23 September 2008

Bagaimana Bila Ternyata Surga dan Neraka Tidak Ada?

Iman D. nugroho

Penganut agama (apapun) boleh menjalankan peribadahannya secara merdeka. Mereka juga boleh menjalankan semua ibadah "tambahan" semampu mereka. Atau, di sisi ekstrim yang berlawanan, orang yang menolak agama (dan menolak Tuhan), boleh berbuat semaunya, asal tidak saling mengganggu satu sama lain. Masing-masing mengharapkan dan menolak "sesuatu". Namanya, surga dan neraka. Bagaimana bila keduanya ternyata tidak ada?


Bagi orang yang selalu berpikir lebih "jauh", pertanyaan: Bagaimana bila ternyata surga dan neraka tidak ada? Boleh jadi adalah pertanyaan anak kecil. Filosof junior, yang di bawah hidungnya masih terlihat bekas ingus "intelektual", dan sebagainya. Namun bagi Saya, pertanyaan itu tetap asyik untuk dijadikan bahan diskusi. Tanpa output pun tidak apa-apa. Kalau toh ternyata membuat kita lebih "mantap", juga fine-fine saja,..

Jangan dulu-dulu mengkafirkan Saya. Karena sejauh ini, Saya tetap memeluk agama Islam. Meskipun menyadari sepenuhnya, jujur saya katakan, kadang ada rasa malas khas manusia saat melaksanakan peribadahan wajib Sholat lima waktu. Begitu juga saat puasa, mulut yang kering, dan perut yang lapar ini acapkali mengeluh. Tapi sejauh ini, yah,..lumayan-lah.

Tapi bagaimana bila semua yang Saya kerjakan itu hanya berbuah "kosong". Kata teman-teman SMA, seperti kolas (main tebak-tebakan berhadiah saat kita SD), bila "kosong" kita akan mendapat permen asem. Tidak mendapat hadiah utama. Trus, bagaimana bila hadiah utama berupa surga dan neraka itu tidak ada? Semua hanya permen asem saja!

Seorang kawan punya istilah menarik. Bahwa, dalam beribadah itu, hendaknya kita berprinsip menolak kapitalisme ibadah. Jangan mengharapkan sesuatu. Apalagi, dengan logika kapitalisme, jarang beribadah, inginnya "laba" gedhe! Bila kita tidak hitung-hitungan, pasti akan ada kejutan-kejutan di akhir nanti. Boleh juga,....but, bagaimana bila kejutan itu pun tidak ada!

Usulan lain tentang beribadah, ibaratnya seperti bila membuang air (besar atau kecil). Maksud lu? Sabang bar,..eh,..sabar bang! Maksudnya baik kok. Ingat kebiasaan kita membuang air (besar atau kecil), hampir pasti, kita tidak pernah berpikir "Kemana kotoran itu pergi." Poinnya adalah keikhlasan. Kita ikhlas saja. Dalam kalimat yang lebih jelas.

Kita ikhlas saja, apapun yang terjadi dengan peribadahan (atau ketidakperibadahan) kita. Jadi, kita pun harus ikhlas, bila ternyata surga dan neraka itu tidak ada! Mmm,...sepertinya kok seperti itu. "Namun peribadahan (baca:agama) tetap perlu, untuk menata masyarakat," kata salah satu teman yang mendeklarasikan diri: Percaya Tuhan, tapi Tidak Percaya Agama.

So,..it's all up to you!

1 comment:

  1. ashabul kahfi3:49 am

    surga dan neraka itu sdh ada sblm manusia di ciptakan..... nabi ADAM az prnah tinggal di surga sebelum turun kebumi...

    ReplyDelete