Bamboo Media Denpasar mengatakan, budaya menggunakan software terlicence secara tidak langsung akan mendorong produk-produk sofware lokal, seperti yang dikelolanya. Meskipun, Putu mengatakan hal itu harus disertai pula dengan sosialisasi produk lokal agar mendapatkan tempat yang sama seperti sofware dengan merk terkenal. "Tanpa sosialisasi, masyarakat hanya akan mengenal software merk terkenal," kata Putu pada The Jakarta Post. Selama ini, Bamboo Media berkonsentrasi pada e-business dan e-learning.

No comments:

Post a Comment